21.Jadi, Selesai Sampai Di sini Aja?

238 12 0
                                    

Karena akhir aku dan dia adalah perpisahan. Aku tak mau memikirkan kedepannya akan seperti apa. Yang pasti, semua adalah jalan terbaik. Aku hanya ingin mengikuti alurnya. Jika dia akan membahagiakanku, aku bisa berusaha untuk bahagia untuknya. Aku harap ada pangeran yang hadir saat aku kehilangan dia.

.
.
.
.
.
.

Tya sedang terisak keras dihadapan Rimi. Kini mereka bolos pelajaran terakhir. Rimi yang memutuskan itu. Untungnya, pelajaran terakhir mereka adalah IPA. Kalau saja Bahasa Inggris, Tya akan membenci dirinya sendiri karena pasti tidak akan fokus pada pelajaran.

Mereka tengah ada di UKS. Tya yang memilih tempat untuk bolosnya. Karena mau tidak mau, wajah Tya pasti berantakan. Ingusnya pasti sudah kemana-mana. Tapi Tya tak memedulikan penampilannya di hadapan Rimi. "Nih, lap dulu tuh ingus. Jijik gue liatnya.", kata Rimi. Tya mengambil tissue yang diberikan oleh Rimi padanya. "Jadi, Bisma ngomong apa aja?", tanya Rimi. Tya sekejap menatap Rimi. Lalu dia kembalikan arah fokusnya pada ubin yang sedari tadi menjadi tontonan Tya sambil menangis. "Bisma gak bilang apa-apa. Guenya aja yang baperan, Mi.", jawab Tya. Rimi mendekat ke arah Tya. "Apa lo bilang? Mana mungkin dia gak ngomong apa-apa kalau lo sampe ceurik kayak gini!", tolak Rimi. "Gue bilangin juga nggk ya nggk, Mi!", Tya kesal. Dia berjalan keluar UKS untuk pulang. Pada saat itu, pas saja bel sekolah menandakan waktu belajar-mengajar sudah selesai.

**

"Ya Allah, Ty. Lo kucel amat sih?", tanya Lala yang baru saja akan pulang jika tidak terkejut melihat temannya itu dalam keadaan super kacau.

"La... Pulang bareng yaa. Gue mau ngomong. Gue pengen ajak lo ke satu tempat. Please, La..", mohon Tya pada Lala. "Tap-", sebelum Lala melanjutkan perkataanya, Tya sudah lebih dahulu menarik lengannya ke arah gerbang sekolah. "TYA! ARI MANEH!!", teriak Lala.

~~

"Maksud lo? Jadi, tadituh Si Bisma?", kaget Lala. Tya yang ada di sampingnya mengangguk. Lalu menatap mata sahabatnya yang tengah mengendalikan dirinya setelah terkejut mendengar ceritanya. "Gue rasa.. Emang seharusnya Bisma bilang kayak gitu. Gue ngerasa lebih nyaman aja, sih. Sekarang jadinya udah jelas harus kayak gimana. Semuanya jelas juga kalau gue itu memang udah gak seharusnya ganggu hidup dia.", tutur Tya sambil terus melihat ke arah mata sahabatnya. Dia mulai tersenyum. "Karena akhir dari gue dan Bisma cuman perpisahan. Gak ada yang lain, La. Mau gue dulu pacaran, atau nggk kayak sekarang, gue tetep bakalan pisah sama dia. Gue gak mau mikir ke depannya gue sama dia bakalan kayak gimana. Gue cuman pengen ngikutin alurnya.", kata Tya. Lala yang sedari tadi mendengarkannya hanya diam. Dia merasa kasihan pada sahabatnya itu. Dia tak percaya akan ada orang yang bisa menyakiti temannya yang baik seperti Tya.

"Kalau gitu.. Lo harus bisa ikhlasin Icha sama Bisma. Itu satu-satunya cara buat bisa bikin lo merasa bahagia ke depannya. Gue yakin lo bisa. Lo bukan cewek lemah.", saran Lala. "As you know, darling. I'm so afraid from the world. Tapi, lo dateng buat bikin gue percaya hidup itu adalah untuk dijalani, bukan untuk disesali.", Tya tersenyum ke arah Lala. "Iya udah, mau-", belum selesai Lala bicara, ada yang menyahut dengan nada marah di ujung kafe itu. "GELO SIAH! SIA BISANA NGAN NGARUKSAK HATE AWEWE!KEPARAT MANEH, BISMA!*", nama Bisma disebut dalam percakapan itu. Tya dan Lala dengan cepat mengarahkan pandangan ke sumber suara. Benar. Di sana ada Rimi dan Bisma. Kafe ini terlalu luas untuk disebut kafe. Bahkan adanya orang yang sedang dibicarakan oleh mereka saja mereka tidak tahu.

Tya berjalan mendekat. "Rim? Bis?", Tya mencoba untuk mendekati kedua laki-laki yang tengah ribut di kafe itu. "Kalian ngapain, sih?". "Ini kan yang buat lo nangis tadi? Cowok apaan yang bisanya bikin cewek kayak lo nangis?", kata Rimi sambil memandang Bisma penuh amarah. Tya hanya diam. Rimi kembali mengeluarkan kata-katanya. "Cowok kayak dia gak pantes buat lo pertahanin, Ya! Brengsek banget!". "Lo yang brengsek, keparat!!", Bisma langsung menyambar pipi kiri Rimi dengan tinjunya. "Bangs*t, lo!!!", balas Rimi sambil membayar pukulan Bisma. Jeritan langsung menggema di kafe itu. Para pengunjung dan karyawan membantu Tya untuk berusaha memisahkan Bisma dan Rimi. "UDAH COBA! BIS, BRENGSEK LO!!", teriak Tya. Bisma menghentikan aksinya. Dia melepaskan cengkramannya pada Rimi. Bisma menatap Tya. " Jadi, lo bela Rimi, Ya?", tanya Bisma. Tanpa menjawab pertanyaan Bisma, Tya menarik tangan Rimi keluar kafe. "La.. Gue pulang duluan!", teriak Tya.

"Mau kemana?", tanya Rimi saat akan menaiki motornya. "Kemana aja. Asalkan jauh dari Si Brengsek tadi.", jawab Tya. Rimi tersenyum. Dia langsung menyalakan motornya. "Yuk. Gue ajak lo ke satu tempat.", ucap Rimi sambil tersenyum. Setelah Tya naik ke motor Rimi, mereka melaju ke suatu tempat yang hanya Rimi tahu tujuannya.

***

"Ini dimana, Mi?", bingung Tya saat melihat tujuan akhir mereka. Rimi tak menjawab. Dia menarik tangan Tya untuk masuk ke dalam rumah besar yang sedari tadi Tya lihat. "Mi! Ya Allah!", Tya berusaha melepas cengkaraman tangan Rimi. Tapi nihil, dia tetap ikut ke dalam rumah besar itu.

"Assalamu'alaikum, bun. Rimi pulang!", Rimi menyahut saat masuk ke dalam rumah. Tya mengerti sekarang. Ternyata dia sedang ada di rumah Rimi. " Duduk aja, Ya. Gue mandi dulu, ya.", ucap Rimi sambil pergi ke lantai dua untuk mandi, mungkin. Tya hanya diam. Dia duduk dan matanya menelusuri setiap sudut dari rumah Rimi itu. Lalu dia mengarahkan matanya pada salah satu sudut yang menjadi sumber suara hentakan kaki yang mendekat. "Ehh.. Ya Allah. Siapa ini? Cantik pisan!", ucap seorang wanita paruh baya yang baru saja datang dari arah dapur. Tya tersenyum. Dia menyalami wanita tersebut. "Tya, tante. Temen dari Rimi. Tante.. Bundanya Rimi?", Tya berusaha untuk mendekatkan diri kepada wanita tadi. "Oh.. Jadi kamu yang namanya Tya. Rimi sering cerita, tuh. Mau minum apa, cantik?", tanya bundanya Rimi. Tya menggelang."Gak perlu repot-repot, tan. Aku gak akan lama-lama, kok.", Tya menjawab dengan malu-malu. "Gak usah kasih apa-apa, bun. Dia spesies aneh yang pernah Karim kenal. Minum aja dia mah minum darah.", sahut Rimi dari tangga. Tya langsung menyahut lagi. "Lo kali, minum miras!", kata Tya tak mau kalah. Bunda hanya tertawa melihat tingkah kedua remaja ini. Lalu dia izin untuk mengambilkan minum ke dapur untuk Tya.

"Rumah lo gede juga.", ucap Tya pada Rimi. Rimi berusaha untuk sombong. "Gue, dong. Lo gak boleh bilang rumah gue gede sebelum lo tahu tempat kesukaan gue di sini.", kata Rimi. Tya mengerutkan keningnya. "Aish. Yaudah yuk ikut gue.", Rimi kembali menarik tangan Tya. Tya dibawa ke arah balkon. Tya tercengang. Bukan. Ini tak bisa disebut balkon. Ini area keluarga yang sangan luas yang pernah Tya lihat. "Bagus ya?", tanya Rimi. Tya mengangguk. Lalu dia melihat ke arah Rimi. Tya melihat luka pada ujung bibir Rimi. Tya ingat, kedatangannya ke rumahnya Rimi adalah untuk membantu mengobati luka Rimi. "Mi.. Ada P3K? Gue obatin dulu luka lo.", tanya Tya. Rimi menunjuk ke arah lemari kecil di dalam rumah. Tya langsung berlari ke arahnya. "Mana? Gak ada, kok?", Tya berusaha mencari obat yang dia cari. Rimi tertawa. "Kata siapa obatnya ada di sana? Gue cuman asal nunjuk. Obatnya ada di lemari sebelah kanan pintu kamar itu tuh." , kata Rimi. Tya kesal. Dia dengan cepat menuju lemari yang mungkin kali ini benar-benar.

Tya berjalan ke arah Rimi. Duduk di sebelah Rimi. Di atas sofa yang entah mengapa harus disimpan di area luar rumah itu. "Rim, makasih banyak, ya. Gue gak tahu harus gimana hari ini. Mungkin sekarang lo tahu apa masalahnya. Gue berterimakasih banyak buat lo yang udah berusaha bela gue. Tapi, janga lakuin ini lagi kalau bikin lo luka, ya.", kata Tya sambil pelan-pelan mengobati luka Rimi. Rimi meringis. Lalu dia tersenyum. "Gak apa-apa kali. Lo aja yang berlebihan.", jawab Rimi. Tya tersenyum. Rimi terus menatap Tya. "Tya..", panggil Rimi dengan lirih. Tya mendongkak. Jarak antara Rimi dan Tya begitu dekat, disempurnakan dengan saling tatapan itu. Angin sore itu berhembus. Bandung waktu itu cukup panas untuk mereka yang sedang mengontrol detak jantung masing-masing. Sore yang cukup manis.








---
Thanks
I'm sorry I'm late.
Luvyaall:3
Next~

Bahasa Inggris Vs MatematikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang