[12] Janji untuk Kembali

507 72 39
                                    

sebelum mulai
Chapter ini akan lebih panjang dari biasa, sedikit.
Kan chapter terakhir, boleh dong?

💦💦💦

Ify tersenyum. Akhirnya semua usai sampai di sini. Rio pun merasa begitu, dirangkulnya Ify erat. Memberi kekuatan.

Deri sendiri tidak bergerak, hanya tergugu semenjak tadi.

Ia kecewa.
Deri menyesal sudah menyia-nyiakan Sartika dan anaknya yang bahkan belum sempat melihat dunia.

Hujan bukan hanya soal cuaca. Hujan pun bisa datang dari dalam hati. Saat sesak terlalu penuh, mungkin cara terbaik untuk melepasnya adalah menangis. Setelah hujan pergi, yakinlah. Selalu ada pelangi yang membuktikan bahwa hati sudah berhasil berdamai dengan masalahnya.

Dan, ya. Ify sangat mengerti itu.

💦💦💦

Hari demi hari sudah berlalu. Tidak berasa bahwa mereka sudah melewati dua bulan penuh.

Kini hari ini, adalah hari paling spesial untuk Ify dan Rio. Mereka telah membuktikan, bahwa mereka memang ditakdirkan bersama dan ada untuk saling melengkapi satu sama lain.

"Ehm, Ma.. Ayah.. Ify.." Kata-kata Ify terbata. Dirinya merasa tidak percaya diri, mungki karena gugup atau karena ada perasaan yang mengganjal.

Reva, yang dipanggil Ify dengan kata Mama, dan Deri, yang dipanggil Ify dengan Ayah menoleh. Keduanya terpaku. Melihat Ify yang cantik bak seorang putri raja.

Ify yang dilihat instens oleh Reva dan Deri pun menunduk malu, "aneh ya?"

Reva dan Deri menggeleng-geleng. Keduanya berdecak kagum.

Bagaimana tidak, kini Ify terlihat begitu anggun dengan gaun pengantin dan sepatu heels yang menunjang penampilannya. Rambutnya yang digelombangkan disematkan hiasan berwarna senada dengan gaunnya menyempurnakan tampilan Ify.
Reva berinisiatif untuk berdiri di samping Ify, tersenyum begitu lembut.

Sungguh, saat itu, air mata Ify turun dengan sendirinya. Setelah sekian lama Bunda-nya pergi, akhirnya ia kembali bisa merasakan sosok seorang ibu dalam Reva.

Reva terkejut, mengambil tisu untuk menghapus air mata Ify.

"Kenapa nangis, sayang? Kamu cantik, cantik banget malah. Mama yakin, Rio gak akan berpaling kalau udah liat kamu gini."

Ify tersenyum. Satu lagi air matanya luruh. Diikuti dengan air mata yang lain. Ia tak pernah merasa sebahagia ini semasa hidupnya.

"Kok sedih, sih? Udah, jangan nangis, nanti mbak-nya harus rias kamu ulang," gurau Reva masih sambil membersihkan tetes air mata Ify.

Ify menggeleng, "aku bahagia, Ma. Sangat bahagia. Bagi aku, Mama Reva sudah seperti Bunda aku."

Reva memeluk Ify erat, air matanya ikut jatuh, "harusnya Mama yang berterima kasih sama kamu. Terima kasih untuk semuanya, untuk ada di samping Rio, untuk menjadi kuat, untuk tetap menjadi kamu."

Ify menggangguk. Rasanya ia tak ingin melepas peluk itu. Sudah lama sekali ia tidak merasakan kehangatan dari seorang ibu.

"Aku yang harus berterima kasi sama Mama. Sama Rio. Karena kalian, aku bisa menjadi Ify yang sekarang kalian kenal. Karena kalian aku belajar banyak hal. Karena kalian, aku bahagia bisa bersama Rio." Ify menyeka air matanya. Senyum manisnya terbit begitu lebar.

Ify melepas peluk mereka, beralih dengan anggun mendekati sosok yang sedari tadi berada di sana. Menonton adegan 'drama' dirinya dengan Reva.

"Ayah.." Ify tersenyum begitu manis, "terima kasih untuk semuanya."

Pluviophile: Sang Pencinta Hujan | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang