[14] Akhir yang Sesungguhnya

322 54 30
                                    

—Extra—

"Terima kasih sudah hadir. Dan untuk acara puncak hari ini, hadirin sekalian, mari kita sambut pemenang Bussinessman Muda Berbakat tahun ini, Mario Aditya!"

Gemuruh tepuk tangan memenuhi aula besar itu. Bagaimana tidak, acara ini hanya diperuntukkan untuk orang-orang penting. Bukan sembarang orang.

Dan di sinilah mereka. Rio akhir tahun lalu merintis karier pertamanya sendiri sebagai pemilik restoran dengan tema klasik. Pluvio Cafe, usaha yang ia kelola kini sudah menjalar ke beberapa kota. Bahkan beberapa cabang perusahaannya telah bekerja sama dengan pemegang saham negara ASEAN lain. Sungguh pencapaian yang luar biasa!

Tentu saja, seluruh kerja keras dan hasil yang Rio rasakan ini tidak terlepas dari dukungan orang-orang di sekitarnya, Raina Daify Sartika dan anak mereka yang tahun ini menginjak usia tiga setengah tahun.

Dengan setelan jas hitam nan mengkilap, Rio naik ke panggung membawa seluruh bahagia dan wibawa.

Saat di panggung, Rio menerima penghargaan dan plakat apresiasi dengan embordir "Pluvio Cafe" di atasnya.

Rio pun diminta menyampaikan sepatah dua kata sambutan.

"Hadirin sekalian, saya, Mario Aditya, ingin mengucapkan terima kasih atas apresiasi yang telah diberikan pada saya. Saya juga banyak belajar dari teman-teman bisnis sekalian tentang bagaimana cara pertama kali merintis sebuah usaha. Kemenangan ini saya persembahkan kepada Tuhan, kedua orang tua saya, dan keluarga kecil saya; istri saya dan anak saya. Semoga di kemudian hari, kita bisa bekerja sama dengan baik dan saling membangun satu sama lain. Sekali saya sangat berterima kasih dan penghargaan ini akan saya gunakan sebijaksana mungkin."

Setelah sambutan dari Rio yang diikuti beberapa pengantar lain dari sang pembawa acara, akhirnya hadirin diperkenankan untuk menikmati jamuan yang tersedia.

"Selamat, Yo! Aku bangga sama kamu." Suara wanita cantik itu masuk ke pendengaran Rio.

Rio mengecup pelan puncak kepala dua perempuan yang selalu mengisi harinya, "ini karena kalian. Terima kasih dan selamat untuk kita!" Rio menampilkan senyum terbaiknya.

Ify tertawa pelan, "ya, selamat untuk kita. Yaudah sekarang ke sana, yuk, Yo." Dengan sebelah tangannya yang tidak digenggam sang anak, Ify mengamit jemari Rio menuju salah satu pojok makanan yang disediakan.

💦💦💦

Di sisi lain, tampak seorang pemuda tampan yang sedang berbincang santai dengan rekan pebisnis yang hadir.

"Rio memang hebat, ya. Oh iya, dengar-dengar sekarang kamu mulai ikut kerja, ya? Sudah rintis atau belum?"

"Iya. Belum, Pak. Puji Tuhan sekarang masih melanjutkan usaha Papa," katanya.

Sang lawan bicara menanggapi, "wah, baru usaha orang tua aja udah sukses. Gimana nanti kalau usaha sendiri? Pasti udah siap, nih, jadi calon pemenang selanjutnya."

Keduanya tertawa. Pria bersetelan abu-abu itu hanya menanggapinya ringan, "tidak usah berlebihan. Saya belum semahir itu, kok. Masih perlu banyak belajar."

Melihat cangkir yang dipegang lawan bicaranya kosong, ia sebagai yang lebih muda berinisiatif menawarkan, "sepertinya kita masih bisa bicara tentang banyak hal. Jadi, saya rasa segelas Martini cocok untuk menemani kita."

"Boleh juga," balas pria yang lebih tua puluhan tahun darinya itu.

Sosok laki-laki muda itu pun menuju tempat minuman, berniat mengambil dua gelas minuman segar dari piramida gelas di sana.

Pluviophile: Sang Pencinta Hujan | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang