Cinta Lama Belum Kelar

63 4 1
                                    

Embusan angin berbisik merdu membuat dedaunan melambai. Kicauan burung bersautan kala mentari bersinar terang pada birunya cakrawala. Namun, tak seterang hati Gendis.

Perempuan berparas manis itu harus menelan pil pahit setelah lima hari pernikahannya. Bagaimana tidak? Biduk rumah tangga antara Andaru dan Gendis diguncang prahara. Kabar dari wanita masa lalu kembali mengusik kisah mereka.

Sebuah pesan dari Ratna, sahabat karib Gendis sekaligus Costumer Service di Balava hotel. [Lihat foto-foto yang kukirim, semoga saja bukan Pak Andaru yang ku kenal].

[Mas Ndaru?] Gendis menutup bibir merahnya dengan tangan kanan, seakan tak percaya dengan gambar yang tertera di layar gadgetnya.

[Sabar ya, Ndis. Mungkin Mas Ndaru meeting sama klien di hotel sini]

[Semoga, Rat. Akan ku coba dulu menghubungi Mas Ndaru, terima kasih atas infonya, Ratna]

Satu kali panggilan, dua kali, sampai sepuluh kali panggilan tidak terjawab. Gendis pun resah dibuatnya. "Mas Ndaru, kamu di mana? Aku takut di rumah sendirian."

Semenjak keduanya telah mengucap ikrar di hadapan penghulu, mereka memilih untuk hidup terpisah dari orangtua. Hal yang sudah lazim tentunya.

Jam dinding menunjukkan pukul 18:00 WIB. Gendis mengambil air wudhu dan bersiap menunaikan salat Maghrib. Terdengar sebuah nada panggilan dari gawai miliknya, tampak sebuah nama.

"Assalamu'alaikum, Sayang. Kamu lagi ngapain?" ucap suara dari seberang yang tak lain, Ndaru, orang yang telah dinanti-nanti.

"Waalaikumsalam, Mas. Habis salat Maghrib. Mas di mana? Dari tadi aku telpon tidak diangkat? Mas beneran kerja, kan?" Berbagai pertanyaan meluncur dari bibir Gendis.

"Iya, Sayang. Aku beneran kerja. Apa kamu tidak percaya? Sekarang begini, kamu harus mau berjanji untuk menuruti permintaan suamimu yang ganteng ini. Bagaimana?"

"Alhamdulillah, aku percaya kok. Ya udah, cepetan! Janji buat apa nih?" tukas Gendis tak sabar.

"Tolong kamu menyusul ke alamat yang kukirim dengan segera. Mau ya? Gak pakai tapi! Nanti setelah sampai, harus manut apa kata suami."

"Iya, iya, aku ke sana," jawab Gendis sambil tertawa. Feeling nya mengatakan semua baik-baik saja.

Dengan menumpang taksi online, Gendis meluncur ke alamat yang dimaksud. Setelan merah marun dipadu hijab warna senada membuat penampilannya terlihat sempurna.

Lima belas menit perjalanan, sampailah perempuan muda itu di sebuah hotel yang berada di tengah kota. Segera ia menuju lobby dan mencari sosok Ratna di meja customer service.

Dengan mimik wajah serius, Ratna berbisik, "Apapun kejadian yang akan kamu temui nanti, kuharap bersabarlah," ujarnya tegas. "jangan takut! Aku tetap menemanimu," imbuhnya. Dan Gendis hanya bisa mengangguk berbarengan panggilan dari sang suami.

"Assalamu'alaikum, aku sudah sampai, Mas. Kamu di mana?"

"Langsung aja ke atas, di sana ada restoran. Kita ketemuan di situ." Gendis pun menurut.

Sesampainya di D' Toengkoe Sky Fireplace, Gendis mengedarkan pandangan. Restoran yang bertempat di rooftop dengan desain serta kursi yang ditata sedemikian rupa membuat resto tersebut sangatlah memesona.

Namun, ia tertegun, langkahnya seketika terhenti. Terlihat Ndaru sedang asyik bersenda gurau dengan perempuan lain. Untuk sesaat amarah Gendis meluap tak tertahankan. "Siapa dia?" gumamnya. "kamu kenal, Rat?" tanyanya pada Ratna yang ada di sebelahnya.

"Dia istri pemilik resto ini, namanya Bu Mona," bisik Ratna

"Mona?"

"Gendis, sini!" Suara panggilan Ndaru dan isyarat untuk mendekat Gendis penuhi. Ia pun merapat.

"Selamat ulang tahun, Gendis," ucap Mona hangat. Mereka bersalaman, keduanya melempar senyum.

"Terima kasih," jawab Gendis, sambil menatap manik mata Ndaru.

Entahlah, bagaimana perasaan Gendis saat ini. Ibaratnya genderang perang ditabuh, ia harus terus maju untuk menghadapi kenyataan, atau mundur dan segera menghilang.

*Mas Ndaru jahat nggak sih?*

GENDISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang