Semua hanya tentang point of view
Menghadapi suatu masalah sebagai warna kehidupan atau ganjalan kehidupan~Langit sore sudah mulai tergurat warna jingga, bising kendaraan sibuk mengusik telinga. Sore itu Reista masih berkutat dengan tugas kuliahnya, sehingga ia harus mengesampingkan urusan makan dan pekerjaannya.
"Rei? Lo pucet banget. Pasti belum makan kan?"
Reista menghentikan aktivitasnya sejenak, "Apaan sih, Ben. Nanggung nih tugasnya"
Dengan cepat Benny menutup buku-buku yang tebalnya bak roti bakar. "Lo istirahat, gue beliin nasgor depan. Tutup tu buku!" titah Benny dengan isyarat mata.
"Iya, Ben" ujarnya menyerah.
Ting-ting bunyi lonceng di Istana Bunga Reista.
"Selamat sore, selamat datang di Istana Bunga Reista. Ada yang bisa saya bantu?" ucap Reista tak lupa ia menampilkan senyum hangatnya."Yap! Gue mau beli bunga untuk seseorang. Cewek" tukasnya sambil terus meneliti wajah Reista.
"Buket?"
Tak ada jawaban Reista mendongak dan manik matanya menubruk manik mata lawan bicaranya.
"Kenapa? Jadi apa enggak?" tanya Reista dengan menatap lawan bicaranya dengan aneh.
"Gapapa. Bungkusin aja 1 buket"
Reista mengangguk dengan mantap, lalu berjalan mengambil bunga mawar merah dan bunga Freesia.
"Mawar merah itu Cinta dan Bunga Freesia persahabatan yang tak lekang oleh waktu" monolog Reista dengan sumringah.
"Rei! Sorry nasgornya tadi antri. Eh ada customer. Sorry"
Reista mendelik kepada Benny mengisyaratkan Benny untuk tidak banyak ngoceh dan duduk.
"Lo tau artinya? Atau sok tau?"
Tanpa mengalihkan pandangan pada buket yang ia rancang, Reista menjawab dengan tegas. "Saya membaca kamus tentang bunga, jadi saya tahu" jawab Reista mantap.
"Jadi totalnya berapa?" sambil membuka dompet berwarna coklat.
Sambil menyerahkan sebuket bunga ia berkata, "150 ribu"
"Ambil aja kembaliannya" ungkapnya sebelum pergi meninggalkan kertas berlambang pahlawan prokalamator sebanyak dua.
"Terima kasih"
"Ngeliatin lo gitu banget! Kenal, Rei? Aneh banget" tanya Benny setelah customernya pergi membawa sebuket bunga.
"Aneh kenapa? Cowok biasa kan?" jawab Reista dengan menaikkan satu alisnya.
"Iya cowok biasa, ngeliatin lu mulu, Rei. Kenal?" tanya Benny sekali lagi.
"Kayaknya pernah liat, tapi lupa. Udahlah, Ben. Yuk makan aja"
Benny mengangguk dan membuka kantong plastik berwarna merah. "Ya Ampun Rei! Gue lupa!" jerit Benny membuat gendang telinga Reista hampir menangis.
Reista menutup telinganya takut Benny menyemburkan jeritan yang membuatnya harus pergi ke dokter THT. "Lupa apaan? HP? Uang?"
"Gue lupa gak beli krupuk"
"Krupuk doang? Aku kira apaan" ungkap Reista sembari mengelus dada.
Dengan cengiran khasnya Benny menjawab, "Maafin, Rei. Udah yuk makan, laper banget gue"
"Gaada krupuk satu kali makan bisa kan? Suapin ya?" pinta Reista dengan puppy eyes nya.
"Astaga bayi gede!"
Markas Threeangel
Sore itu tiga sekawan menjadwalkan untuk bertemu di markas besar mereka. Markas yang dibuat untuk membuang penat dan rasa gabut. Markas yang sudah menjadi tempat ketiganya untuk melampiaskan kekesalannya akan rumah."Kevin kemana sih? Gue mau cabut nih"
"Jangan cabut dulu, Ver. Belum tentu jadwal gue bisa buat kumpul nih" balas Chelsea yang sibuk berkutat dengan benda persegi berlambang apel tergigit. "Emang mau kemana sih? Ada perlu banget?"
"Velice lagi pengen es krim, tadi mama pesen. Coba deh lo telfon"
"Selamat malam para sahabatku tercinta" teriak Kevin dengan senyum mengembang.
"Panjang umur, lo dari mana aja?" tanya Vero sambil mengamati bunga yang dibawa kevin.
"Beli bunga buat si cantik" ungkapnya sambil memberikan buket bunganya.
(anggap aja ada bunga Freesianya ya :D)
"Thanks Kevin. Lo beli dimana? Atau lo nyolong punya Kak Cecile?"
"Prasangka buruk dosa. Gue beli di Istana Bunga Reista"
"Wait?" ucap Chelsea.
Ketiganya terdiam dan saling bertatapan.
"Perebut Satya?" tanya Chelsea.
Seketika Kevin bertepuk tangan dan berkata, "Finally! Bener banget. Gue lupa-lupa inget. Dia bener Reista yang dulu"
"Waw! Reista, Welcome back" monolog Chelsea dengan tatapan yang tak bisa diartikan.
Vero geleng-geleng dengan menaikan satu alisnya, "Jangan bilang lo mau balas dendam"
"Yap! True! Itu yang gue pikirin"
"Kekanakan banget, Chel!" balas Vero.
"Why not? Dia udah bikin gue dan Satya End! Lo seneng gue disakitin?" tanya Chelsea dengan muka memerah.
"Udah dong! Ngapain jadi berantem. Lo sih, Ver. Jangan mancung emosi Chelsea"
Dengan melemparkan bantal berwarna coklat Vero menjawab, "Mancing bukan mancung". Lalu mendekat kearah Chelsea. "Mana mungkin gue seneng ada orang disakiti? Terutama lo"
"Kalian mau kan bantuin gue?" pinta Chelsea dengan penuh harap yang dihadiahi anggukan oleh kedua sahabatnya. "Bantu gue membalaskan rasa sakit ini" tutur Chelsea mantap.
"Tap.. Tap.. i lo en..." belum sempat Vero meneruskan pembicaraannya, Chelsea menyela, "Lo gak mau bantuin? Okey kok!"
"Iya gue mau" ungkap Vero yakin.
"Gue juga" Kevin menambahi membuat senyum Chelsea merekah bak menemukan harta karun.
"Semoga keputusan gue bener" batin Vero dalam hati.
Selamat Malam ❤❤
Anthriscus update kembali, semoga suka yaaa ❤🤗🤗
Jangan lupa vote dan coment
Ily 5000 kembali 2000 😅❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Anthriscus (Ketulusan)
General FictionSebuah rencana balas dendam yang menjerumuskan rasa dan menjadi bomerang bagi tiga sekawan. Rencana yang awalnya sudah tersusun rapi dan sempurna bisa hancur karena ada 'CINTA' "Suatu saat kamu pasti merasakan bagaimana sakitnya sebuah ketulusan di...