SIX

1.6K 254 46
                                    

Ada yang berkata bila senja adalah waktu yang tepat untuk saling merengkuh dunia serta menikmati titik dunia, namun ada beberapa yang tak setuju dengan kiasan tersebut. Beberapa menganggap bahwa bagian terbaik dari memeluk dunia adalah ketika waktu matahari menjelang terbit dengan angin pagi berhembus namun cuaca langit masih menampakkan gelapnya. Renungan terhadap hidup akan terus berulang terputar ketika jam menunjukkan empat dini hari. Semua kegundahan akan membuncah menjadi satu pemikiran yang berawalan tentang kehidupan.

Hari baru, matahari belum menampakkan sinarnya. Lalu seisi kepala dipenuhi akan nuansa nostalgia ataupun hanya sekedar pelipur lara kata penyemangat. Selalu dipenuhi kata doa bila pada akhirnya hidup akan baik-baik saja meskipun ada banyak cobaan menanti untuk ditendang dan dihempaskan bagai satuan bintang yang akan menghilang ketika matahari menyerang.

Satuan nyanyian suara merdu burung akan berkicau bersautan, embun pun masih nampak menebal dengan udara yang terbilang dingin.

Yoongi merapatkan jaket hijau lumut yang ia pakai, tebalnya tidak seperti memakai pading tapi setidaknya ia tak begitu kedinginan. Kepalanya ia hadapkan kearah langit memandang satuan bintang yang menyatu seperti bentuk katak. Entah, pikirannya sedang abstrak. Ia sempat menghitung banyaknya bintang dan terhitung sudah ada limabelas bintang yang bersinar paling terang yang dapat ditangkap oleh mata telanjang pemuda berkulit pucat itu.

Ia menyadari bagaimana rasanya ketika dunia menghujamimu dengan jarum kecil. Ditusuk dengan beribu-ribu jarum kecil lebih sakit dibandingkan dengan ditusuk dengan sebilah belati.

Begini rasanya ketika dunia menghindari dan berbelok arah darimu. Seluruh gravitasinya terasa terguncang hingga membuat sebagian tubuhnya seperti lumpuh. Hati; bagian tak tersisa akan luka yang menetap dan membekas hingga meruntuhkan jati diri.

Tangisnya membekas disela-sela bulu mata dan mulai mengering dikedua pipi putihnya. Ia menumpahkan semua garis takdir yang seakan mengkhianati, membuat raganya bertalu akan malang nasib kehidupan.

Namanya Min Yoongi; pria yang takut dengan sejurus kata mujarap yaitu pengkhiatan. Pria yang takut bahwa orang yang disayanginya akan membohongi dirinya, pria yang selalu menaruh kepercayaan penuh namun ia sadar bahwa tak ada namanya kepercayaan murni dalam hubungan. Apakah salah? Ia terlalu takut untuk jatuh pada kesalahan sama.

"Belum mau masuk ke dalam?"

Gelenggan menyertai jawaban Yoongi, arah matanya tertuju pada pria disebelahnya yang sedang mengusap-usap telapak tangannya sendiri.

"Pulang saja Tuan Park. Aku tak apa, kita juga tidak sedekat itu untuk kau menemani saat kesedihanku."

"Sudah kubilang, jika bukan urusan bisnis panggil saja Jimin. Lagipula aku tak tega melihatmu dibohongi dan dipermalukan setelah presentasi beberapa waktu lalu. Kau tahu...kadang demi bertahan dalam kehidupan memang penuh banyak jalan terjal. Dan mungkin kejadian kemarin adalah salah satu cobaan."

Yoongi menghela napasnya sambil menyeruput teh yang dibuatkan Jimin. Ia tidak begitu menyukai teh tapi Jimin yang memaksa melarangnya untuk meminum kopi. Jimin berkata pada Yoongi bahwa ia takut jika Yoongi tidak dapat tidur. Sepanjang hari ini terlihat jika Yoongi menghabiskan harinya untuk berpikir dan menerung. Kebanyakan melamun dan banyak lagi helaan napas yang keluar.

"Sudah banyak cobaan yang kulalui tapi tetap saja dengan cobaan baru yang datang rasanya masih sama. Aku pikir dengan banyak cobaan yang sudah kulalui dimasa lalu membuatku terlatih akan rasa sakit dan setidaknya berpikir bahwa cobaan mendatang aku bisa menghadapinya dengan kuat tapi lagi-lagi aku salah."

"Tetap buruk bukan?"

Yoongi menganggukan kepalanya, "Maaf aku tidak memilih perusahaanmu saat rapat. Ada beberapa hal yang membuat perusahaan Kim Taehyung terpilih."

Prime Minister and CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang