Part 4

6.1K 826 22
                                    

Miera terlihat sedang menduduki kegugupannya. Dengan keyakinan bahwa hatinya akan tetap baik-baik saja. Mencoba terlihat kuat, namun nyatanya gagal. Ada keraguan menggantung di atas kepalanya, siap terlempar jatuh dan menghancurkan bagian inti dari otaknya.

Keraguan itu menuntutnya pada sebuah pertanyaan. Terbaik atau tidak kah keputusan yang telah ia ambil? Jantung Meira berpacu dengan cepat ia takut jika mendapatkan akhir dari penyesalan yang tak berujung.

Ia juga takut. Jika Arkan mengecapnya sebagai jalang. Yang rela menjual harga dirinya demi sebuah keselamatan. Tetapi itu keselamatan untuk nyawa anaknya. Semua ibu juga akan berbuat hal demikian jika jalan yang benar sudah tertutup untuk menyambut kedatangannya.

"Mama."

Miera sedikit terkejut saat suara putrinya terdengar, ia menoleh menatap putri kecilnya lalu bergumam menjawab panggilan itu dengan penuh keibuan.

"Hmm?" memberikan senyuman terbaik, sebelum tangannya menyentuh kepala gadis kecil dan mengusapnya dengan kasih sayang.

Mata bulat gadis kecil itu berbinar. Terlihat bahagia dengan cara sederhana. "Aku suka naik mobil ini Ma. Rasanya beda dengan mobil yang sering kita naiki." tingkahnya membuat Miera terkekeh. Dan mengingat jika putrinya lebih sering memakai angkutan umum alih-alih mobil mahal. Jelas merasakan perbedaan itu membuatnya begitu bahagia.

"Tentu saja Sayang. Ini mobil mahal."

"Yang sering ada di tv-tv ya Ma?"

Dan Miera mengangguk sebagai jawaban.

Anak kecil itu kembali memamerkan senyuman manisnya. Ia menyukai rasa nyaman, dan yang terpenting ia tidak merasakan kepanasan di dalam mobil ini. Dan itu sangat menyenangkan. Gadis kecil itu kembali mengalihkan tatapannya ke jendela mobil. Salah satu kesukaannya melihat langit. Dan itu sudah menjadi kebiasan. Seperti Miera.

Miera merapikan poni putrinya. Dan menyelipkan poni sedikit pajang itu pada belakang telinga. "Nanti di rumah baru jangan nakal ya. Mama bekerja di sana. Mama takut majikan Mama marah jika kamu nakal seperti kemarin. Sampai jalan-jalan keluar restoran dan membahayakan keselamatamu. Jangan diulangi lagi. Mengerti?"

Gadis kecil itu menoleh, menatap wajah Miera yang sedang serius. Seketika senyumannya menghilang, mata bulatnya langsung berkaca-kaca.

"Maafkan Lily Ma. Lily nakal terus," ucap gadis kecil itu sambil menunduk.

Dan Miera yang melihat tingkah putrinya seperti akan menangis segera memeluk tubuh mungilnya. Mengerti dengan kerapuhan gadis kecil itu yang akan selalu menangis jika ia memperingati sifat nakalnya. Miera hanya tidak ingin kejadian kemarin terulang kembali.

"Yasudah sekarang tidur. Nanti Mama bangunkan jika sudah sampai."

Gadis kecil itu mengangguk patuh. Lalu memeluk pinggang ibunya dengan erat. Menyandarkan kepalanya di dada Miera mencari posisi ternyaman untuk ditiduri.

***

Arkan masih berkutat dengan pekerjaannya. Mencoba fokus walaupun sedari tadi ia merasa ingin pulang secepatnya. Gila memang. Seharusnya ia tidak perlu seantusias ini. Menyambut Miera untuk datang kembali ke dalam hidupnya. Namun ketika mengingat bahwa Miera akan tinggal dan menetap dalam penderitaannya membuat Arkan tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan yang membuncah di dadanya.

Drett drett

Arkan mengabaikan lagi suara notif pesan dari Najwa. Terhitung sudah lebih dua puluh kali ia mendapat pesan singkat hasil perhatian Najwa untuk kesehatan tubuhnya. Tetapi tidak satupun yang Arkan balas. Ia terlalu malas, dan memilih untuk segera menyelesaikan pekerjaan sebelum hari semakin gelap gulita.

Cinta Dalam LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang