Prolog

11.6K 1K 12
                                    

Hidup Arkan begitu bahagia. Hari ini adalah hari terpenting dalam hidupnya, hari bersejarah dalam kehidupan Arkan yang beberapa detik lagi akan mengakhiri masa lajang.

Dunia terasa sangat Indah dengan cuaca cerah dan burung-burung di langit yang terdengar bernyanyi seolah mereka juga merasakan kebahagiaan yang Arkan rasakan.

Hingga suara itu meruntuhkan semuanya. Suara panik wanita paruh baya yang mengatakan bahwa calon istrinya kini menghilang, kabur atau bahkan mati. Entahlah Arkan tidak tahu. Matanya saat ini hanya fokus tertuju pada selembar surat yang terselip di jemari wanita itu.

Arkan penasaran. Apa yang membuat Miera—calon istrinya kabur di hari pernikahan ini. Arkan bahkan sudah mempersembahkan dekorasi mewah untuk mempelai wanitanya. Mempersiapkan cincin Indah untuk jemari tangannya. Namun apa yang terjadi? Kenapa wanita itu tiba-tiba memutuskan kabur seperti ini.

Dengan tertatih Arkan berdiri dari duduknya. Menghampiri wanita paruh baya itu lalu mengambil lembar kertas yang mungkin saja menjadi alasan terkuat kenapa wanita itu harus sampai kabur dari pernikahan. Dan melukai hatinya begitu dalam.

Jika memang tidak suka Arkan akan terima. Tapi setidaknya beritahu Arkan dari awal. Undangan sudah tersebar luas. Pesta mewah sudah tersaji di depan mata. Apa mungkin wanita itu memang sengaja melemparkan kotoran pada wajah Arkan sekeluarga.

"Maafkan Mama Arkan. Mama tidak tahu Miera akan berbuat nekat seperti ini."

Ucapan calon mertuanya sama sekali tidak berpengaruh. Arkan terlalu sibuk dengan kemelut dan rasa sakit yang kini menggumpal menjadi satu tepat di relung hatinya. Sangat sakit, wanita yang sangat Arkan cintai tega menggores luka pada hatinya sedalam ini.

Wajah merah Arkan tidak bisa disembunyikan dengan baik. Kekecewaan menggantung di kantung matanya. Siap menerjunkan diri, tidak sanggup lagi membaca kenyataan pahit yang tertulis di secarik kertas itu.

Dan pada akhirnya air mata itu menyerah, terjatuh begitu saja. Dan menjadi laki-laki pengecut karena harus menangis. Ia meremas kertas itu, melampiaskan rasa sakit yang terasa begitu menghunus jantungnya.

Kepala Arkan berputar nyaris tumbang jika saja orang tua dan kerabatnya tidak segera meraih tubuh Arkan yang akan terjatuh di lantai. Suara tangisan ibunya yang paling jelas Arkan dengar walaupun tidak ada seorangpun yang tidak menangis. Semuanya merasakan kekecewaan terhadap jahatnya perbuatan Miera pada Arkan.

Dan setelahnya Arkan tidak bisa mendengar lagi. Kesadarannya menghilang. Hanya ada kegelapan yang menyelimuti Arkan saat ini.

***

Ketika membuka mata. Arkan melihat ibunya sedang menangis sambil menggenggam tangannya. Aroma obat-obatan menguar dalam Indra penciumannya sehingga Arkan bisa menyimpulkan dengan mudah bahwa ia sedang berada di rumah sakit sekarang.

"Bu…"

Suara serak Arkan berhasil mengagetkan wanita itu. Dengan wajah terkejut ia segera memeluk tubuh tegap putra semata wayangnya. Dan menangis sejadi-jadinya di sana.

Arkan sendiri tidak bisa membohongi hatinya. Luka itu masih ada, dan Arkan tidak bisa menahan rasa sakitnya hingga membuat air matanya menetes.

Dipeluknya tubuh itu. Dan menenggelamkan wajahnya di sana. "Maaf, aku sudah buat Ibu dan Ayah malu."

Gelengan lemah terasa di pundaknya. "Tidak Nak. Itu bukan salahmu. Tapi Ayah-" suara ibu Arkan terputus tidak sanggup lagi berbicara. Ini kenyataan terpahit yang di alami keluarganya. Mulutnya kelu. Bahkan untuk mengeluarkan seuntai kata pun sangat susah. Yang bisa ia lakukan sekarang hanya menangis.

Dan itu semakin membuat Arkan khawatir. Dilepaskan pelukan itu dan segera menatap ibunya dengan serius. "Ada apa dengan Ayah Bu?"

"Ayah," Wanita itu menutup mulutnya, menahan isak tangis. Setidaknya, biarkan ia untuk sedikit saja menyelesaikan pembicaraan ini terlebih dahulu. "Jantung ayahmu berulah. Dia syok berat ketika mendapati pernikahan putranya gagal secara terhina. Dan melihatmu pingsan di hari itu. Ayahmu menangis histeris hingga tak sadarkan diri, sempat ibu bawa ke rumah sakit namun nyawa ayahmu tidak tertolong."

Air mata Arkan semakin menetes ketika ia menggelengkan kepala. "Tidak mungkin."

Wanita itu tidak sanggup lagi. Ia segera memeluk putranya dan menangis bersama. Seharusnya hari kemarin adalah hari bahagia untuk keluarganya. Tetapi malah menjadi hari yang begitu menyakitkan. Ia mencoba menyemangati putranya dengan berbagai usapan lembut di punggung. Berharap ada pelangi muncul di esok hari. Dan membuat mereka bisa tersenyum kembali.

Hingga suara serak Arkan menghentikan pergerakannya. Berhasil membuat wanita itu terdiam sesaat dengan isak tangisnya.

"Bu, aku ingin pindah ke London."

Bersambung.

Cinta Dalam LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang