Sembilan

0 0 0
                                    

Aku izin ke bu Setya, guru mapel sejarah peminatan nanti jam 10. Kulangkahkan kaki menuju guru piket untuk meminta surat izin agar aku tidak kena cap tukang bolos. Saat aku meminta dan ternyata guru piet yang pada saat itu bu Ida guru matematika tidak mengizinknku untuk keluar. Ahirnya aku datang ke wali kelasku dan memnta izin untuk tidak masuk dan syukurlah diperbolehkan.
"Udah bu gapapa. Rena mau ngambil editan film cuma deket sekolah. Nanti dia balik lagi" perintah pak Fadlan yang merupakan wali kelas idaman.
Bu Ida pun memberikan satu surat izin padaku dan aku bisa pergi meninggalkan kelas sejarah pemiatan yang super ngantuk. Mas Janu benar-benar, dia malah pergi saat aku dan temanku mengambil editan film dan aku terkejut saat notif BBM ku dikabarkan bahwa flashdisk yang berisi editan film itu ditaruh diteras. Untung saja tidak hilang, kalau saja file itu hilang pasti mas Janu lah yang sudah ku kumpulkan ke pak Mono sebagai pengganti tuags film kelas XI saat itu. Aku mengambil flashdisk yang ada di depan rumahnya dan meninggalkan sejumlah uang sebagai pembayaran atas jasa editan video yang telah disepakati sebelumnya.

Aku mengarahkan motorku bersama temanku, Zul menuju sekolah untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Sesampainya disekolah, aku melobi guru agar ki bisa menonton film kelas tanpa ada kbm dikelas. Saat itu bu Setya, guru mapel sejarah mengizinkannya dan sontak sekelas tertawa karena adegan dramatis dalam film tersebut. Adegan demi adegan mulai dari marah, menangis sampai ucapan kata-kata lebay bak orang sedang jatuh cinta mewarnai film sederhana itu. Kami menikmatinya dan saling memberikan kritik satu sama lain. Tak lupa behind the scene yang kami selipkan diakhir film sontak membuat seluruh isi kelas tertawa karena adegan-adegan yang tidak tercantum dalam naskah dan kemudian dibawakan secara santai oleh pemain yang merupakan teman kami sendiri.
Film itu lantas dikumpulkan kepada pak Mono selaku guru seni budaya kami saat itu.

***

Pagi ini orang tuaku dipanggil kesekolah karena aku terlibat masalah dengan teman sekelasku sendiri, Bimo. Ibunya bahkan datang kesekolah dan katanya Zul, dia mencariku berteriak dari kantin.
"Saya mau ketemu Rena, anak sok pinter yang katanya ranking satu kelas Sosial Satu. Mana anaknya bawa kesini, kamu anak IPS kan? Saya mau ketemu sama ketua kelas gak tahu diri itu" kata Zul mencoba menirukan
Aku tahu bapakku tidak akan mungkin datang kesekolah, apalagi ibuku, masa bodoh mereka mengurusi anak yang menjadi siswa bermasalah sepertiku. Aku tidak tahu harus kemana, pikiranku benar-benar sangat kacau. Teman-temanku mencoba untuk menenangkanku tapi rasanya aku tidak bisa untuk tenang sejenak, apalagi berhadapan dengan seorang ibu-ibu yang sudah sangat caper yang menuliskan namaku secara lengkap di beranda facebooknya hanya karena anaknya yang bernama Bimo mempunyai masalah denganku.
Sekelas saat itu benar-benar bersitegang, tanpa canda tanpa tawa dan tanpa air mata. Kegiatan belajar mengajar menjadi terganggu, apalagi guru yang memberikan materi. Kabar masalah itu sampai ke telinga bu Setya yang lantas menanyakannya padaku.
"Akhir-akhir ini kamu banyak diam Rena." Tanyanya basa basi
"Eh iya Ibu. Lagi ada problem." Jawabku singkat
"Kalo ada problem segera diselesaikan agar tidak berlarut-larut. Nanti kan kamu bisa cerita ke pak Fadlan atau ke guru BK" sarannya padaku
"Iya bu. Terimakasih ya Bu."

Aku mengiyakan sarannya tetapi aku tidak melakukannya sampai suatu hari aku dipanggil guru BK saat kbm geografi.
"Bu Vero, permisi saya mau panggil ketua kelas"
"Saya izin bu" aku langsung berdiri dari kursiku
"Monggo silahkan pak" bu Vero tidak langsung sudah mengizinkanku keluar.
Permasalahan itu selesai setelah kami saling meminta maaf, tanpa kedatangan bapakku disekolah. Tetapi aku tetap meminta ibu Bimo untuk menghapus namaku di media sosialnya. Astaga ini benar-benar menyebalkan, bahkan Yovan yang saat itu sudah berpacaran denganku dia akan menghantam Bimo jika masih memperpanjang masalah. Aku kembali ke kelas dan tersadar bahkan aku meninggalkan handphone di laci mejaku.
"Wuuihhh seorang yang mengaku duta jomblo internasional sekarang udah punya pacar" Zul angkat bicara dengan mata tertuju padaku.
Aku berkata dalam hati darimana mereka tahu aku pacaran sama si Yovan.
"Udah gak usah disembunyiin, kita tau yakan Tra" Fanda menambahkan
"Apasih, gue jomblo gak punya pacar." Jawabku dengan nada meninggi
"Awas ilang nanti nangis lu Ren" goda Zul padaku.
Dan benar, Yovan mengirimkan pesan yang belum terbaca sejumlah 25 dan 13 panggilan tak terjawab.
"Lama juga aku tadi diinterogasi di ruang bk" batinku

Indah Pada MasanyaWhere stories live. Discover now