Tujuh Belas.

10.5K 640 4
                                    

Sebelumnya diperingatkan untuk tidak baper.

Haha. Nggak. Canda kok.

Tinggal satu part lagi yaitu Epilognya gais. Bye. Luv yu.

Eh VOMMENT ya hehe

*

Setahun kemudian

Roma, Italia

 Keira memasang topi rajut di kepalanya. Dia memakai jaket kecil pemberian ibunya di ulang tahunnya yang kedelapan belas, tiga bulan yang lalu. Segera Keira berjalan menuju cermin panjang yang tergantung di belakang pintu kamar asramanya. Ia mematut diri di cermin sambil memutar dirinya. Setelah selesai bersiap-siap, ia menyambar tas kecil dan keluar dari kamarnya sambil menarik pintu kamar.

Sekarang Keira kuliah. Dengan jumlah uang yang banyak hasil penawaran tahun lalu itu membuat Keira tenang-tenang saja jika memikirkan kuliah. Ia hanya perlu memperbaiki nilai-nilainya saja agar bisa meyakinkan guru-guru di sekolahnya jika Keira akan memasuki sebuah universitas di luar Indonesia.

Sebenarnya tidak perlu lagi melihat nilai ujian Keira. Keira pasti diterima di universitas mana pun yang akan ia daftar. Ia teringat ucapan Rosie. Rosie berkata jika Keira bisa saja masuk ke Oxford University karena Farand telah memasukkan nama Keira dalam daftar di universitas itu.

Setelah Keira pikir-pikir, ia tak mau kuliah di Inggris. Ia bisa saja kembali sakit hati. Mungkin saja ia akan bertemu dengan si pangeran yang membuatnya patah hati itu disana. Mungkin saja. Oxford masih di Inggris. Pada akhirnya, Keira mengambil daftar masuk universitas di Roma. Dan ia diterima disana. Cukup mengherankan.

Keira berjalan menyusuri koridor asrama. Ia tinggal di asrama kampusnya bersama teman-teman dari berbagai negara. Keira menuruni anak tangga dan melangkahkan kaki ke taman. Ia menghampiri seorang gadis yang sedang duduk di sebuah kursi panjang.

“Nataline, maaf aku terlambat. Tadi ibuku menelepon,” kata Keira setelah duduk di sebelah gadis itu.

Gadis itu yang dipanggil Nataline mengalihkan pandangan dari buku ke Keira. “Ibumu menelepon? Ada apa memangnya?”

“Tidak. Tidak ada apa-apa. Hanya merindukanku saja,” jawab Keira tersenyum.

Nataline bangkit. Ia memasukkan buku-buku yang ada di kursi itu ke dalam tasnya. “Bukankah kau berjanji akan menemaniku ke sebuah pameran? Ayo kita pergi.”

Keira menyamakan langkahnya dengan langkah Nataline. Nataline adalah teman sekamar Keira yang berasal dari Amerika. Menurut Keira, Nataline adalah teman yang cukup gila, seru dan mencintai seni dengan sepenuh hatinya walaupun ia bukanlah jurusan seni. Tapi Keira tidak mengerti dengan seni. Ia tidak tahu apa-apa mengenai seni. Yang ia pertanyakan dari dulu, kenapa lukisan abstrak yang hanya corat-coret sembarangan—yang bahkan bisa dilakukan anak kecil—berharga amat sangat mahal?

“Pameran apa memangnya? Dimana pameran itu diselenggarakan?” tanya Keira ketika mereka berjalan di jalan setapak taman.

“Pameran seni. Ah, aku tidak mau memberitahumu. Kubiarkan kau penasaran,” jawab Nataline terkekeh. “Letaknya di aula pertemuan. Di dekat sini. Nah, gedung itu.” Nataline menujuk sebuah gedung bertingkat yang terletak di samping perpustakaan.

“Gedung itu? Bukannya itu gedung pertunjukkan?” tanya Keira lagi.

“Iya. Aku juga tidak mengerti bagaimana mereka mau membuat pameran seni di gedung pertunjukkan. Ah, sudahlah. Kita kan hanya penonton, tidak usah memikirkan hal itu.”

Keira mengangguk setuju. Mereka berbelok dan sudah tiba di depan gedung. Pintu gedung terbuka lebar dan banyak orang yang masuk dan keluar. Nataline menarik tangan Keira dan mereka masuk ke dalam gedung.

Be a PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang