Part 2

145 25 0
                                    

"Ada mayat?!"😱

***

Di ruang kepala sekolah, selain kepsek, ada Pak Agus, juga seorang pria dengan wajah berseri-seri yang merupakan guru baru dan baru saja tiba hari ini ke sekolah. Dari pakaiannya yang rapi, tak terlihat berbeda dengan guru lain, hanya saja di Sekolah Jingga dalam hitungan detik semua kejadian akan menyebar ke seluruh sekolah karena kebiasaan beberapa siswa yang gigih menguping dan menyebar berita. Begitu pun perkenalan guru baru bernama Luthfi satu jam lalu di ruangan itu.

Setelah lulus pondok empat tahun lalu, Luthfi meneruskan kuliah di STAI dan begitu lulus mendapat tawaran kerja di Desa Jingga. Meski awalnya menolak karena akan menikah, tetapi ia memutuskan mengambil tawaran itu setelah ayah sang wanita menjatuhkan pilihan pada laki-laki lain yang lebih mapan karena memiliki pekerjaan tetap. Berbeda dengan Luthfi, meski dia anak orang kaya belum memiliki pekerjaan dan mandiri finansialnnya.

"Ini dia ketua OSIS di sekolah ini." Kepala sekolah menunjuk pada Rayyan ketika dia memasuki ruangan bersama Janet.
Semakin mendekat, Rayyan menyalami Luthfi, mata mereka saling menatap. Dengan senyum di antara keduanya yang berbeda arti, jika Luthfi tersenyum tulus, Rayyan tersenyum dengan pikiran akan menyingkirkan lelaki di depannya tersebut.

***

"Fiuhh ...." Udin kesusahan mengelap keringat di keningnya, dengan membawa kresek berisi empat cup minuman, dan beberapa camilan.

Hari terasa terik, untuk merayu teman-temannya hari ini ia sengaja membawa camilan. Juga tugas fisika mereka yang sudah ia kerjakan dan persiapkan dalam tas.
Diletakkanlah makanan dan minuman, lelaki berkulit sawo matang itu bergumam,
"Kenapa Rayyan belum selesai juga. Di mana yang lain? Dasar senior penakut ... herman gue." Bibirnya berdecih mengingat Sultan dan Raka yang kekanak-kanakan.

Baru beberapa detik Udin berada di loteng, tiba-tiba matanya gagal fokus terhadap benda yang terikat di salah satu besi panjang yang menempel di dinding loteng ... sebuah tali.
"Hei tali apa ini? Sejak kapan ada di sini?" Dengan penasaran Udin memegang tali di hadapannya dan mengikuti.
Sampai ia mendongak ke luar loteng kepala melewati dinding setengah meter, ada sesuatu yang terlihat di bawah sana.
Benda dengan warna seperti pakaian yang ia kenakan, seperti sosok tubuh berlumuran darah.
Merasa tak begitu jelas benda apa yang dilihatnya, karena dirubung belukar, segera ia mencari teropong kecil yang diletakkan di dalam tas gendongnya untuk memastikan.
Matanya membulat sempurna.
"Ma ... ma ... mayyaaaaaatt .... !" Suaranya memekak, berlari pergi ketakutan.

***

Setelah sampai di musala, Luthfi benar-benar tak menyangka.
"Apa ini benar musala Ra .. ehm siapa tadi?" Luthfi memutar jari telunjuknya berusaha mengingat nama siswa yang sedang bersamanya.

"Rayyan, Pak!"

"Ya Rayyan. Tempat ini lebih layak disebut gudang berantakan ketimbang musala." Jari-jari Luthfi kini sibuk menggores tebal debu di atas lemari tempat menyimpan mukena dan sajadah. "Sepertinya kita akan bekerja keras."

"Kita?" Rayyan merasa ucapan guru baru itu adalah beban yang diletakkan di pundaknya tiba-tiba.

Langkah demi langkah, memasuki musala yang berukuran sekitar 5x10 M, kaki Luthfi berhenti saat menginjak sesuatu. Benda kotor berbaur debu, berbentuk balon-balon kecil. Ada sekitar lima buah.

"Apa ini?" Luthfi menjumput satu dan mengangkatnya tepat di depan wajah Rayyan.

"Itu kaya balon, ya, Pak? Mungkin punya Jingga, tapi bauuuu!" Rayyan menutup hidungnya.

"Balon? Siapa Jingga?"

"Jingga itu anak Ibu Risma, hampir setiap hari dia main di sekolah ini."

"Coba perhatikan lagi, ini bukan mainan anak-anak." Luthfi mencurigai sesuatu.

Rayyan memicingkan mata. Menyelidik. Lalu geleng-geleng tak mengerti.

"Ini kondom!" seru Luthfi.

"Apa?! Bukan Pak, saya pernah melihatnya di google, bukan seperti ini bentuknya." Rayyan membantah ucapan Luthfi.

"Ck. Aku sering patroli dan mendapati di kos-kos mahasiswa, waktu masih kuliah dulu."

"Oya Pak? Pantes bau banget." Rayyan ikut terkejut, walaupun dia pernah memegang kondom saat disodori seniornya dulu, tetapi tidak tahu jika bentuknya bisa berubah saat terisi sesuatu.
Batinnya merutuk, 'Sialan, siapa yang berani maen di markas utama kami?' Sejurus kemudian dia bicara, "Oh mungkin itu Pak, ada yang mampir sekolah di saat kosong, dan, dan mereka begituan ...."

"Ini lebih cocok disebut pesta seks, tapi orang gila mana, yang main di tempat ibadah?!"

"Kami akan membersihkannya, Pak."

"Sepertinya kita kembali ke masa jahil. Huft." Luthfi menghela berat.

Keributan mendadak terdengar di luar musala, semua berlarian menuju belakang sekolah.

"Ada apa?" tanya Luthfi, keduanya saling pandang.

Rayyan mengangkat bahunya. Lalu mereka bergegas keluar, mencari tahu apa yang terjadi.

Seseorang menghampiri dua pria yang keluar dari musala itu.

"Yan, ada mayat di belakang sekolah."
Mereka pun berlari, ikut berkerumun di sana.
Ramainya orang, tanpa disadari ada seseorang yang meletakkan sesuatu di tas jinjing Luthfi.

Seorang gadis, terkulai, tubuh penuh darah karena jatuh tepat mengenai batu besar yang ada di semak-semak. Di lehernya masih terikat tali. Gadis itu seorang sekretaris OSIS bernama Janet.

"Apa dia bunuh diri?" Lutfhi melihat ke atas di mana ada tali lain yang putus di sana. Diikuti mata Rayyan tertuju pada arah yang sama. Mereka tak menyangka, belum ada satu jam berpisah dengan Janet, malah sekarang bertemu dalam keadaan tak bernyawa.

BERSAMBUNG

Misi Siswa-siswa JombloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang