Chapter THREE

2.3K 295 36
                                    

Setelah perdebatan panjang keduanya, Jimin berhasil mengejar Yoongi hingga pintu keluar stasiun dan memilih mengajaknya berdamai meskipun dengan perkataan hanya sekali kok padahal itu berupa bualan saja yang diucapkan Jimin.

Tentu Jimin inginnya terus akur kepada calon pendamping hidupnya, ah mengenai itu Jimin tidak bisa memastikan hatinya tapi yang pasti ia tertarik untuk mengikuti kehidupan pria Min ini. Lucu saja, Jimin jadi gemas bagaimana pria yang dianggap menyeramkan oleh karyawannya dan di mata Jimin beranggapan kalau Yoongi itu menggemaskan

Apa selera Jimin yang berbeda? atau aneh?

Mengenai cafe mana yang mereka tuju, akhirnya mereka menyambangi kedai ramen disudut jalan. Tidak terlalu ramai untuk waktu yang masih terbilang sore.

Lalu laju Yoongi mengarah pada meja yang berada di pojok ruangan dan Jimin mengikutinya dari belakang, enggan protes meskipun dia ingin duduk di halaman kedai. Keduanya saling diam canggung, merasa tidak tahu harus berbicara apa dan terjadilah keduanya sama-sama menggaruk tengkuk atau kadang Yoongi yang menggaruk dahi nya serta Jimin yang mengibaskan rambutnya.

Sejujurnya hal ini juga merupakan sesuatu yang baru Jimin, karena biasanya ia tidak akan seaneh ini hanya berpikir mengenai percakapan apa yang ingin dibahas. Dan perihal pasangan, Min Yoongi adalah orang pertama yang membuat Park Jimin tertarik.

Dan untuk Min Yoongi sendiri, ia canggung karena harus berhadapan dengan salah satu pria panas dan hanya berdua. Makan bersama. Ah pada akhirnya Yoongi pun menyadari bahwa Jimin merupakan pria panas namun sekali lagi, ia enggan untuk memuji pria tersebut. Yoongi tahu sekali tipe-tipe Perdana Menteri Park ini adalah orang yang besar kepala jika dipuji.

Dua manusia itu sama-sama buta akan suatu hubungan, dua manusia itu sama-sama terlihat seperti orang bodoh ketika keduanya tidak saling beradu mulut.

"Ahjumma, ramennya satu, ah kau apa Menteri Park?" alis Jimin terangkat sebelah kemudian beralih pada ahjumma yang sudah berada disampingnya dengan tangan memegang pulpen dan kertas yang berguna untuk mencatat pesanan pelanggan.

"Ah, saya mengenal anda. Anda astaga! Perdana Menteri Park!" ahjumma yang berusia sekitar limapuluh tahunan itu sedikit berteriak dan ia mengalihkan pandangannya kesekitar saat Jimin membuat gestur menaruh telunjuknya dibibirnya bermaksud untuk menyuruh ahjumma itu diam.

Ahjumma itu kemudian meminta maaf dan mengajak Jimin serta Yoongi untuk pindah lebih kedalam ruangan kedai, disana terdapat ruang private. "Terimakasih ahjumma," Jimin dan Yoongi membungkuk sopan.

"Saya tahu anda membutuhkan ruang yang lebih private untuk berdua," senyum ahjumma tua itu menggoda keduanya, terbukti dengan keduanya yang mengalihkan pandangan masing-masing.

"Semakin sore kedai akan semakin ramai, pasti kalian tidak akan nyaman dengan gambar yang diambil tanpa izin serta tatapan pengunjung yang selalu mengarah pada kalian. Padahal kalian berdua membutuhkan ruang,"

Jimin tersenyum menanggapi ucapan wanita paruh baya itu, "Terimakasih atas pengertiannya.

"Ah jadi pesanan anda Perdana Menteri?"

Jimin membuka suara dengan matanya beralih pada Yoongi yang keadannya pria itu sedang mengamati dekorasi ruangan.

"Jajangmyeon dan jangan lupa soju."

"Soju?" tangan pria pucat itu kemudian ditaruh diatas meja sambil mengetuk-ngetuk.

"Ada yang salah dengan soju?"

"Tidak, tapi ini masih sore dan kau ingin mabuk?" nada suaranya meninggi serta matanya menyiratkan intimidasi yang kemudian ditanggapi kekehan dari Jimin.

Prime Minister and CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang