Part 11 - Pacar orang

6.9K 726 40
                                    

Dini tersenyum sedih sambil mematikan sambungan teleponnya dengan Nara. Laki-laki yang ia sukai kini sedang bersama sahabatnya sendiri.

Sudah, Dini sudah coba untuk membunuh rasa sukanya pada Barra. Tapi perasaan suka itu semakin menjadi.

Barra akhir-akhir ini berada dalam radius yang sangat dekat dengan Dini, sebagai pacar Nara. Membuat hatinya menggila.

Ah, takdir terkadang tidak adil.

"Dini, ayo masuk! Bu Tuti udah jalan mau ke kelas, tuh," ajak Nisa.

Dini mengangguk. Dengan langkah tergesah ia mengikuti langkah Nisa  memasuki kelas mereka. Hampir dua jam ke depan mereka akan belajar matematika dengan guru yang bernama Tuti.

Hingga bel jam istirahat pertama berbunyi. Dini dan Nisa akhirnya bernapas legah. Dua jam lebih bersama Matematika membuat otak mereka kebas.

"Dini, Nara mana?" Seseorang memasuki kelas dan menghampiri, seorang murid laki-laki yang bernama Ali.

"Kenapa? Ada perlu ada perlu apa?" Nisa menyelah.

"Tuh, dia dicariin satpam sekolah."

Dini dan Nisa saling lirik. Ada urusan apa satpam mencari Nara?

"Helm Nara kemarin ketinggalan di sekolah. Dititipin sama murid yang nemu. Buruan jemput di pos satpam," jelas Ali.

"Nanti biar  gue sama Nisa yang ambil. Makasih infonya," ungkap Dini.

Ali mengangguk begitu saja, kemudian ia berlalu pergi.

"Gue kira Kak Kenan datang ke sekolah makanya dicariin satpam. Taunya karena helm yang ketinggalan," kata Nisa.

Dini mengangguk. "Gue jantungan kalau benar Kak Kenan datang. Kita bisa habis diintrogasi kalau dia sampai tahu Nara bolos."

"Nara benar-benar, deh! Dia enak-enak pacaran sama Barra, kita yang harus bohong di sini," dumel Nisa sambil bangun dari kursinya. "Yuk, kita ambil helm Nara di pos satpam."

"Lo aja deh yang ambil. Gue mager." Dini meletakkan kepalanya di atas meja.

"Enak aja! Barengan, ayo!" paksa Nisa.

Sejujurnya Dini sedang tidak bersemangat hari ini. Sudut hatinya terluka.

Dari luar Dini sangat pandai bersandiwara, tertawa ketika luka. Seluruh tubuh Dini lelah, kecuali bibirnya yang selalu coba untuk tersenyum. Dini ingin selalu terlihat baik-baik saja.

"Lo agak beda akhir-akhir ini," Nisa merasakan ada yang berbeda pada sikap Dini.

"Beda apanya, sih?"

"Lo sering murung kalau gue perhatikan. Ngelamun. Dan saat lo tertawa, tawa  terdengar sumbang. Istilahnya itu pura-pura bahagia," jelas Nisa.

"Ah, dramatis banget pikiran lo! Udah, ayo buruan! Kita ambil helm Nara," elak Dini. Ia berjalan cepat menuju gerbang, diikuti Nisa.

Sesampainya di gerbang sekolah Dini dan Nisa dikejutkan oleh kehadiran Kenan. Laki-laki itu duduk di kursi yang ada di depan pos satpam. Si Ali berbohong atau bagaimana? Kenapa ada Kenan?

Mendadak Dini dan Nisa gugup, bagaimana kalau Kenan bertanya tentang keberadaan Nara?

"Ayo, ayo! Kita balik ke kelas sebelum dilihat Kak Kenan," ujar Nisa buru-buru. Mereka bersiap memutar tubuh, tapi suara Kenan mengudara dengan tajam terlebih dahulu.

"Hei kalian!" panggil Kenan. "Di mana Nara?"

Mampus!

Mati gue!

Untuk Kita Yang Tidak Bahagia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang