%%%____DaT____%%%
Pagi-pagi.
Aryan dan Erza sudah siap-siap berangkat ke Bandara.
Aryan memeluk Zena sangat erat. "Hati-hati ya. Awas, kalau ada apa-apa segera menelepon atau memberi kabar,"
Zena hanya mengangguk.
"Nggak," ralat Aryan. "Meski nggak ada apa-apa juga harus sering ngasih kabar."
Erza berdiri di teras samping rumah Aryan sedang berpamitan juga pada nyonya Lynnel pada istri serta anaknya ikut tersenyum mendengar perkataan adiknya itu. "Kalau bisa, satu jam sekali aja ngasih kabarnya, Na!" ia sedikit mengeraskan suaranya karena jarak mereka sedikit jauh.
"Iya, begitu," tanpa sadar Aryan membenarkan usul Erza. "Eh, satu jam sekali?" ia baru menyadarinya. "Jangan satu jam sekali, maksudnya. Jika aku sedang istirahat atau jika kamu sedang tidak mengerjakan apa-apa."
Semuanya terkekeh melihat Aryan yang menjadi salah tingkah.
"Cepetan, nanti ketinggalan pesawat." Kata nyonya Lynnel memberi semangat pada keduanya.
"Berangkat dulu ya. Assalamualaikum." Ucap Aryan dan Erza hampir bersamaan.
"Wa'alaikumsalam wr. wb." Jawab Zena dan semuanya hampir bersamaan juga.
Erza dan Aryan naik taksi karena tak mau diantar oleh Shafa. Bagi Erza, dia sering meninggalkan Shafa dan anaknya ke Luar Kota atau ke Luar Negeri. Tetapi, bagi Aryan. Semenjak dia mengenal dan lebih tepatnya menikahi Zena. Itu adalah pertama kalinya dia meninggalkan Zena.
Erza mengerti perasaan Aryan. Dia menepuk bahu adiknya itu. "Jangan khawatir, di rumah ada Shafa dan juga mamih yang akan menjaga Zena mu itu." Godanya sedikit menghibur Aryan.
"Aku nggak tau Bang. Rasanya ada yang aneh di hati ini dan aku merasa akan terjadi sesuatu pada mereka-"
"Husshh," potong Erza. "Jangan bicara begitu, mereka mendoakan kita. Sebaliknya, kita harus mendoakan mereka juga."
Aryan mengembuskan napasnya sambil mengangguk pelan.
Di rumah.
Zena hendak masuk ke dalam. Tapi, Shafa segera memanggilnya.
"Zena, sayang!" panggil Shafa melambaikan tangannya sambil menurunkan Arabella. "Main sama Oma ya sayang di dalam."
"Iya." Jawab Arabella langsung berlari menyusul Nyonya Lynnel ke dalam.
Zena lalu berjalan menuju ke pagar besi pembatas antara rumah keduanya.
"Ada apa mba?" tanya Zena tersenyum.
"Nanti malam tidur di rumah mba kan. Nanti mba kena semprot Aryan kalau kamu nggak tidur di sini." Kata Shafa tersenyum membayangkan bagaimana sewot adik iparnya itu jika tahu Zena tidur sendirian di rumahnya.
"Iya-iya mba. Insya Allah aku akan menginap di rumah mba sampai mas Aryan pulang nanti." Jawab Zena mengerti. Dia juga sebenarnya sedikit takut jika tidur sendirian di rumah baru di kota yang masih baru dan asing baginya itu.
"Ahh, baguslah. Mba jadi punya temen begadang." Ujar Shafa terlihat girang.
"Kalau begitu, aku mau mencuci pakaian dan juga beres-beres rumah dulu mba." Pamit Zena.
"Jangan masak makan siang ya. Masak di mba aja, kita makan bareng-bareng." Kata Shafa lagi.
Zena hanya tersenyum sambil mengangguk kecil.
Keduanya kembali ke rumah masing-masing.
Di dapur. Ternyata nyonya Lynnel baru saja menerima telepon dari pembantunya di mansion kalau Tuan Nayef suaminya masuk rumah sakit tadi malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIRIMU adalah TAKDIRKU [END]
SpiritualEND [08 July 2019] Cinta memang tak memandang status dan usia. Agama dan juga Harta. Tetapi... Jika cinta hadir dari yang berbeda agama. Apakah semudah itu cinta akan dapat restu dari semuanya? Allah Maha pembolak balik hati. Jika yang di atas berk...