OO4

98 20 0
                                        

Entah beruntung atau tidak, tetapi semenjak pertemuan ketiga mereka, baik Hyungwon dan Wonho jadi mengetahui nama masing-masing.

"Orang asing?" Wonho menatap pemuda di hadapannya tidak percaya.

Hyungwon tersenyum kemudian menganggukkan kepala. "Kau, orang asing yang waktu itu memotretku kan? Kau juga yang memelukku di dekat lapangan kan?" Wonho menganggukkan kepalanya. "Karena aku belum tahu namamu berarti kau masih orang asing bagiku." Ucap Hyungwon dengan santai.

Wonho menggembungkan pipinya seraya memutar mata kesal. Tangan kekarnya mengulur ke depan dengan sebuah senyum kecil berada di wajahnya. "Shin Wonho."

"Hyungwon." Sebuah bunga berwarna biru berada di tangan Wonho setelah sebelumnya bunga itu dikecup oleh Hyungwon. "Chae Hyungwon."

"Ah, aku pasti sudah gila!" teriak Hyungwon dengan tangan yang masih sibuk memukul kepalanya.

Ponsel Hyungwon tidak berhenti bergetar dengan layar yang terus menyala menandakan adanya panggilan masuk. Nama orang asing yang bertemu dengannya lima hari yang lalu di perpustakaan tertera di sana.

Dengan jari telunjuk tangan kanan yang sudah dia gigiti, pemuda itu mengangkat telepon dari orang yang telah meneleponnya berkali-kali selama lima hari ini. "Ha-Halo?" ucapnya ragu.

"Temui aku, lusa di jam yang sama di lorong perpustakaan tempat kita bertemu."

Panggilan itu terputus begitu saja, meninggalkan seorang Chae Hyungwon dengan muka yang memerah dan suara teriakan tertahan.

Matahari terlihat masih setia di singgahsananya ketika Hyungwon bersandar di rak buku tempatnya bersandar seminggu yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matahari terlihat masih setia di singgahsananya ketika Hyungwon bersandar di rak buku tempatnya bersandar seminggu yang lalu.

"Kau sudah datang?" Kemeja hitam dengan garis-garis vertical berwarna putih terlihat begitu pas di tubuh Wonho. Aroma mint menguar beriringan dengan langkah pemuda itu ke arah Hyungwon.

Dehaman mengalihkan perhatian Hyungwon dari tubuh kekar pemuda di hadapannya. "Jadi, kenapa harus bertemu di sini?" tanya Hyungwon.

Wonho tidak langsung menjawab, melainkan mendekatkan tubuhnya ke arah Hyungwon.

Spontan membuat pemuda yang lebih tinggi itu membuang muka ke arah jendela yang merefleksikan cahaya matahari di sisi kirinya.

"Kau menghindariku?" tanya Wonho dengan suara yang lebih rendah dibandingkan biasanya. "Kenapa jarang mengangkat teleponku? Kenapa lama menjawab pesanku? Kau benar-benar memiliki kekasih?"

Entah mengapa, lidah Hyungwon begitu kelu, tidak ada satupun kalimat yang dapat dia lontarkan.

Keheningan menyelimuti mereka. Leher Hyungwon mulai merasa pegal karena terus bertahan di posisi tersebut, ditambah dengan cahaya matahari yang menyilaukan matanya. Wonho cukup peka dengan hal tersebut, tangan kekarnya menyentuh sisi kiri wajah Hyungwon untuk menghalau sinar matahari mengenai Hyungwonnya.

Usapan lembut di sisi kiri wajahnya menyiptakan perasaan yang belum pernah Hyungwon rasakan sebelumnya.

"Aku takut." Bisik Hyungwon dengan lirih. "Aku takut terlalu nyaman bersamamu."

Dua Kuas Satu KanvasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang