2. Know her

38 8 1
                                    

Di setiap kegiatan komunitas, Arin hampir selalu bergabung. Janu perhatikan, di sini gadis itu tidak sejutek dan sependiam saat di kelas.

Gadis itu cukup sering mengobrol dan tersenyum. Yang dilihatnya tidak hanya ekspresi datar. Janu bahkan menyadari ekspresi sumringah Arin saat mereka dapat makan siang gratis.

“Makasih, Nurul. Semoga katering mama kamu makin laris ya. Baik banget kamu, tuh,” ucap Rara. Suaranya lembut dan manis. Kemudian yang lain ikut berterimakasih pada Nurul selaku sponsor makan siang mereka hari ini.

Ketika memerhatikan Rara yang makan dengan hati-hati karena takut lipstiknya luntur, Janu sesekali mencuri pandang pada Arin. Gadis itu terlihat makan sambil bercengkrama dengan teman sebelahnya.

Janu melihat gadis itu yang hari ini, lagi-lagi, memakai kemeja flanel dan sepatu converse yang warna hitamnya nyaris memudar. Rambutnya hanya dikuncir kuda. Bibirnya juga tidak semerah yang lain. Kalau dilihat-lihat, Arin tidak sejelek yang pernah Hanna bilang. Dia memang tidak modis, nyaris kucel dengan pakaian itu, tapi ya tidak bisa dibilang jelek juga. Mungkin agak manis, bisa dibilang begitu.

“Kamu gak suka makanannya, Jan? Kok gak dimakan sih?” tegur Rara dan terdengar nada khawatir di sana.

“Suka kok, ini dimakan,” jawab Janu, diiringi dengan senyuman yang membuat Rara tersenyum manja.
“Makan yang banyak. Kamu keliatan kurusan, tau.”

Janu mengangguk. Senyumnya masih dipasang semanis mungkin. Perhatian semacam ini selalu ia dapatkan. Bahkan tadi pagi, ia mendapat tiga pesan yang mengatakan ‘Jangan lupa sarapan ya sayang.’

Ia membalas ketiga pesan itu dengan jawaban sama. Janu bahkan tidak tahu kapan ia pernah ngajak mereka jadian sampai mereka berani bilang sayang. Ia hanya menemani mereka jalan, makan, dan ngobrol. Tidak sampai bilang cinta.

Setelah makan siang, mereka kembali berkumpul. Kali ini mereka akan berdiskusi tentang buku yang mengangkat isu kesehatan mental. Satu buku yang terpilih, kebetulan buku yang Arin usulkan. Egosentris karya Syahid Muhammmad.

Di pertemuan sebelumnya, mereka disarankan untuk membaca buku itu. Dan sekarang mereka ingin sharing santai ditemani oleh beberapa mahasiswa psikologi tingkat akhir yang sedang butuh refreshing di antara revisi yang tidak berujung.

“Karena aku belum terlalu ngerti psikologi karena bukan anak psikologi, jujur aja aku agak kurang ngerasa relate dengan tokoh Fatih. Hal yang dilaluinya mungkin memang berat, tapi apa yang bisa membuat seseorang terjebak dalam pikiran dan prasangkanya, bahkan sampe ingin bunuh diri padahal dia punya Tuhan?” Nana, salah satu selebgram kampus yang secara mengejutkan tergabung di komunitas seserius ini.

“Oke, sebelum saya ikut jelasin, ada yang mau memberikan opininya?” tanya Agil selaku ketua kegiatan hari ini.

Sebelumnya tidak ada yang berani mengungkapkan. Lingkaran itu menciptakan keheningan. Sebelum akhirnya Janu mendadak duduk tegap, bersiap mendengar dengan seksama sekaligus penasaran bagaimana isi kepala Arin yang baru saja mengangkat tangan perlahan.

“Iya, Arin. Gimana menurut kamu tentang itu?”

Arin terdiam sejenak. Pandangannya tidak mengarah pada siapa-siapa. Janu melihatnya hanya memandang ruang kosong.

“Bunuh diri itu bukan jalan yang bisa diambil hanya dengan sekali pikir. Bagi banyak orang, tindakan Fatih terdengar hina. Tapi percayalah, orang yang mengalami hal seperti dia pun gak ingin melakukan itu. Menyerah gak pernah jadi keinginan seseorang. Keadaan yang mendorongnya melakukan itu. Dia tenggelam terlalu dalam, dalam pemikirannya sendiri. Entah dia yang enggan ditolong atau memang tidak ada yang sadar dia butuh pertolongan. Bukan berarti aku membenarkan tindakannya, tapi kita selaku manusia seharusnya bisa aware dengan hal sesensitif ini. Kita gak harus mengalami suatu hal untuk bisa memahami. Kita cuma perlu peduli dan mengedepankan rasa empati. ” Arin menutup ucapannya.

Semua orang mulai terlihat merenung. Seakan menyadari bahwa, ya, mereka tidak menyadari hal-hal seperti itu selama ini.

“Saya setuju dengan pendapat Arin. Kita gak bisa menyalahkan tindakan seperti itu. Kita juga gak seharusnya menghakimi bahwa orang yang bunuh diri itu jauh dari Tuhan. Bunuh dirinya seseorang adalah akibat. Sementara sebabnya, ya itu tadi, ketidakpedulian orang-orang sekitar. Kita cenderung memberi respon negatif terhadap sesuatu, itu pemicu yang berbahaya terutama bagi orang-orang yang punya isu kesehatan mental,”

“Maaf kak, gimana caranya kita tahu kalo kesehatan mental seseorang terganggu?” Nurul menyanggah.

Agil terlihat berpikir sejenak, “Itu bukan hal yang mudah. Kadang orang yang punya isu itu pun tidak sadar dengan apa yang dia alami. Tapi hal-hal itu bisa kita pelajari karena semua orang pasti memiliki gangguan kesehatan mental, hanya saja berbeda tingkatannya. Mungkin kalau kita mau lebih peka, kita bisa sadar akan gejala psikosomatik atau sesuatu yang berhubungan dengan gangguan emosi atau mental yang dialami orang di sekitar kita.”

Sepanjang diskusi, Arin terlihat sangat serius. Ia mendengarkan dan menyanggah dengan kritis. Sesekali menyampaikan pendapatnya pula. Sementara Janu, hanya sibuk takjub dengan gadis itu. Mungkin teman-temannya salah paham. Arin bukan antisosial, ia hanya memilih orang-orang yang ingin dikenalinya. Buktinya, di komunitas ini Arin terlihat biasa saja. Walaupun masih terlihat seperti menarik diri, tetap saja dia tidak terlihat seperti antisosial.

“Gimana ya cara kita agar tidak salah memilih lingkungan pertemanan? Maksudnya, orang-orang yang bikin mental kita sehat itu penting, kan?” tanya Arya, si cowok berambut gondrong yang terkenal paling bandel di semester pertama angkatan mereka. Saking bandelnya, dia sampai terkenal seantero kampus dengan imaje buruk.

“Dengan cara lo yang kaya gini,” Agil menjawab dengan senyuman. “Lo memutuskan keluar dari lingkaran orang-orang toxic, dan punya tekad buat menjadi lebih baik. Lo ikut kegiatan positif kaya gini, itu hal yang tepat. Kita gak bisa mengontrol bagaimana orang lain bersikap, tapi kita bisa mengontrol diri kita sendiri. Kita bisa memilih tempat mana yang baik untuk kita tumbuh dan belajar,”

“Lalu gimana cara kita menyikapi efek sampingnya? Ketika kita memilih menjauh dari lingkungan yang membuat tidak nyaman, namun akhirnya lingkungan justru mengasingkan kita? Menganggap kita berbeda, bahkan sampai membenci kita karena pilihan kita itu?” Arin bertanya.

Janu sedikit menunduk. Setelah meresapi pertanyaan Arin, ia menyadari apa yang dibicarakan gadis itu. Tiba-tiba ia teringat observasinya belakangan ini bagaimana Arin tampak seperti tembok yang diabaikan, kadang pula jadi bahan lelucon teman-temannya.

Melihat Agil yang belum menjawab, Agnia memilih mengutarakan pendapatnya. “Face it, girl. Berat memang untuk merasa terasing di satu ruang yang kita berada di dalamnya. Tapi tempat itu yang menumbuhkan kita menjadi lebih kokoh. Lebih baik. Lebih manusia. Percaya kalau tempat itu bukan ruang satu-satunya yang bisa kamu pijak. Selalu ada tempat yang baik untuk orang-orang yang mau berusaha membaik. Kamu percaya itu?”

Arin mengedipkan matanya sekali, berusaha menyingkirkan air yang membasahi matanya. Perlahan ia menyunggingkan senyum tipis dan mengangguk pelan.

Betapa leganya hari ini. Mendengar ucapan Agnia, ekspresi gadis itu saat mengatakannya, bagaimana dia menatap Arin saat bicara, membuat Arin merasa tenang. Merasa dimengerti. Ia tak merasa terasingkan di sini. Hari ini, ia merasa satu beban terangkat dari hatinya.

Arin tersenyum sepanjang perjalanan pulang. Janu merasakannya, meskipun hanya punggung gadis itu yang dilihatnya selama perjalanan pulang.

Ya, entah apa yang dipikirkan Janu. Saat melihat Arin pulang berjalan kaki, ia malah mengikuti gadis itu dari belakang. Jaraknya diatur supaya tidak kelihatan menguntit. Ia terlalu bingung bagaimana caranya mengajak Arin numpang di motornya saja. Akhirnya, ia hanya membuntuti Arin sampai tiba di sebuah komplek perumahan sederhana.

“Ni anak penganut motto susu anlene apa ya? Berjalan kaki 10.000 langkah setiap hari?” gumam Janu setelah melihat Arin memasuki rumahnya. Ia pulang, dengan senyum yang sama seperti Arin tadi.

•••

Double update spesial malam minggu :)

JANUARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang