Kalau komennya banyak, aku jadi suka 💙
————
Kamu adalah ketidak mungkinan yang nyata.
————Perasaan Jeana pada Raegan sebenarnya tidak serumit konspirasi bumi datar. Apa lagi tentang ayam dan telur yang terlahir lebih dulu. Perasaan Jeana tepat dan jelas. Tepat untuk Raegan dan jelas untuk Raegan juga.
"Gue gak tau kenapa buat gapai Raegan itu rasanya susah banget. Padahal ada di depan mata, tapi rasanya jauh banget." Jeana bergumam, mengingat bagaimana Raegan sangat sulit untuk ia gapai.
"Nggak adil banget siiiihhhh!!!!!" Jeana memekik di akhir kalimatnya. Ia sudah setengah frustasi dengan sikap Raegan terhadapnya. Bagaimanapun Jeana punya perasaan, dan perasaannya tidak bisa di permainkan seperti ini secara terus menerus.
"Nggak apa-apa. Lama-lama juga Raegan luluh. Jangan bosen aja lo nya."
Jeana tetap Jeana, sejatuh apapun dirinya, tetap saja selalu ada alasan untuk bangkit sendiri.
Tidak perduli dengan apapun itu. Yang jelas, perasaanya harus tersampaikan.
"Aduh!!!" Jeana sampai terduduk di lantai saat sebuah bola basket berhasil mencium kepalanya.
Sakit, itulah lebih jelasnya.
"Je maaf Je. Gue nggak sengaja. Serius dah, maaf Je. Bolanya centil Je, kemana-mana." Sang pelaku panik.
Wira ternyata pelakunya.
Melihat gerak gerik Jeana yang tampak kesakitan, ia bersimpuh supaya sejajar dengan Jeana dan Wira semakin panik.
"Ayo gue anter ke UKS yaa, duhhh takut otak lo geser dahh." Sempat-sempatmya Wira melontarkan guyonan pada Jeana, yang mana malah dihadiahi pukulan keras di jidat Wira, sehingga Wira pun ikut terduduk disana.
"Iiiisshhhh!!!!! Sakit Je!!!" Wira pun mengaduh, pukulan di keningnya ia yakini pasti berbekas.
"Sembarangan lo ngomong!" Jea bangkit, merapihkan kembali penampilannya.
"Ayo bantuin gue!" Pada dasarnya Jeana itu sedang mencari Wira untuk dimintai pertolongan. Tapi malah ini yang ia dapat.
"Pantat gue gravitasinya kuat banget. Bangunin dong." Wira mengangkat tangannya, meminta uluran tangannya Jeana.
"Manja bnaget lu jadi fakboi," walaupun Jeana mencibir, tetap saja ia mengulurkan tangannya untuk membantu Wira berdiri.
Tapi siapa sangka, itu hanya akal-akalan Wira saja. Ia hanya ingin menarik tangan Jeana sampai badannya terjauh di atasnya.
Dan berhasil.
Jeana terjatuh tepat di pelukannya.
Itu yang Wira harapkan. Karena sedari tadi, Raegan berdiri memperhatikan mereka.
"Haruskah gue ngajarin lo gimana rasanya kehilangan dulu? Supaya lo sadar, yang susah itu mempertahankan yang datang supaya nggak pergi lagi."
***
"Ssttt..."
"Sssttt... Ssssttthh. Wooi."
Yang di panggil mendelik kesal.
"Nomer 25." Jeana bukan perempuan yang sangat pintar di sekolahnya. Ia hanya siswi biasa yang kadang-kadang khilaf bertanya pada temannya saat ulangan.
"Cantik doang, ulangan nyontek." Jeana mendelik kesal. Masalahnya, kalau ulangannya tidak mendadak mungkin Jeana bisa mengerjakan soal ulangannya.
"C"
"Oke." Jeana kembali mengerjakan lagi soal ulangannya. Yang tidak bisa ia kerjakan hanya nomer 25, selebihnya ia bisa. Walaupun agak tersendat sendat.
Hening menyelimuti, tidak ada suara lain kecuali suara kertas yang di bolak-balikan dan suara teman temannya yg sedikit gaduh. Jeana yang sudah selesai mengerjakan pun hanya clangak-celinguk.
Jeana bukan tipikal orang yang selesai mengerjakan lalu di priksa lagi jika ada waktu. Ia tipikal siswi yang sekali mengerjekan lalu selesai. Untungnya keberuntungan itu selalu berpihak padanya. Ia tidak pernah remedial dalam mata pelajaran apapun. Sudah dibilang bahwa Jeana itu sebenarnya pintar walaupun tidak terlalu. Ia hanya mampu, selebihnya keberuntungannya lah yang bertindak.
"Yang sudah bisa dikumpulkan dan boleh pulang." Kata Pak Subandi. Bisa di bayangkan suasana kelas sedikit gaduh.
"Ini, Pak." Tidak ada alasan bagi Jeana untuk tetap tinggal di dalam kelas berlama-lama. Ini keuntungan untuknya. Karena sepuluh menit sebelum bel pulang sekolah berbunyi, ia bisa menunggu Raegan di depan kelasnya.
Jeana berjalan santai melewati koridor sepi. Sesekali ia melirik jam di tangannya. Sebentar lagi ia sampai. Hanya tinggal beberapa kelas lagi.
Sesampainya disana, Jeana benar-benar berdiri di dekat pintu, menatap ujung sepatunya yang sesekali ia ketuk-ketuk ke lantai. Masih ada guru di dalam kelas Raegan.
Tidak banyak yang bisa ia lakukan saat menunggu Raegan. Ia meremas pelan rok menahan rasa gugup karena tiga menit lagi bel pulang akan berbunyi.
"Jangan lupa nafas ya, Je pas ketemu Raegan."
Jeana tidak tahu betapa besar efek Raegan di dekatnya. Walaupun seringkali mendapatkan penolakan, namun tetap saja jantungnya berdegup tidak karuan saat Raegan ada di dekatnya.
Ia tidak bisa menyerah, itu kenyataannya. Semakin hari Jeana semakin ingin membuktikan bahwa ia sangat menyukai Raegan tidak perduli apapun sikapnya pada dirinya. Ia hanya ingin atensi penuh dari Raegan, walaupun hanya sekadar kata-kata kasar atau desisan halus yang membuat hatinya sakit sementara. Ia tidak perduli.
"Eh ada Jeana." River menyadarkan Jeana yang sedari tadi hanya menunduk dalam. Ia terlalu fokus menatap ujung sepatunya.
Disana Raegan ada. Ia langsung merubah ekspresinya menjadi sangat ceria.
"Kamu pusing?" Tanya Jeana pada Raegan yang wajahnya terlihat sedikit pucat.
Raegan yang tidak minat menjawab pun hanya diam.
"Muka kamu pucet banget tau." Jeana terus berbicara padahal sudah jelas Raegan enggan menjawab. Jeana memiringkan kepalanya melihat wajah Raegan.
"Kamu benar nggak apa-apa? Itu muka ka--"
Ucapan Jeana terhenti begitu saja saat tiba-tiba Jeana hampir saja terpeleset oleh tali sepatunya sendiri. Ia hampir saja terjatuh jika Raegan tidak sigap menahan lengannya dan menariknya mendekat membentur dada bidang Raegan.Sesaat keduanya terdiam. Waktu seperti berhenti hanya untuk mereka. Namun hanya sepersekian detik. Karena setelahnya Raegan berdeham menetralisir degup jantungnya yang tiba-tiba saja berdetak cepat.
"Enak ya, Je di peluk Raegan." Ini suara River yang menyadarkan keduanya.
"Ekhem!" Raegan gugup tanpa alasan.
"Kalau jalan, liat pake mata. Jangan malah ngoceh nggak jelas."
✿ To Be Continued ✿
Xoxo Ally 💙
Halooooo, udah lama banget sumpah, kangen kalian ih.
Nggak yakin sih kalian masih inget ini. Nggak apa apa deh. Tetep kok, SAYANG KALIAN NGGAK PAKE NEGO 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
24/7 [HIATUS]
Teen Fiction"Bucin Raegan 24/7! No nego-nego!" Jeana Wiratama. "Berhenti ngebucinin gue! Gue bukan idol!" Azio Raegan Ganendra.