UAS menghantui para mahasiswa. Tekanan soal-soal ujian seakan semakin keras di setiap mata kuliah. Tak terkecuali bagi Janu.
Setelah UAS selesai, esoknya ia dan teman-temannya langsung merayakan kebebasan mereka. Masa bodo dengan hasil, yang penting mereka sudah melakukan sebaik mungkin dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan mematikan itu.
Janu mengakui, bukan hanya UAS yang membebaninya belakangan ini. Melainkan banyak hal. Banyak sekali.
Pertama, Stella yang terus menerornya dengan pesan dan telpon. Tanpa pikir panjang, fitur block number di kontak menjadi pilihannya. Dan tahu-tahu, besoknya Stella datang memberi tamparan keras di pipi kanannya Janu.
Dosen baru keluar. UAS baru berakhir beberapa menit lalu. Dan Janu menyesal tidak langsung pulang.
“Jadi gini ya cara lo ngehargain cewek? Kurang ajar! Maksudnya apa blokir nomor gue? Gue cuma khawatir, lo gak ngabarin dan ngerespon chat gue! Ngomong! Kenapa lo diem aja? Malu? Hah?!” Stella berteriak di depan wajah Janu yang hanya bungkam.
Para lelaki sengaja mengompori Stella. Sementara para perempuan sebagian besar mencibir perlakuan Stella. Ada juga yang senang karena akhirnya satu perempuan enyah dari dekat Janu.
Ini bukan kali pertama Janu menjadi berengsek. Mereka sudah menjadikan ini bahan hiburan dengan cara menertawakan dan merekamnya, lalu mengunggahnya ke sosial media. Kebanyakan orang-orang melakukannya tanpa berpikir tentang privasi orang lain. Yang penting sensasi dan kepuasan sendiri, tanpa memikirkan dampak yang diakibatkannya.
Arin menyaksikan itu dengan pandangan tak acuh. Janu memang pantas diperlakukan seperti itu. Dia mempermainkan perempuan sesuka hati seakan mereka tidak punya perasaan.
Tanpa peduli dengan kericuhan, Arin berjalan meninggalkan kelas. Namun di tengah perjalanannya, ada perkataan Stella yang sempat ia amini diam-diam.
“Suatu saat lo bakal mendapatkan yang lebih buruk dari yang pernah lo lakuin! Inget itu!”
Arin memandang Stella yang berjalan cepat mendahuluinya. Perempuan itu pasti menangis, terlihat dari lengannya yang terus mengusap mata selagi ia berjalan.
Apa untungnya menyakiti orang lain? Arin tidak habis pikir dengan orang-orang semacam Janu. Apa puasnya membuat wanita jatuh hati lalu menjatuhkan hatinya hingga hancur berkeping-keping? Apa ia merasa sebegitu hebatnya?
•••
Drama yang diciptakan Stella, hanya menjadi angin lalu bagi Janu. Ia merasa bersalah, tapi sedikit puas juga. Akhirnya ia bebas dari cewek posesif seperti itu. Mereka bahkan tidak pacaran. Stella saja yang menganggap sikap Janu berlebihan.Hal kedua yang membebani Janu, adalah sang ayah yang meminta Janu ikut magang di perusahaan yang dipimpin pria itu. Ia baru akan menginjak pertengahan masa kuliah, tapi ayahnya tidak bisa sebentar saja membiarkan Janu bersenang-senang.
Dan yang terakhir sebenarnya tidak cukup penting. Namun karena melihat tersangkanya setiap hari, rasa tidak enak itu selalu timbul.
Setelah malam itu, Janu memutuskan kembali seperti tidak mengenal Arin. Karena tidak ada kegiatan komunitas, mereka pun hanya bertemu di kelas.
Ketika Stella membuat drama pun, masih sempat Janu ingin tahu reaksi Arin. Perempuan itu berjalan seolah tak terjadi apapun di kelas.Sepersekian detik Arin sempat meliriknya. Dalam sepersekian detik itu pula hati Janu jatuh berantakan. Tatapan tak berwarna itu seakan mengisyaratkan betapa tidak berartinya Janu. Laki-laki itu merasa seperti sampah saat Arin memandangnya begitu.
Janu melihat Arin makan siang sendiri di kantin. Namun saat Arin menyadari Janu datang, perempuan itu pergi.
Saat mereka tidak sengaja bertemu di koridor, Janu menyadari Arin dari jauh. Teman-temannya mencibir Arin yang katanya mirip batang pohon pisang dikasih nyawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANUARI
RomanceIa melangkah menuju hari esok. Namun hari ini, sekali lagi sebelum esok dimulai, ia ingin memanggil hari kemarin. Sekedar mengingatnya selagi esok belum datang. Karena setelah hari ini, akan menjadi pantang baginya menunggu hari kemarin terulang. Da...