The Young Teacher (Revisi)

45 8 2
                                    

Halo, pembaca!! 😊💛
Senang, kamu berkenan singgah di cerita ini. Salam dari AQ, selamat membaca dan semoga merasa terhibur. 😊💛

Reni baru saja selesai mandi dan segera memakai seragam sekolahnya. Di luar, sudah ada Ayahnya yang tengah menghangatkan motor dan Ibu yang sedang membuatkan sarapan untuknya di dapur.

Suara mesin motor dan desingan minyak panas menjadi musik bagi Reni setiap pagi.

Ia sudah keluar dari kamarnya dengan seragam yang lengkap dan segera melangkah ke dapur. Di atas meja sudah ada sepiring nasi goreng dengan omelet dan segelas susu putih hangat yang siap mengawali harinya.

Langsung saja ia santap sarapannya yang menggiurkan itu.

"Eeh, diminum dulu susunya.." perintah sang Ibu ketika melihat putrinya itu langsung melahap nasi goreng buatannya. Ia sudah hafal, jika Reni makan terlebih dahulu, susu yang dibuatnya itu tak akan diminum sama sekali.

Reni memang diharuskan meminum susu setiap pagi oleh Ibunya. Karena seperti yang wanita itu lihat, putrinya itu kekurangan darah, daya tahan tubuhnya mudah menurun, wajahnya sering pucat tiba-tiba dan jantungnya juga terlalu lemah jika digunakan untuk berlari. Buktinya, lari sedikit saja, wajah Reni langsung seperti tak berdarah sama sekali. Hal itu membuat sang Ibu merasa khawatir dan takut terjadi sesuatu pada putrinya itu. Itulah yang membuat Reni wajib minum susu setiap hari.

"Iya, Mah," Reni langsung meneguk segelas susu yang bertengger di samping piringnya itu sampai tandas.

Meski sebenarnya ia tidak suka dengan susu, apalagi susu putih yang aromanya khas, ia tetap harus menghabiskan susu yang dibuat oleh Ibunya itu. Karena baginya itu adalah bentuk kasih sayang seorang Ibu yang patut diterima.

Kurang dari 5 menit, Reni sudah menghabiskan sarapannya. Kini ia bergegas ke kamar lagi untuk mengambil tas dan uang jajannya yang pasti sudah terletak di atas meja belajarnya. Ia langsung mengantonginya ketika melihat selembar uang kertas berwarna lavender tergelar di mejanya dan langsung keluar.

"Mah?" Reni tak melihat ada Ibunya. Atau mungkin sedang menjemur pakaian? Pikirnya.

Ia segera berlari ke belakang, tempat jemuran berada. Dan, benar. Ibunya ada di sana. "Mah," panggilnya membuat sang Ibu menoleh dan menghentikan pekerjaannya.

"Mau pergi?" Wanita berumur 36 tahun itu langsung mengeringkan tangannya dengan daster yang dipakainya saat melihat tangan sang putri terulur ke arahnya.

"Aku pergi ya, Mah," pamit Reni seraya mencium punggung tangan Ibu tercintanya itu. "Assalamu'alaikum.." salamnya.

"Wa'alaikumussalam.." balas wanita itu sambil tersenyum ke arah putrinya.

Reni beranjak memakai sepatu dan langsung menghampiri Ayahnya yang sedari tadi sudah menunggunya di halaman rumah. "Udah, Yah," beri tahunya pada sang Ayah dan langsung menaiki motor.

Tanpa pikir panjang lagi, sang Ayah langsung menstarter motor kesayangannya itu dan melaju ke sekolah Reni. "Pegangan, Ren," perintah sang Ayah sebelum menambah kecepatan motornya.

Hari ini tak ada Shintya yang datang menjemput seperti biasa, karena gadis itu sudah berpesan sekitar pukul 11 tadi malam bahwa ia tidak bisa menjemput, dikarenakan ia harus pulang lebih awal hari ini. Kenapa? Itulah yang Reni tak paham.

Sesampainya di gerbang sekolah, gadis itu langsung berjalan menuju kelasnya. Di sana pasti sudah ada Shintya, pikirnya. Karena selain gadis itu harus pulang lebih awal hari ini, sahabatnya itu juga harus datang lebih awal. Karena hari ini adalah jadwal piketnya di kelas.

Reni memasuki kelasnya. Dan, tak ada Shintya di sana. Ke mana dia? Ia celingukan ke sana ke mari, seperti orang yang kehilangan anak. Anak? Memangnya Shintya anak Reni?

It Sweets Like Oreo ( ON GOING )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang