0. Menuju Awal

144 12 0
                                    

Hampir setengah jam Janu berdiri di depan cermin. Memastikan kemejanya tak kusut, celananya tak robek, rambutnya tak berantakan, atau kantung matanya tak menghitam.

Kemeja putihnya tampak begitu pas ditubuhnya yang tegap dan warna kulitnya yang bersih. Bagian lengan kemejanya digulung hingga siku, menampakkan jam tangan hitam di pergelangan tangan kirinya.

Rambutnya baru dipotong seminggu lalu. Kini bagian depan rambutnya ditarik ke belakang, menampakkan dahinya yang semasa kuliah selalu mendapatkan usapan lembut dari tangan-tangan yang pernah digenggamnya.

Kini tidak ada lagi semua itu. Popularitasnya masih sama, namun segala pujian dan kekaguman tak lagi membuatnya merasakan senang yang berlebihan.

Janu memandang pantulan dirinya. Tidak ada yang berubah banyak dari dirinya, memang. Namun ia sadar penuh bahwa selangkah ia keluar dari rumahnya, maka berubah sudah hidupnya. Semua takkan kembali, kecuali jika semesta memang berniat mengotak-atik hidupnya sekali lagi.

Atau memberinya kesempatan sekali lagi.

Untuk menggenggam tangan wanita yang hari ini akan terikat tali pernikahan. Untuk mendekapnya saat ia membutuhkan kenyamanan. Menyediakan bahu saat ia menginginkan sandaran. Memasang telinga saat ceritanya butuh didengarkan. Untuk menyiapkan raga untuk ia berlindung.

Untuk menjadi orang pertama yang wanita itu temukan di garis terdepan.

Getaran ponsel disakunya tak sehebat getaran di hatinya kini. Nafasnya masih teratur, meski degupan di dadanya tak bisa ia kendalikan.

Siapkah?

Ia tahu jawabannya adalah tidak. Namun semua itu harus tetap dihadapi. Janu yakin, dengan seiring berjalannya waktu ia akan merasa siap dengan sendirinya.

Ini adalah awal langkah mereka. Janu berusaha yakin ini jalan terbaik untuk mereka. Jalan yang harus dilalui demi kehidupan di hari esok yang lebih baik.

Janu beralih dari depan cermin dan berjalan menuju nakas untuk mengambil kunci mobilnya.

Ia melangkah menuju hari esok. Namun hari ini, sekali lagi sebelum esok dimulai, ia ingin memanggil hari kemarin. Sekedar mengingatnya selagi esok belum datang. Karena setelah hari ini, akan menjadi pantang baginya menunggu hari kemarin terulang.

•••

Cerita baru, rasa baru, dan aku membawanya dengan sukacita. Ehe

Ini gak akan panjang-panjang kok. Tapi cukuplah jadi temen ngelamun di sore hari, sama kopi, senja, dan promaag untuk mencegah naiknya asam lambung.

Semoga suka ya. Ditunggu jejak manisnya :)

JANUARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang