'Tidak ada yang tahu dengan takdir. Takdir seakan-akan menjadi sebuah kejutan di masa depan. Seperti diriku yang tidak pernah tahu bagaimana takdirku. Hingga aku mengerti inilah jalan yang terbaik untukku' -Aera
Aera duduk di depan cermin, menatap pantulan dirinya. Ayahnya sering mengatakan padanya "Ra, suatu saat kau akan tumbuh menjadi wanita cantik dan dewasa. Disaat itu ayah semakin tidak bisa melepaskanmu"
Tetapi kenyataannya berbanding terbalik. Dirinya yang tidak bisa pergi dari pelukan sang ayah. Rasanya ia kehilangan dunianya.
Ia menatap sendu pantulan dirinya di cermin. Sesekali tersenyum miris, membayangkan mimpinya bersama Eun Kyung yang kemudian gagal hanya karena dirinya. Aera melamun memikirkan kehidupannya setelah ini. Ia sangat yakin perubahan besar akan datang padanya. Entah itu perubahan yang membuatnya bahagia atau sebaliknya. Tidak ada yang tahu dengan skenario Tuhan.
Semakin tenggelam dengan pikirannya, semakin deras air matanya. Ia masih tidak percaya, ia akan dijodohkan saat ini. Perasaan bersalah terus menghantui dirinya. "Tidak, aku tidak boleh begini. Aku harus kuat demi ayah dan ibu!" tutur Aera menguatkan dirinya.
Lalu ia memperbaiki riasannya yang sedikit hilang karena air matanya. Tidak lama kemudian, sang ibu masuk ke kamarnya, memanggil sang putri untuk berangkat menemui pangerannya. "Sayang, ayo! Ayah sudah menunggu di bawah" ucap sang ibu sambil mengelus rambut panjang Aera.
Mereka akan pergi kesebuah restaurant ternama. Selama di perjalanan, Aera hanya menatap ke luar jendela. Pikirannya melayang entah kemana. Setiap ia melihat sesuatu ia akan berpikir akan menjadi sesuatu itu.
'Seandainya saja aku adalah pohon besar itu, yang hanya melakukan mimpinya menyelamatkan bumi dari segala polusi' pikir Aera.
Setelah menempuh tiga puluh menit perjalanan, akhirnya mereka sampai. Aera sangat gugup saat ini. Ia meremas gaunnya, takut terjadi sesuatu padanya. "Sayang, kau baik-baik saja?" tanya sang ibu dengan suaranya yang halus.
"Aku baik, bu" jawab Aera dengan suara kecil dan bergetar. Sang ibu mengerti Aera sedang cemas saat ini. Ia mencoba menenangkan putrinya dengan menyalurkan kehangatan pada Aera.
"Jangan khawatir sayang, ibu yakin dia pasti menyukaimu" ucap sang ibu mencium dahinya dengan lembut.
Kemudian mereka turun dari mobil, menuju ke tempat dimana keluarga Park telah menunggunya sejak tadi. "Maaf kami terlambat" kata sang ayah.
"Santai saja, kau terlalu formal. Ada apa denganmu?" tanya pria tua yang ada dihadapannya. Aera menatap pria tua yang ada dihadapannya. Sepertinya dia teman sang ayah.
"Apa ini putrimu?" tanya pria tua itu.
"Ah iya, sayang perkenalkan dirimu" kata sang ayah mengelus kepala Aera.
"Halo, aku Shin Aera" kata Aera sambil membungkukkan dirinya dengan hormat.
"Apakah ini rupa calon menantuku? Cantik sekali" puji seorang wanita yang umurnya tidak jauh berbeda dari pria tua tadi.
"I-iya tan--"
"Mama, sayang. Mulai hari ini panggil aku mama" ucap wanita tua itu sambil memegang pipi lembut Aera.
"Silahkan duduk" ajak tuan Park.
"Kemana anak itu? Lama sekali" gerutu tuan Park. Tuan Park terus menggerutu karena anaknya tidak juga muncul.
"Maaf aku terlambat" ucap seseorang dari arah belakang. Suara sepatu pantofelnya terdengar di telinga Aera. Ia yakin, pria ini pasti seorang workaholic.
KAMU SEDANG MEMBACA
Autumn Leaves
FanfictionShin Aera, gadis cantik dan periang. Memimpikan berbagai hal layaknya seorang gadis. Ia menyukai musim gugur dan sekaligus membencinya. Tepat di musim gugur, pernikahan antara Park Jimin dan Shin Aera dilangsungkan. Mereka dijodohkan oleh kedua ora...