Sembilan. -Abang Dav..

902 62 7
                                    

-Abang Dav... -
.
.
.

Tubuh lemahnya terlihat sangat menyedihkan malam ini , dengan alat-alat medis yang terpasang beberapa waktu yang lalu. 

Semua kejadian yang terjadi siang tadi membuat Rara sangat rapuh,  membuat sosok Rion Hancur. Namun ia harus tegas dalam hal ini,  David mungkin memiliki maksud lain, putranya itu hanya butuh waktu untuk sendiri.

'Entah dimana kamu nak,  papa harap selalu baik-baik saja'

Genggaman tangan sosok bundanya, mampu membuatnya terbangun dari alam senyapnya.  Namun lagi-lagi hatinya tak memiliki keberanian untuk menampakkan keperihan yang ia alami hari ini. 

"Ssstt.. Biar nanti papa yang cari dimana Abang Dav,  Bunda istirahat yaa.. -" Suara penuh kelembutan milik papanya membuatnya ingin menangis.  Berapa banyak lagi keringat dari tubuh yang tak lagi muda itu berjuang untuk dirinya.

Demi tuhan,  ia tak meminta seperti ini. 
Demi tuhan jauh dari belasan tahun yang lalu, ia tak pernah menyesal terluka seperti ini. 
Jauh dari belasan tahun lalu ia menyayangi Abang Dav nya. 

"Papa istirahat dulu aja,  papa pasti capek,  biar bunda tidur sama Akaa.. " Wajah cantik sosok Rara ini,  membuat Seorang Rion tak bisa berpaling dari wanita manapun. 

"Nanti, jika kita tak memiliki apapun,  jangan pernah pergi Ra, Jangan pernah pergi lagi dengan alasan apapaun.. -" Tubuh tingginya ia sejajarkan dengan tubuh istrinya,  tanganya ia lingkarkan memeluk pinggang ramping istrinya.  Kepalanya ia sandarkan dibahu yang penuh dengan beban itu.  Ia rasakan getaran disana, menahan tangis yang ingin keluar. 

"Aku hampir putus asa ra, demi tuhan aku lelah ra,  aku merasa rapuh,  aku merasa semua beban ini terlalu berat ra, kamu tau aku tak punya apa-apa,  Cafe kecil yang kita bangun itu saat ini diambang kehancuran ra.. Aku harus bagaimana mana ra??  Harus bagaimana lagi??  Harus dari mana lagi untuk pengobatan Rakaa..??  " Semakin erat pelukanya,  semakin sesak hatinya. 

Semacam sengatan listrik, usapan lembut dari tangan istrinya mampu sedikit menenangkan hatinya. 

"Bahkan kita  pernah sangat hancur diawal hubungan kita,  kenapa sekarang takut??  Ada aku sayang,  kita hadapi sama-sama,  kita cari jalan keluarnya sama-sama... -"

"Aku mencintaimu tanpa meminta syarat, tanpa menemukan satu alasan, Aku menyayangimu sebagaimana kamu menyayangiku. Jika pun kamu gagal lalu hancur saat ini,  tugas ku disini,  menemanimu dari hancurnya kamu lalu berjalan bersamamu tepat disampingmu,  lalu hingga kamu berhasil dan aku tetap menjadi satu-satunya wanita yang akan ada disampingmu bukan dibelakangmu... -"

"Maaf jika selama menjalani hidup denganku kamu tak bahagia ra.. -"

Tetesan air mata yang sedari tadi ia bendung telah menemukan jalanya.  Keluar tanpa dipinta. 

Tangan yang memeluk pinggang rampingnya,  ia lepas dengan cepat,  memutar tubuhnya menghadap suaminya.  Memegang paras yang tampak lelah dimakan beban berlanjut usia. 

Dikecupnya bibir milik suaminya, mencoba memberikan sedikit semangat disana. 

"Kita jalani semua sama-sama,  apapun yang terjadi kita jalani sama-sama.  Satu lagi,  aku bahagia bahkan sangat bahagia dicintai sosok yang rela memperjuangkan semua dunianya untuk wanita seperti ku.. Terima kasih untuk semuanya.. -" Pelukan erat itu ia dapatkan, bukankah semua sedah suratan.??

Perlahan tapi pasti pelukan itu terlepas,  mencoba meninggalkan putranya untuk istirahat,  satu kecupan penuh sayang mereka berikan untuk putra yang selama ini mereka perjuangkan hidup dan matinya. 

****

Sesakk...

Sudahh pasti, menahan segala sesuatu yang sedari tadi meminta untuk meledakkan lavanya bak gunung berapi.

Isakkan perih ia keluarkan,  lantas harus bagaimana sekarang.?? 

'Raka minta maaf bang.. Raka salah.. Raka minta maaf.. ' Lirih suaranya, terlalu sesak hatinya.

'Raka minta maaf udah nyakitin hati abang, plis dateng bang, adek mau minta maaf ke abang...abang kemana??' Entah harus bagaiaman lagi, yang pasti saat ini tubuh lemah yang hanya mampu terbaring sakit sangat jauh terlalu rapuh.

Flashback.

Tubuh mungil, rambut berantakan, mata menatap tajam kesegerombolan anak laki-laki yang sama tingginya dengan dirinya.

Mungkin mereka seumuran..
Giginya bergeretak..

'Apa liat-liat..-' Katanya garang, dengan memandang satu demi anak laki-laki disana. Tanganya mengepal kesal. Hatinya marah.

'Lemahh..' Sahut salah satu dari mereka.

Dengan sekali gertekan, kakinya ia layangkan tepat mengenai rahang anak laki-laki yang berucap itu.

Bugh... Tubuh mungil itu jatuh akibat tendangan kaki yang David layangkan.

'Bunda..sakit..-' Bak tersadar,  mendengar suara lemah menahan sakit itu, tubuhnya berbalik dengan cepat. Seketika itu pula salah satu dari mereka melemparkan bola yang ia pegang,  tepat mengenai kepala David. 

'Awww... ' Katanya menggeram,  tapi langkahnya ia teruskan,  wajah ketakutanya kentara,  bukan saatnya ia marah terhadap segerombolan bocah laki-laki  kurang ajar itu.  Adiknya harus baik-baik  saja saat ini..

'Ayoo abang bantu bangun.. -' Katanya ketika sudah didepan tubuh rapuh itu.

'Gausa raka bisa sendiri, awass..'

David hanya bisa menghela nafas lelah, lagi-lagi  bantuanya ditolak mentah-mentah.

Flashback Off.

'Maaf bang,  Akaa minta maaf,  Sekarang akaa mau abang disini, plis aka minta tolong bang... -'

Hemmmmm.... Rakaa rakaa dasar..
😢

Raka. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang