Seorang gadis, terkulai, tubuh penuh darah karena jatuh tepat mengenai batu besar yang ada di semak-semak. Dilehernya masih terikat tali. Gadis itu seorang sekretaris OSIS bernama Janet."Apa dia bunuh diri?" Lutfhi melihat ke atas di mana ada tali lain yang putus di sana. Diikuti mata Rayyan tertuju pada arah yang sama. Mereka tak menyangka, belum ada satu jam berpisah dengan Janet, malah sekarang bertemu dalam keadaan tak bernyawa.
Kepsek, Agus, Risma dan guru lain berdatangan.
Tapi ada satu sosok aneh memegang gunting besar, bicara lantang.
"Penghuni bangunan ini sudah marah. Siapa yang suka bermain-main di sana!?" Tukang kebun yang sejak awal berdiri bangunan sekolah sudah bekerja di sekolah itu mengayunkan guntingnya ke arah loteng. "Harusnya kalian menghormati penghuni bangunan ini!" Sambungnya lagi, matanya mengitari semua orang.
Semua orang berbisik-bisik. Luthfi semakin mendekat pada mayat, dilihatnya tali tanpa menyentuhnya.
"Tali ini di potong! Ini pembunuhan!"Semua terkejut.
"Tidak mungkin, bagaimana jika dia memotongnya sendiri?" Ucap seorang guru."Lihatlah, ada beberapa lebam di bagian tubuhnya." Luthfi menunjuk untuk meyakinkan.
"Tapi ...." Guru lain hendak menimpali. Tapi segera dipotong ucapannya oleh kepala sekolah.
"Sudah, sudah jangan berspekulasi, panggil polisi."***
Malam hari di sebuah rumah kecil, rumah dinas yang disediakan yayasan untuk guru dari luar, Luthfi sedang mengatur perabot sederhana yang dipersiapkan untuknya.
"Apa ini? Ini bukan miliku," gumamnya mengeluarkan gunting kecil dari tasnya. Menggeleng pelan, dan meletakkan begitu saja di laci meja.
Meski hidup bergelimang harta, dia terbiasa hidup mandiri dengan bekal secukupnya dari orang tua. Sehingga tidak sulit untuknya beradaptasi di kampung yang jauh, dan serba seadanya. Sekedar belanja pun ia harus menempuh belasan meter, hanya ada warung-warung kecil di sekitar rumah.
"Assalamualaikum." Suara di depan pintu menghentikan aktifitasnya seketika.
Dua sosok tamu sudah ada di depan pintu, Ridho dan Pak Jarwo seorang warga setempat paruh baya. Lelaki yang merupakan tokoh desa itu datang mengantarkan pemuda yang mencari rumah guru yang baru dikenalnya.
"Waalaikumsalam." Ia raih gagang pintu, membukanya.
"Ridho, sampe juga Loe Bro." Luthfi mempersilakan keduanya masuk.
"Iya untung saja tempat terpencil ini terlacak GPS." Ridho, teman sekampus dan satu kostnya dari kota itu melepas sepatu, "Oya sebentar gue ambil sesuatu di motor." Ia keluar.
Luthfi mengangguk, "Bawa apa Loe? Repot-repot aja Loe. Tapi bawanya banyak kan? Haha."
Ridho berlalu dengan tersenyum, Pak Jarwo terkekeh mendengar guyonan Luthfi.
Tidak sampai dua menit, Ridho kembali masuk.
"Ini aneh aku tadi meletakkan benda itu di motor. Kenapa bisa tak ada?""Ada apa?" Luthfi menangkap raut Ridho yang tak wajar.
"Itu ... gue tadi beli martabak dan soto babat kesukaan Loe. Tapi aneh, gue cari gak ada. Jadi cuma ada buah ini yang gue beli di kota tadi siang." Mengangkat kresek berisi buah di tangan kanannya.
Luthfi mengernyitkan alis, "Emang di mana belinya?"
Di pasar besar, di pertigaan setelah masuk ke desa ini.
Luthfi dan Pak Jarwo saling pandang.
"Tidak ada pasar di sini. Semua orang kalau mau beli yang macam-macam harus ke kota. Gue sudah keliling desa kemaren, gak ada pasar di desa ini. Harusnya ... yang Loe lihat saat masuk desa itu bangunan sekolah, SMU Jingga tempat gue ngajar."
Pak Jarwo menghela nafas.
"Itu pasar jin Mas, orang yang pernah melihat, akan mendengar orang-orang tertawa bercanda jual beli di sana, meski sudah diganti bangunan beberapa kali. Mereka masih juga tak mau pergi."Luthfi dan Ridho melebarkan matanya.
"Jadi banyak kejadian dulu di sana. Bangunan gudang tua, awalnya hanya membuat orang pingsan, namun setelah kasus pemerkosaan di tempat itu, beberapa kali menelan korban. Siti yang sepuluh tahun lalu digarap rame-rame oleh pacarnya, hamil dan menikah. Entah kenapa saat waktu melahirkan dia sudah ada di sana. Untung saja ada yang melihat saat ia berjalan ke sana, hingga bayinya bisa diselamatkan walaupun nyawa wanita itu melayang karena perdarahan pasca melahirkan." Pak Jarwo menceritakan tentang bangunan tua yang kini menjadi bangunan sekolah.
Luthfi dan Ridho memegangi leher belakangnya.
"Apa mungkin kematian siswi di sekolah bernama Janet tadi ada kaitannya?" Luthfi bicara pelan. Ridho sontak menoleh, melihat kearahnya, diikuti desahan panjang Pak Jarwo.
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
Misi Siswa-siswa Jomblo
عشوائيMenceritakan empat sekawan yang tiba-tiba harus melaksanakan misi kebaikan setelah datang guru baru dan banyaknya kejadian-kejadian aneh sampai kematian beberapa orang. Ikuti perjalanan mereka yang seru dan menegangkan dengan sisi humor dan romantis.