Tentang sebuah kuas yang melukiskan perasaan Wonho dan kuas lainnya yang melukiskan senyuman Hyungwon. Biarlah kanvas mereka menjadi sebuah lukisan yang abstrak, dengan merah jambu sebagai warna dasarnya.
ーhyungwonho.
Kata orang, waktu dapat menyelesaikan semua masalah.
Itulah yang selama ini Hyungwon pegang. Bertahan setiap detik untuk selalu bersama Wonho, meyakinkan sang kekasih bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Selalu memberikan ketenangan berwujud senyuman demi menghalau amarah Wonho.
Dan semua kesabaran Hyungwon selalu berakhir manis. Mungkin benar Wonho akan mendiamkannya sampai amarahnya mereda, tetapi setidaknya perabotan mereka tidak lagi menjadi sasaran.
Tidak ada lagi suara keramik ataupun kaca yang pecah.
Dan tidak ada lagi air mata ataupun suara serak Hyungwon yang menahan Wonho untuk pergi.
Sedikit demi sedikit perusahan keluarga Wonho mulai membaik. Ketika perusahaan keluarga Wonho sudah mulai stabil, Wonho tidak pernah lagi berulah. Selalu pulang tepat waktu dan memperlakukan Hyungwon dengan sangat manis dan baik, seolah-olah Hyungwonnya yang rapuh akan hancur apabila dia tidak berhati-hati.
Namun, bukan berarti mereka tidak akan bertengkar lagi. Mereka bisa saja bertengkar, mungkin karena sesuatu yang lebih serius dari sebelumnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Salju pertama turun pada hari itu, Wonho masih harus menghabiskan waktunya di kantor karena terdapat kesalahan dalam memasukan data saham, belum lagi kesalahan lainnya yang dilakukan oleh karyawan magang, sedangkan Hyungwon nyaris mati kebosanan di rumah sakit karena sedang tidak ada pasien ataupun perawat yang mengajaknya bicara.
Ketika dia keluar dari ruangannya, tanpa diduga, seorang teman lama bertemu dan menyapanya dengan hangat serta menawarkan meminum kopi bersama.
Tanpa pikir panjang, Hyungwon mengiyakan.
Namanya Jooheon, Lee Jooheon. Seorang teman masa sekolah Hyungwon yang melanjutkan sekolah di Amerika Serikat untuk membantu sang kakak merawat anaknya yang baru saja lahir.
"Apa kabar? Makin cantik aja, Sayang."
Rona merah muda tanpa aba-aba menghiasi wajah Hyungwon beriringan dengan sebuah tawa yang mengalun begitu indah dari sang dokter.
Dengan wajah jenaka Hyungwon menunjuk Jooheon. "Makanya jangan lama-lama tinggal di negeri orang, kamu jadi enggak tahu kalau aku bisa secantik ini kan?" ejek Hyungwon pada Jooheon.
Jooheon tertawa. "Tapi serius, Chae, dengan rambut hitam yang lurus itu kamu kaya bidadari."
Begitulan Jooheon, selalu suka menggoda semua orang yang menjadi lawan bicaranya. Tetapi Hyungwon sudah hafal bahwa itu hanya gurauan dari seorang Lee Jooheon.
Karena pada faktanya, di hati Jooheon sudah terdapat seorang pemuda berkewarganegaraan Amerika Serikat yang tinggal bersama Jooheon di Seoul selama beberapa bulan ini.
Candaan demi candaan Hyungwon dan Jooheon lontarkan selama nyaris lima jam mereka berada di sana, makanan demi makanan silih berganti di samping menemani perbincangan mereka. Getaran ponsel dan langit yang menggelap tidak mengalihkan perhatian mereka.
Sampai ketika jam menunjukkan pukul delapan malam, Jooheon mengantarkan Hyungwon pulang sampai di depan apartemennya. "Nomorku masih sama, kalau kamu masih menyimpannya sih." Ucap Jooheon dengan senyum manis dan tangan kanan yang mengacak rambut Hyungwon.
Hyungwon mengangguk dan memasuki apartemen dengan perasaan yang senang.