Part 1

376 30 2
                                    

SISWA-SISWA JOMBLO
(1)

‘Dep dap dep dap dep dap ....’

Derap langkah kaki menggema di sepanjang lorong bangunan lantai dua. Seorang siswa berpakaian putih abu-abu berlari, lalu jatuh tepat di depan toilet wanita lantaran tubuhnya menabrak pria tambun berpakaian rapi berwarna mocca.
“Em, maaf Pak.” Pemuda tujuh belas tahun itu  segera bangkit.

“Ish, Sultan ... kenapa musti lari?” Pria paruh baya yang terlihat buru-buru itu membenahi letak ikat pinggangnya.
Sultan nyengir.

“Tapi kenapa Bapak keluar dari toilet wanita?”

Salah tingkah tak bisa menjawab, pria yang dipanggil Pak Agus dan dikenal sebagai guru BK itu meninggalkan Sultan dengan mengayunkan tapak tangannya.
Sepersekian detik, datang wanita cantik keluar dari ruangan yang sama dengan Agus, membenarkan posisi roknya.

“Sttt ... jangan bilang siapa-siapa!”

Sultan bergeming melihat tanpa kedip hingga wanita usia tiga puluhan itu hilang ke balik dinding menuruni anak tangga.
“Apa yang mereka lakukan? Pak Agus dan Bu Risma ....” Sultan berpikir sejenak. “Ah bodo!”
Siswa polos itu tak mampu menerka apa yang terjadi.
Ingat sesuatu, Sultan kembali berlari menyusuri lorong bangunan hingga ke ujung, menuju loteng dimana tiga temannya sudah lebih dulu ada di sana.

‘Dep, dap, dep, dap, dep ....’

Derapnya semakin cepat, hingga tersengal saat berhenti di depan temannya.
“Bray ... Bray ....” Sultan membungkuk dengan tangan memegangi dua lutut, nafas ngos-ngosan membuat pundaknya naik dan turun.

“Sompret, Loe kenapa si’?” Rayyan yang merupakan ketua geng ‘perjaka’ melepas rokok yang di sesapnya, mematikan dengan menyematkan ke dinding loteng yang hanya setengah meter.

Sejak setahun lalu, tepatnya di semester dua kelas sepuluh mereka tiga sekawan mengikrarkan diri menjadi satu bagian dengan nama ‘Perjaka’s Genk’. Nama perjaka lahir dari situasi yang terjadi kala itu, di mana Rayyan, Sultan dan Raka menjadi korban bully seniornya. Pasalnya, karena mereka sama-sama jomlo, mereka sepakat menamai geng mereka dengan sebutan ‘Geng Perjaka,’ disusul setengah tahun kemudian, Udin bergabung dengan mereka.

SMU Jingga memang dikenal sebagai sekolah swasta paling nyeleneh, bahkan banyak orang menyebutnya ‘Area Bebas Tuhan’. Bukan hanya di kalangan siswa, kebobrokan moral itu terjadi juga di kalangan guru-gurunya. Hanya beberapa yang bertahan dengan ‘kebaikan’ sebab masih mau menggunakan akal, walau hanya  versi takaran manusia tanpa dibimbing wahyu.
Meski sebelumnya sekolah tersebut pernah terbakar, tak lantas menjadi ‘koreksi’ dan ‘perenungan’ bahwa musibah sebenarnya adalah bentuk teguran bagi mereka yang doyan maksiat.

Sebelumnya, tempat itu bukanlah sebuah bangunan sekolah, akan tetapi gudang tua tak berpenghuni. Sampai belasan tahun, pemilik tanah berusaha menjualnya namun tak ada yang berminat karena cerita dan kejadian mistis di dalamnya, yang kemudian oleh ahli warisnya, bangunan tersebut dipercayakan pada sebuah yayasan untuk dibangun sekolah. Sehingga masyarakat desa Jingga dengan wilayah luas dan penduduk yang banyak tak perlu lagi jauh-jauh sekolah ke kota.

“Itu ... itu ... itu, ada guru baru!” Napas Sultan masih terengah. Sedang ketiga temannya memicingkan mata.

“Emang kenapa kalau ada guru baru?” tanya Udin datar.

“Biasa aja kali, ada guru baru aja kek liat setan Loe!” Raka menimpali.

“Udah-udah, Loe dan Loe diam!” Rayyan menunjuk pada Udin dan Raka. Keduanya ‘mingkem’ seketika. “Atur napas Loe, bicara yang jelas. Key ...!” sambung Rayyan, sembari memegang pundak Sultan.

Misi Siswa-siswa JombloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang