'Sepertinya, aku harus melenyapkan perasaan ini sebelum hatiku semakin sakit' -Aera
Cukup diakui, kamar Jimin sangat luas. Tetapi, entah mengapa Aera merasa tidak nyaman. Ah, mungkin karena belum terbiasa. Jimin telah tidur sejak dua jam yang lalu. Tidak dengan Aera, ia sangat gelisah. Dikatakan panas, sepertinya bukan. Yang benar saja kamar seorang CEO tidak memiliki air conditoner? Mustahil.
Aera juga tidak tahu mengapa ia gelisah. Seharusnya ia bisa tidur saat ini. Mengingat cuaca yang dingin. Aera menatap langit-langit kamar Jimin. Ia tidak percaya, ia akan tidur sekamar dengan Jimin. Jantungnya masih berdegup tak karuan.
Aera menatap ke arah Jimin yang tertidur dengan nyenyak. Dapat ia lihat wajah tenang Jimin. Sekali lagi Aera terpukau kepada Jimin. Pahatan wajahnya sangat sempurna, Aera menyukainya. Wajah yang terus terbayang di pikirannya akhir-akhir ini.
Wajah yang membuatnya selalu mengingat akan kenyataan yang membuatnya bahagia sekaligus sedih. Setiap Jimin menghembuskan napasnya di dekat Aera, membuatnya mati-matian menahan degupan jantungnya. Aera terus menatap wajah Jimin. Rasanya, ia ingin menyentuh permukaan wajah Jimin.
Entah darimana keberanian muncul, tangan Aera mendekati rahang Jimin. Aera ingin menyentuhnya sekali saja. Dengan penuh kehati-hatian, Aera terus mendekatkan tangannya. Dan akhirnya ia menyentuh rahang Jimin. Hal yang pertama kali Aera rasakan adalah jantungnya semakin berdegup kencang. Wajahnya memerah, melihat tangan kanannya berada di rahang tegas Jimin.
Tidak hanya sampai disitu, Aera mengusap pelan rahang Jimin. Memberikan sentuhan kecil yang membuat Jimin sedikit terusik. Untungnya, Jimin tidak terbangun. Jika terbangun pun, Aera sudah siap diasingkan di tempat terpencil. Ah, tidak—berlebihan memang.
Aera memberhentikan usapannya, takut jika Jimin terbangun. Setelah Jimin kembali tenang, Aera kembali mengusapnya. Sesekali ia tersenyum, melihat ekspresi Jimin saat tidur. Setelah puas memandangi wajah Jimin, Aera akhirnya tertidur dengan lelap. Dan sepertinya wajah Jimin saat tidur menjadi objek favorit Aera, mulai saat ini.
🍁🍁🍁
Seperti biasa, pagi hari Aera selalu bangun lebih awal, ia diajarkan untuk selalu mandiri. Saat ini Aera sedang menyiapkan sarapan untuk keluarga Park. Sebenarnya di rumah yang super megah ini memiliki beberapa maid. Mereka yang biasa selalu membuat masakan untuk keluarga Park, hari ini tidak melakukannya. Yah... karena Aera yang memintanya.
Para maid hanya memerhatikan Aera dari luar dapur. Mereka sangat ingin membantu, tetapi Aera menolaknya. Ia ingin menyiapkan semuanya sendiri, karena suatu hari nanti Aera tidak mungkin terus bergantung pada orang lain, itu prinsipnya.
Saat Aera tengah menyiapkan sarapan, terdengar suara seseorang mengejutkan Aera. "Sayang, apa yang kau lakukan?" tanya Nyonya Park yang memang baru bangun.
"Ra sedang menyiapkan sarapan, ma" ucap Aera lembut seperti biasanya. Ini yang nyonya Park suka dari Aera. Tidak hanya cantik, ia juga sangat ramah dan sopan. Nyonya Park tidak salah memilih Aera. Ia sangat berharap Jimin mau menerima Aera.
"Kenapa tidak meminta bantuan?"
"Ra sudah terbiasa melakukannya sendiri, ma. Ra tidak ingin merepotkan orang lain. Apalagi sebentar lagi Ra akan menjadi seorang istri"
Untuk yang kesekian kalinya, nyonya Park sangat bersyukur telah memilih Aera. Ini yang nyonya Park inginkan. Seorang istri yang bertanggung jawab. Dan lagi, ia teringat akan Jimin yang masih mencintai gadis itu. Terkadang nyonya Park bingung, mengapa Jimin tak pernah mau membuka hatinya untuk Aera.
"Baiklah, kalau begitu hati-hati. Aku akan menunggu masakanmu" Nyonya Park keluar dari dapur dengan senyumnya yang mengembang. Sepertinya, rumah mewah ini akan berubah sebentar lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Autumn Leaves
FanfictionShin Aera, gadis cantik dan periang. Memimpikan berbagai hal layaknya seorang gadis. Ia menyukai musim gugur dan sekaligus membencinya. Tepat di musim gugur, pernikahan antara Park Jimin dan Shin Aera dilangsungkan. Mereka dijodohkan oleh kedua ora...