Jam tanganku menunjukkan pukul 16.00 yang pada saat itu aku telah tiba dirumah yang disambut dengan tamparan keras dipipiku.
"Buat apa kamu sekolah, siswa suka cari masalah" bentak ibu padaku
Air mataku jatuh tanpa aku sadari, tangan kiriku memegang pipi kiri karena panas terkena tamparan. Aku benar-benar tak bisa mengelak lagi, surat panggilan kepada orang tua masih tergeletak terbuka di ruang tamu. Dengan langkah yang penuh penyesalan, aku menuju kamar dan menangis. Kulihat handphoneku berdering, tertera nama Yovan disana. Aku mengangkatnya masih dengan suara tangisan.
"Halo Rena"
"Iya" jawabku singkat sambil menyeka air mata
"Sudah Ren, masalahnya kan udah selesai. Gak usah nangis, nanti habis loh air matanya. Kalo putri duyung nanti bisa jadi mutiara, kalo kamu nangis nanti aku ikutan sedih. Udah ya, jangan nangis.." dia mencoba menghibur dengan logat humornya yang tidak bisa kulupakan.
"Iyaa, Yovan. Makasih ya"
Aku mengakhiri percakapan itu dan Yovan sudah paham bahwa aku ingin menenangkan diri. Ku buka grup kecil bersama temanku, mereka menanyakan bagaimana aku diperlakukan orang tuaku, bagaimana jika nanti orang tuaku benar-benar marah dan muak.
Setelah lebih dari 3 jam mengurungkan diri dikamar, perutku benar-benar lapar dan aku tidak bisa menahannya lagi. Aku keluar menuju dapur, dan disana aku didiamkan tanpa disapa.***
Malam ini aku keluar bersama Yovan, ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padanya. Kami bertemu di tempat biasa, depan SMP kami dulu. Dia memulai obrolan seperti biasanya bersama candaan receh yang mampu membuatku tertawa kala itu.
"Kamu tahu? Kenapa orang bisa punya masalah?"
"Engga" jawabku
"Karena Tuhan masih sayang kita dan kuburannya masih penuh jadi jangan mati dulu. Hahahah."
"Aku tahu kenapa kamu sekarang sedih"
"Iya aku juga tahu Yovan"
"Karena Tuhan mengirim aku buat ngehibur kamu" dia mencubit pipiku
"Udah gak usah gombal" aku menyingkirkan tangannya
Kami bercerita hingga segelas coklat pesananku dan segelas kopi miliknyambersama pou kami habis. Kami pulang setelah jam tanganku menunjukkan pukul 10 malam.***
Jam pertama hari ini adalah olahraga, masih dengan materi yang tidak aku sukai yaitu lari. Ya lari mengelilingi sekolah sebanyak 5xputaran. Tentu saja aku tidak akan lari sebanyak itu. Rupanya budaya korupsi sudah ada pada anak SMA seusiaku. Aku, Petra, Zul dan Gerad hanya lari 2xputaran, selebihnya kami berhenti di pojokan sekolah atau pergi kekantin makan soto dan melanjutkan olahraga meskipun kami telah berulang kami membohongi guru, maafkan saya Pak Danu. Hehehe. Hal yang paling menyebalkan saat aku kembali dipanggil BK karena masalah kemarin. Aku menuju ruangan sempit disamping ruang guru itu yang aku pun sebal untuk masuk didalamnya. Kulihat Bimo bersama ibunya sedang bercakap dengan ibuku. Astaga ini ibuku benar-benar datang ke sekolah. Bisa-bisa sehabis ini aku sampai dirumah mungkin aku sudah menjadi sate ataupun opor setelah kemarin pipiku ditampar olehnya.
"Rena duduk sini" suara ibuku terdengar keras sampai hatiku yang paling dalam
Aku bahkan tidak bisa berbicara apa-apa saat itu. Benar-benar mulutku seperti diberi obat bius bicara. Aku sangat takut dan terlalu takut, sama halnya dengan Bimo. Ibunya menangis saat itu dan memohon maaf atas semua kata-kata kasarnya yang dilontarkan padaku. Aku hanya menganggukkan kepala tanpa sepatah kata pun. Kami keluar dan aku diajak ke toilet sebentar oleh ibuku.
"Rena, dengarkan ibu. Kamu itu sekolah, jangan suka cari masalah. Jika kamu tidak pernah serius, percaya saja jalan kamu tidak akan pernah lancar. Dan satu lagi, sama orang yang lebih tua itu seharusnya kamu sopan, terlebih kepada gurumu. Hormati mereka. Paham kamu Ren?"
"Iya paham. Maaf ibu, aku salah"
Aku kembali ke kelas dan bergumam pasti bu Ida menyampaikan sesuatu pada ibuku perihal ketidaksopanan tadi. Menyebalkan. Rupanya aku telat masuk kelas, pun dengan seragam olahragaku yang belum kuganti. Masalah itu benar-benar menyita waktuku yang seharusnya aku bisa ganti baju, makan dan bercanda bersama teman atau sekedar tiduran diruang osis.
"Wah Rena telat tuh Buk, pake baju olahraga lagi. " Herdi mulai memancingku
"Udah diem. Bu Setya aja gapapa kok elu yang sewot" balasku
"Buk saya boleh masuk kan?" Tanyaku pada Bu Setya
"Silahkan Rena" ucapnya dengan lembut selembut perasaanku hahaha.***
Ulang tahun sekolah sebentar lagi. Berbagai persiapan dilakukan oleh guru, staff, karyawan dan beberapa siswa yang mengikuti osis. Acara ulang tahun ini berjalan seperti tahun sebelumnya, hanya perbedaan tema saja. Untuk pengisi acaranya dari band sekolah, teater dan band dari sekolah lain yang diundang, termasuk SMK nya si Yovan. Dia hadir hari ini, bersama teman-temannya yang tidak mengetahui hubungan khususku dengan Yovan, begitu juga dengan teman-temanku. Bersama kemeja merah dan celana hitam yang berpadu dengan rambut cepaknya. Band nya menyanyikan sebuah lagu nostalgia, lagu Mungkinkah yang dipopulerkan oleh Stinky. Aku hanya memandangnya jauh dari depan. Mata minusku yang tidak memakai kacamata kali itu tidak bisa melihat dengan jelas wajahnya. Kami bertemu seusai dia menyanyikan lagu itu, tetapi hanya saling menyapa saja, agar teman-temannya tidak mengetahui hubungan khususku dengannya.
Acara demi acara sudah terlampaui hari ini. Tibalah saatnya pengurus osis membereskan semuanya seperti sedia kala. Beberapa diantara kami ada yang merasa tak enak badan sehabis meminum minuman dari salah satu sponsor acara. Sebagian dari kami perlu untuk istirahat terlebih dahulu di uks daripada ada hal yang tidak diinginkan. Kami melanjutkan evaluasi sampai dengan pukul 07.00 malam saat itu.***
Tidak terasa ujian kenaikan kelas sudah sudah didepan mata. Hari ini adalah hari sabtu dimana siswa semua sekolah membersihkan kelasnya masing-masing. Jadwal, nomor ujian dan lokasi tempat duduk sudah terpasang seusai kami membereskan kelas. Ujian dimulai senin besok dengan mata ujian Bahasa Indonesia. Bukan hal yang menyenangkan dalam hal ujian kali kali ini, terutama aku yang tidak bisa mengerjakan soal matematika sejumlah 40 pilihan ganda dan dan seni budaya yang soalnya satu tapi perintahnya disuruh menggambar peran sesuai film kelas. Alamak aku harus gambar bagaimana.
***
Kami melewati liburan selama 2 minggu dan penerimaan rapor dihari sabtu akhir bulan. Nilai akhirku memuaskan tetapi tidak dengan kedua mapel yang tidak aku sukai, mepet KKM. Ya, apalagi kalau bukan seni budaya dan matematika.
Setelah berada di kelas tiga SMA, aku merasa bahwa sangat melelahkan untuk tahun terakhir sekolah ini. Aku diharuskan mengikuti beberapa les yang diadakan oleh sekolah bersama buku tebal bersikan soal empat mata pelajaran wajib saat itu, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan satu pilihan peminatan yang aku memilih Geografi. Beberapa les hingga tryout telah kami lewati. Tibalah kami berjumpa lagi dengan momentum menyebalkan yaitu ujian nasional. Ujian tersebut digelar selama 4 hari dan berakhir dihari kamis. Pengumuman dan undangan dari berbagai perguruan tinggi terus berdatangan dari kantor BK. Saat itu, aku sudah lolos di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta, begitupun dengan Yovan. Dia masuk di salah satu prodi di fakultas teknik. Masa-masa itu adalah masa renggangnya hubungan kami. Aku mulai tak memberinya kabar selama semingguan karena sikapnya yang sudah tidak dapat aku tolerir lagi. Hingga pada akhirnya wisuda SMA menjadi muara berakhirnya masa putih abu-abuku dan kandasnya hubunganku dengan Yovan. Kami memutuskan untuk sama-sama mengakhiri hubungan yang kami rasa tidak baik untuk dilanjutkan. Sejak saat itu aku tidak lagi menghabiskan waktu hanya untuk obrolan romantis dan segelas coklat bersamanya. Yovan, sepenuhnya aku tidak membencimu sebagai kenanganku, tetaplah berada disana dan jangan menganggu saat iniku dengan semua cerita masa lalu kita. Sepenuhnya aku sudah memafkanmu tapi bukan berarti aku bisa percaya dan kembal lagi padamu.
Wisuda telah mengantarkan kami menuju jenjang yang lebih tinggi, pemikiran yang lebih dewasa dan sikap yang lebih tertata. Selamat tinggal masa putih abu-abu yang penuh dengan kenangan dan semua cerita didalamnya. Untuk guruku, terimakasih sudah membimbingku selama 3 tahun dengan siswa semenyebalkan saya, untuk Bu Ida khususnya saya berjanji bahwa suatu saat nanti saya akan menunjukkan sebuah prestasi yang lebih daripada masa SMA. Untuk temanku, lekaslah sadar kawan, dunia butuh skill bukan candaan.THE END
YOU ARE READING
Indah Pada Masanya
Teen FictionCerita remaja SMA dengan segala kekonyolan dan kisah cinta abu-abunya