10

8 0 0
                                    

Orang-orang melingkar, membicarakan satu topik, "Siapa pelakunya?"
***

"Nggak! Gue yakin pelakunya Sarah!" seru Bambang meramaikan kelas.

Pak Anton sedang izin untuk dua jam mata pelajaran. Akhirnya suasana kelas pun berubah menjadi suasana pasar, di mana orang saling berteriak heboh meramaikan. Sementara itu, Bayu, dan Rafa, yang sebangku karena Budi tak masuk, tengah berdiskusi ria.

Nath tidak menyukai keramaian. Ia berjalan santai dengan membawa earphone di telinganya dan keluar kelas. Tak ada untungnya sedikitpun mendengar kerisuhan saat pikiran tengah berkecamuk. Ia pergi ke ruang perpustakaan, penjaga ruang tersebut hanya tersenyum sambil mengangguk. Paham dengan sosok Nath. Gadis pendiam yang menyukai keheningan. Alunan melodi menghanyutkannya dalam bacaan, membuang jauh segala masalah yang sebelumnya hampir membunuhnya.

"Lo semua kagak bakal nyangka Fatimah pelakunya," ucap Bambang, seorang lelaki murid kelas XI IPA 2. Ia terkenal dengan hobinya, menggosip.

"Maksud lo apa? Dateng-dateng ke kelas gue," bentak Rafa mendengar nama Fatimah, kemarahannya memuncak menyesakkan dadanya. Ia yakin ....

"Fatimah bukan orang seperti itu!" serunya lagi. Ia mencengkram kerah seragam Bambang, lelaki berbadan setengah gemuk dengan rambut agak gondrong.

Sementara orang dicengkraman Rafa malah tersenyum. Melihat tingkah aneh lelaki itu, Rafa pun mundur dan melepas Bambang. Lelaki itu melonggarkan kerahnya, sedikit sesak karena perbuatan Rafa. Ia merogoh saku seragamnya dan membuka hp. Ditunjukkannya sebuah video.

Seorang gadis berpakaian agak terbuka, berjalan mengikuti sosok Nath. Gadis itu memiliki badan yang tidak terlalu tinggi, agak gempal, dan rambut yang terurai hingga hampir sepinggang. Kemudian ketika Nath hampir sampai ke ujung koridor, gadis itu bersembunyi dibalik ruang TU yang berada di seberang ruang seni. Setelah dilihatnya Nath telah sepenuhnya masuk, ia pun berjalan perlahan lalu menutup pintu dan menguncinya. Kemudian ia berjalan santai dan membakar beberapa carik kertas yang dilemparkannya ke arah jendela. Bibirnya tersungging miring, sementara matanya berseri.

"Ogeb, Fatimah darimananya?! Buta ya, Lo?" teriak Rafa kembali mengamuk setelah video berakhir dan ia sama sekali tak menemukan seseorang yang dicurigai Bambang. Dengan kesal, Rafa menjitak dahi Bambang. Lalu pergi ke luar kelas.

Sementara itu, Rafa yang ternyata berakhir di perpustakaan karena mengira bisa menenangkan diri. Malah bertemu dengan Nath, seorang gadis yang sudah satu jam duduk dan membaca buku. Rafa mendekatinya dan duduk di sebelahnya. Ia duduk di lantai, di balik baris terakhir rak buku. Jendela menghadap ke arah sana, terbuka dan memberikan cahaya matahari dari luar. Rafa menatap Nath yang terlihat bercahaya terpapar sinar matahari. Gadis berpenampilan sederhana namun, kepribadian susah tertebak.

"Gue mau denger sesuatu dari lo," ucap Rafa setelah duduk dan menghela nafas panjang.

"Pergi."

"Okay, gue bakal stay di sini sampe lo ngomong," balas Rafa santai. Ia sudah kebal dengan sosok Budi, dingin dan cueknya Nath masih di bawah Budi.

"Gue harus ngomong apa biar lo pergi?" tanya Nath dengan nada datar. Ia jengah dengan semua hal yang mengganggunya, bahkan ke tempat seperti ini. Sementara Rafa hanya tersenyum, begitu mendengar luluhnya Nath.

"Fatimah, bukan dia pelakunya kan?"

Lebih dari apapun, Rafa ingin mendengar pengakuan dari Nath yang notabenenya teman Fatimah. Tak peduli terhadap Bambang yang sedang mengadu ke ruang BK.

"Sejak kapan gue peduli?"

Mendengar jawaban di luar ekspetasinya, Rafa tersentak dan sejenak jantungnya seolah berhenti berdetak. Pupil matanya membulat, tak percaya. Sementara kedua alisnya bertautan.

Ia menatap tajam sosok gadis yang duduk di sampingnya, lalu berkata, "Mungkin gue harus berhenti peduliin lo, Nath."

Hal yang tadi dirasakan Rafa, kini dirasakan Nath. Ia tak percaya ucapan itu akan terdengar dari mulut Rafa. Beberapa hari ini ia sudah terbiasa dengan keberadaannya, bahkan lelaki itu sudah cukup sering menolongnya.

"Terserah," ucap Nath lalu menatap hampa ke arah lelaki yang kini bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkannya.

Rasa bersalah menyeruak, ia ragu bahwa apa yang dilakukannya adalah hal benar. Meski ia adalah korban dari peristiwa itu, bukan berarti ia hanya satu-satunya korban. Nath mengacak-acak rambutnya, ditutupnya buku novel yang tadi dibacanya lalu diletakkan ke rak. Ia tak lagi memiliki setitikpun konsentrasi untuk melanjutkan membaca.

"Pelajaran Pak Anton udah ampir beres, kamu masih bakal di sini?" tanya penjaga perpustakaan tersebut yang melihat Nath masih asyik dengan lamunannya.

Dengan sedikit terpaksa, Nath tersenyum. Diberdirikannya tubuhnya, lalu berjalan ke luar. Benar saja, Bu Dian, guru mata pelajaran Sejarah tengah berjalan menuju kelasnya. Nath berjalan pelan, mengikuti guru berseragam coklat dari belakang.

For A SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang