7.

8 0 0
                                    

Apakah ini sebuah rasa untuk

Melupakan luka?


^^^^


          Setelah aku mandi ku rentang tubuh di hunian ternyamanku. Kasur. Rasanya lelah dan letihku sedikit memudar. Ku pejamkan mataku sejanak. Tiba tiba terlintas. Senyum manis dari Yoga saat mengajakku bicara. Langsung saja mataku membelak menatap lurus langit-langit kamar.

Drttttt

Berdering telfon. Kujawab.

" hallo?"

" HEH REMORANYA ACCUUUUU"

" ternyata oh ternyata kutil badak" batinku.

" apa kutil badak?"

" OMG OMGGGG"

" apa???"

" gaapa siiii aku cuman gabut aja!!!"

" ihhh dasar Kutil badak,,, ngagetin aja aku kira sapa tadi!"

" kau kira Hakim ya?" tanya nya dengan ketawa.

" kamu minta di setrum dewi ubur-ubur ya!! enak aja Hakim,, ngapaiin dia ,,," jawabku kesal.

" ulululu remora nya lagi kesel nihh! Trus sapa?"

" ha? Ya ada"

" sapa ?"

" manusia"

" namanya?"

" gatau belum kenalan"

" berati sering ketemu dong!"

" iya" jawbku tak sadar.

" OH YOGA YAAA!!!"

Terkejut bukan main,,, untuk kedua kalinya mataku membelak . Pasalnya Liza sahabat ku itu manusia biasa atau keturunan cenayang sih?! Kalo nebak kok sellau bener. ini bukan kali pertama Liza menebak dengan benar. Beberapa sebelum nya juga pernah.

" ngawur aja nih!! Ngantuk yak kok suka ngelindur"

" ga nih,Telepatiku mengatakan seperti itu"

" emang kamu cenanyang? Cuman kutil badak aja sok sok an telepati"jawbku lalu tertawa dari balik telfon.

" jangan salah,, keluargaku keturunan R** K***shi jadi ga salah kalo ak bisa nebak gtu!" ucap nya serius.

" kalo keluarga ku keturunan R*y Mar**n bisa apa?" tanyaku.

" ya bisa acting la, kan artis! Mangkannya lo pinter drama,sampai-sampai hidup nya juga penuh drama " ejek nya.

" apaan coba! Hidup ku semulus kertas"

" ya kertas lecek" . kami langsung tertawa. Walau jika menurut kalian tidak lucu. Tapi memang Liza selalu membuat recehan-recehan garing. Tapi aneh nya kami berdua tertawa.

" Eh udah dulu ,bebeb nya acuu mau dateng bawa es krimm" ucap nya.

" dasar bucyn kutil badak!"

" biarin iri kan, hehehe" ucapnya tertwa.

" memang minta di tabok pake kipas super nya doraemon!"

" ahh sa ae remora kutil badak,, Byee gue mau makan es krim"

" awas keselek cinta yang patah" jawabku. Lalu Liza menutupnya.

          Dag dig dug,,, jantungku berdetak. Aku tengah melamun dengan sebuah tatapan kosong namun, aneh nya aku tebayang bayang yoga. Yoga. Dan yoga. Tentang senyum nya dan recehan nya yang membuat ku tertawa. Tentang bulu matanya yang membalik dan tubuh tingginya. Maupun ekskul basketnya.

Walau aku sadar ia salah satu lelaki terpopuler dan banyak yang mengaguminya. Tapi setidaknya aku bisa melupakan Hakim yang kini sedang berbahagia dengan Fathiyah. Walau setengah nya akan sia-sia. Otakku akan memikirkan Hakim secara tidak langsung. Namun boleh juga di coba.

"jika Hakim bisa bahagaia dengan Fathiyah,,,

Kenapa aku gak ya!" batinku dengan menatap langit2.

Tak lama aku tertidur. Denga n sebuah harapan, luka ini akan hilang. Jika tidak. Setidak nya terlupakan oleh mu.

,,,,,

Keesokan harinya, seperti biasa selepas pulang sekolah kami berlatih drama. Mulai dari bagian satu sampai bagian 2. Hari ini sudah H-4,untuk kami pentas. Cukup dadakan. Dan sangat minim waktu untuk berlatih dengan naskah sebanyak itu.

"ayo dek,,, rek, di ulang sekali lagi" ucap mbak ratna

Semua mengiyakan. Setelah mengulang kami menciba berlatih bagian 3 saat yoga, yang berperan sebagai suamiku mati tertembak oleh ajudan jendral.

Tiba-tiba Bu E'EM datang. Ia pembina osis sekaligus guru seni budaaya di sekolahku. Guru killer sekaligus menyebalkan,semenyebalkan itu.

" berhenti,,,,

Berrhenti" ucap nya seakan berteriak.

"ibu mau lihat mulai dari awal sampe akhir ya!" ucap nya dengan senyuman licik. Bukan licik sebenarnya. Tapi karna aku tak suka dengan beliau jadi kuanggap licik.

Kami mengulang adegan , beliau melihat kami ber acting. Belum sampai bagian satu habis beliau menghentikan, katanya mau evaluasi.

"evaluasi apa coba, dia bukan yang buat naskah,,

Apalagi belom selesai juga adegannya" batinku.

Beliau bicara panjang lebar, sepanjang jembatan di sungai han korea dan memberikan kritik setajam pisau dapur. Iya ya. cukup di mengerti aku ta tinggal diam pastinya. Mana bisa aku terima jika beliau ingin membatalkan pentas drama ini.

"demi dewi ular,,, enak kali

Kalo ngomong,,, nanti gajadi main sama yoga dong"batinku.

Lalu tak lama kemudian pak nun datang, ia beradu argument dengan Bu E'em masalah pembatalan drama itu. Panjang kali lebar kali tinggi mereka berdua membahas nya. akhirnya drama ini tetap setuju di tampilkan.

"yess untung lah!" batinku.

"yauda adek-adek,, kita latihan sekali lalu pulang" ucap pak Nun. 

about Me!Where stories live. Discover now