19. Chaotic

2.4K 289 10
                                    

Seperti apa yang telah direncanakan kemarin. Irene menghubungi Jimin untuk menemaninya mengantar Wendy untuk bertemu dengan Yoongi. Dan bersyukur sekali Jimin bersedia tanpa menolak sedikitpun. Sampai akhirnya pagi ini mereka berangkat  menuju rumah Yoongi menggunakan mobil Jimin yang juga dikemudikan oleh Jimin mengingat dua wanita itu tidak bisa menyetir.

"Bisakah kalian menunggu disini saja?" Tanya Wendy pada Irene dan Jimin. Mereka telah turun dari mobil tepat dihalaman rumah Yoongi.
"Tidak apa-apa. Aku akan berteriak jika memang terjadi sesuatu padaku. " Ujar Wendy berusaha meyakinkan ketika melihat raut wajah Jimin dan juga Irene.

"Baiklah. Berhati-hatilah" jawab Jimin yang mendapat protes dari Irene. Jimin berusaha menenangkan Irene yang teris menerus melayangkan protes ketika Wendy sudah melangkahkan  kakinya masuk kedalam rumah yang memang sering tidak terkunci.
Antara ceroboh atau pemilik rumah ini yang memang malas hanya untuk sekedar mengunci pintu.

"Hei. Bagaimana bisa kau membiarkan Wendy kesana sendiri! "

"Tenang dulu, kita bisa ikuti dia diam-diam. Aku juga tidak sebodoh itu untuk membiarkannya pergi sendiri." Jelas Jimin membalas protes dari Irene yang berhasil.membuat Irene diam tak lagi melayangkan protesnya.
"Baiklah ayo kesana dulu dengan perlahan" Lanjut jimin seraya berjalan dengan perlahan menuju pintu rumah yang baru saja dimasuki oleh Wendy.

Wendy berjalan memasuki kamar Yoongi, seperti biasa tempat ini terlihat kacau. Bahkan lebih kacau dari sebelumnya dengan pecahan-pecahan botol kaca yang berserakan. Sepasang mata Wendy dia edarkan untuk mencari sosok pria Min yang dicarinya. Hingga kedua matanya berhasil menemukan pria itu, pria yang sedang terduduk menyandar pada lemari yang berada disudut kamar. Wendy berjalan menghampirinya, matanya memerah berkaca-kaca siap menangis ketika melihat keadaan Yoongi. Beberapa luka dibuku jari tangan Yoongi yang bisa Wendy tebak akibat memukul kaca lemari yang memang terlihat pecah dengan tetesan darah disana. Atau luka luka memar yang juga terhias pada tubuhnya. Yang bisa Wendy simpulkan, Min Yoongi. pria itu kembali menyakiti dirinya sendiri.

"Y-Yoon.gi" Wendy berusaha memanggil namanya dengan terbata-bata. Tubuhnya menunduk untuk berjongkok mensejajarkan tubuhnya pada Yoongi. Tangannya terulur hendak meraih wajah Yoongi yang juga terdapat beberapa luka disana. Namun belum sempat menyentuhnya, sang pemilik wajah itu sudah menolehkan kepalanya menghindari tangan Wendy. Matanya terbuka karena menyadari kehadiran wanita yang sudah merusak pikirannya.

Wendy terdiam berusaha menahan tangisannya. Sungguh, dia juga ingin berada disisi Yoongi disaat seperti ini. Dibalik sisi Yoongi yang memang seringkali menyakitinya, Yoongi juga adalah sosok yang rapuh. Sosok rapuh yang sangat membutuhkan pegangan untuk menguatkan dirinya.
"Berhenti menyakiti diri sendiri" Wendy tidak bisa lagi menahan tangisannya. Airmata nya turun, kembali menangis dihadapan Yoongi. Tubuh Wendy hendak memeluk Yoongi.
Namun dengan cepat Yoongi mendorongnya dengan cukup kuat.Membuat punggung Wendy membentur tembok, dan menimbulkan gaduh.

"Brengsek Yoongi sialan!" Umpatan itu keluar dari bibir Irene yang berlari melihat apa yang dilakukan Yoongi pada Wendy. Tangan Irene meraih botol utuh yang tergeletak dilantai, matanya syarat akan amarah. Kepalan tangannya begitu kuat menggenggam botol, dia berniat melayangkan botol itu dikepala Yoongi sebelum akhirnya Yoongi menahan tangannya.

Jimin yang berusaha membantu Wendy untuk bangkit juga ingin segera berlari menuju Irene. Namun dia juga tidak bisa mengabaikan Wendy yang juga mengaduh kesakitan membutuhkan bantuan.

"Ini semua gara-gara kau! Bae Irene sialan! " Yoongi merebut botol yang Irene genggam sambil berteriak tepat dihadapan Irene. Tapi tunggu, Min Yoongi. Dia juga menangis, Irene bisa melihatnya dengan jelas bagaimana airmata itu turun dari kedua mata Yoongi. Tepat dihadapan nya pria ini meneteskan airmata.

Tangan Irene bergetar, kepalanya terasa berputar kembali mengulang kejadian yang pernah terjadi diantara mereka bertiga. Peluhnya mulai menetes. Begitu pula dengan Min Yoongi, Mengingat kembali kebodohannnya yang pernah dia lakukan. Karena begitu menderitanya dia hingga tersiksa.
Jika saja ayahnya tidak menikah dengan ibu Irene. Tidak, jika saja dia tidak terobsesi dengan Irene. Semuanya tidak akan seperti ini. Ayahnya tidak akan semakin menyakitinya sebagai hukuman karena dia mengaku dengan terang-terangan menyukai Irene. Tangannya hendak melayngkan botol yang berhasil dia rebut dari Irene kepada tubuh Irene yang mematung dengan tubuh yang jelas bergetar ketakutan.

"Kalau kau menyakiti Irene. Aku akan pastikan aku dan juga bayi ini pergi menyusul ibumu." Wendy yanh sudah berdiri dibantu Jimin berbicara dengan sedikit berteriak. Mengerahkan seluruh tenaganya yang tersisa. Berharap jika dia mengatakan nya Yoongi bisa kembali pada kesadarannya.

Botol yang Yoongi genggam terjatuh begitu saja. Pecahan botol itu berserakan, dengan beberapa yang mengenai kaki Yoongi dan juga Irene yang masih mematung. Tangan Yoongi melepaskan Irene dan mendorongnya. Yoongi meraih rambutnya dan menariknya dengan kuat. Berteriak dengan frustasi dan menangis. Kakinya menendang lemari dengan kuat beberapa kali.

Kacau. Itu yang bisa dikatakan ketika melihat Min Yoongi. Mungkin lebih tepatnya kacau dan menyedihkan. Membuat Wendy tak bisa menahan dirinya lagi, dia melepaskan pegangan Jimin dan berjalan dengan cepat menghampiri Yoongi. Wendy memeluknya, memeluk Yoongi yang masih terus berteriak. Tidak peduli bagaimana kuatnya Yoongi berusaha melepaskan pelukannya. "Hentikan! Min Yoongi hentikan!" Teriakan juga isakan yang Wendy dengar semakin membuat dia mengeratkan pelukannya.

Jimin menghampiri Irene yang masih gemetar dengan tatapan yang kosong. Tangan nya mengepal kuat. "Tidak apa-apa. Kau baik-baik saja. Tenanglah, Taehyung akan segera menemuimu" Jimin berusaha menenangkan Irene, mengelus bahu gadis sahabatnya itu.

"Hentikan. Kumohon. Kau masih memiliki aku. Dan bayi kita. Masih ada aku yang mencintaimu dan juga anakmu yang akan selalu mencintaimu juga. Kumohon. Min Yoongi!" Wendy semakin terisak disela-sela ucapannya, benaknya berharap kata-katanya juga bisa menenangkan Min Yoongi yang masih berada dipelukanya.

"Aku. T-tidak.pantas" Yoongi mengatakannya dengan terbata disela tangisannya. Tubuhnya berhenti mencoba melepas pelukan Wendy. Tubuhnya seakan tersengat ribuan volt listrik setelah mendengar penuturan Wendy, membuatnya tak bisa lagi bergerak memberontak. Hatinya nyeri seerti ikut tersengat dengan penuturan dari bibir Wendy.

"Tidak. Kau pantas. Kau juga pantas untuk dicintai. Setidaknya kau juga harus mencintai dirimu sendiri. Jangan seperti ini. Kumohon. Aku disini, bersamamu. Aku akan selalu bersamamu. Percayalah " Wendy menangkup wajah Yoongi yang menatap padanya.

Jika boleh memohon dan meminta permintaan, Wendy ingin sekali merasakan kebahagiaan. Tapi bukan hanya untuk dirinya, melainkan untuk Min Yoongi dan juga Bae Irene yang memang sudah cukup menyimpan pemderitaan selama ini. Jika memang tuhan itu ada, bisakah permohonan nya dikabulkan? Jika memang harus ada pengorbanan, akankah tetap bisa dikabulkan? Dan akankah itu memang memungkinkan?

Wendy kembali memeluk Yoongi. Namun satu tangannya memegang perutnya. Meremas kain baju yang ia gunakan. Hingga Irene yang melihatnya menyadari sesuatu yang tak beres disana.

"J-jim, darah. Wendy. Berdarah" Irene memaku. Tangannya meremas lengan Jimin yang berada disampingnya. Tubuhnya semakin bergetar melihat apa yang kedua matanya dapatkan.
Jimin segera melihat apa yang menjadi pusat pandangan Irene. Dan Jimin juga jelas melihatnya. Son Wendy, dengan darah yang mengalir diantara kedua kakinya.

.
.
.

SCHIZOID [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang