part 53

8K 414 40
                                    

"I'm looking through you while you're looking through your phone, then leaving with somebody else."

•••

"Kau sudah pulang?" tanya pria di seberang sana, Aleena berdeham pelan.

"Ya, Max. Kau dimana?" tanya Aleena seraya membersihkan beberapa meja, cafenya akan tutup sebentar lagi karena Caroline menyuruhnya untuk segera menutup cafenya padahal ini baru pukul empat sore.

Aleena menghentikan kegiatannya seraya menunduk hormat saat merasa seseorang memasuki cafenya, "mohon maaf, Tuan. Cafe kami sebentar lagi akan tu—"

Dixon Rodriguez.

Ayolah, bisakah dia dan Dixon tidak bertemu lagi setelah kejadian pria itu membentaknya? Setidaknya beri Aleena sedikit waktu untuk menormalkan perasaannya, Aleena cukup malu harus diberi paham layaknya anak kecil oleh Dixon— ehm, mantan suaminya. Lagipula tidak perlu harus membentak bukan jika pria itu tidak nyaman dengan keberadaannya? Mengapa Dixon tidak mengusirnya secara halus saja?

"Ada apa?" Aleena berdiri berhadapan langsung dengan pria angkuh yang dipuja-puja wanita ini. Sedikit banyak Aleena seperti menilai Dixon saat ini, tidak ada yang berubah. Pria itu tidak benar-benar berubah kecuali sikapnya yang terlihat sangat ramah pada media. Dixon pasti merencanakan sesuatu.

"Kau tidak sibuk, mari kita berbicara." putus pria itu langsung tanpa basa-basi, benar bukan? Dia memang tidak berubah, Dixon tetaplah Dixon si angkuh yang malas bicara.

"Tidak, aku ak—" omongan Aleena terputus saat ponselnya berbunyi, pesan dari Max yang mengatakan dia sudah berada di depan, bersiap menjemputnya, Aleena menoleh ke arah Dixon, "aku bersama Max, kita akan membicarakannya nanti jika aku mengunjungi Agioz di rumah sakit." Aleena bergegas mencapai pintu sebelum sebuah tangan besar menahannya. Dixon Rodriguez menahannya.

Kau marah, D?

Aleena jelas akan mengatakan iya dengan pertanyaan yang bersatu menjadi satu kesatuan yang mengatakan pria itu tidak menyukai apapun yang Aleena sedang lakukan, Aleena telah lama mengenal Dixon, Aleena mengenal berbagai macam ekspresi Dixon dan dia sedang benar-benar marah saat ini. Entah untuk alasan apa....

Mungkinkah karena Aleena mencampakkannya atau karena Aleena pergi dengan Max?

Aleena yakin pasti salah satu dari alasan itu yang membuat Dixon benar-benar marah saat ini tetapi Aleena tidak mempunyai pilihan lain selain menggapai tangan besar itu dan menjauhkannya. Dia tidak punya alasan untuk menjelaskan apapun juga tidak punya alasan mengapa ia harus menenangkan Dixon. Mereka sudah berada di jalan masing-masing.

Dia dan Dixon. Hanya teman.

"Aku ingin membicarakannya sekarang." Aleena tersenyum lalu menggeleng, mempersilakan Dixon keluar dan ia mengunci cafe dengan tergesa lalu menyapa Max yang ternyata sedang menunggunya.

"Kau lama menunggu, ya?"

"Tidak. Kemana kita akan pergi? Kau sudah makan?" tanya Max tersenyum setelah mendapatkan gelengan dari Aleena yang juga mengusap perutnya mengatakan secara tak langsung bahwa ia kelaparan, tangan besar Max melayang pada rambut indah Aleena, wanita di depannya menggemaskan! Aleena terlalu menggemaskan untuk di lewatkan. Ekor mata Max menatap langsung ke arah Dixon Rodriguez yang melihat pemandangan tadi, Max bisa memahami pria itu benar-benar ingin membunuhnya, tetapi siapa yang peduli?

"Oh, Tuan Rodriguez." sapa Max dengan nada sopannya seraya menundukkan badannya sedikit, senyum miring terlukis dari bibirnya mendapati rahang pria itu terlihat mengetat disertai kepalan tangan yang sengaja ia sembunyikan di kantong celana tetapi tetap memperlihatkan urat-urat nakalnya yang mencuat keluar.

Dreamy Eyes (C O M P L E T E D) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang