Bayu dan Keysia
Masih pagi yang sama. Dibawah rentangan langit mendung Bayu datang kembali ke kost Keysia. Membujuk hati Keysia agar segera mengikhlaskan sang dosen menguji mentalnya. Itu perspektif Bayu, beda pada Keysia.
Lelaki itu membuka gerbang, duduk di pelataran rumah yang berderet pintu kamar. Dia memasukkan tangannya ke dalam saku celana sembari mengambil ponsel layar sentuh. Dia mengirimkan pesan pertanda bahwa dirinya sudah menunggu di beranda.
Sesaat kemudian, perempuan dengan jilbab besar keluar dari pintu dan menghampiri Bayu.
Mata Bayu yang sejak tadi menatap pintu kamar Keysia terbelalak seketika melihat gadis itu keluar.
"Ada apa dengan Keysia? Mengapa dia mengubah penampilannya?" Batin Bayu.Ya, selama ini Keysia selalu berpenampilan biasa saja. Entah apa penyebabnya, dia mulai membiasakan diri memakai pakaian besar; seperti gamis dan jilbab besar. Entah karena sedang ngetrendi atau memang panggilan hati. Atau bisa saja ia mengubah penampilan agar disegani si dosen sehingga lelaki buncit itu enggan mengajaknya berbuat keji. Entahlah.
Perempuan itu berjalan sambil merunduk. Tak ada sapaan. Hanya membisu di hadapan Bayu.
"Key, benarkah itu dirimu?" Tanya Bayu
Keysia mengangguk. Masih belum bisa berkata. Kejadian senja itu masih terngiang dan membasahi luka setiap harinya. Dirinya merasa najis di hadapan semua laki-laki, termasuk ayahnya.
Dia juga terlalu jijik melihat semua lelaki. Antara hati dan pikiran selalu berkecamuk untuk segera mengakhiri hidup. Toh, buat apa Sarjana jika tak bisa menyediakan keperempuanan seutuhnya untuk sang suami, nanti. Begitulah pikirannya pernah terbesit. Tapi, hidup juga tak harus berakhir. Perbaiki diri, kelak akan ada lelaki yang menerima kekuranganmu, bisikan dalam dirinya.
"Baiklah! Apakah kau siap ke kampus menghadap dosen pembimbing?"
"Tidak, Bay. Aku tak ingin meneruskan kuliahku. Aku ingin bekerja saja."
"Key. Aku juga pernah mengalami kegagalan. Tapi, dibalik kegagalan pasti ada kemenangan." Tegas Bayu.
"Apa, Bay? Kegagalan? Buatmu, kegagalanmu adalah pengantar kemenangan. Tidak bagiku, kegagalanku adalah kehancuran. Kehancuran buatku dan keluarga."
"Apa maksudmu, Key?"
Keysia bergegas meninggalkan Bayu. Dia berjalan menuju gerbang. Perlahan tapi pasti. Pasti menghancurkan atau pasti memperbaiki.
Tapi, luka tetaplah luka. Sekalipun terobati, tetaplah membekas. Dan luka keperempuanannya akan berefek seumur hidup."Dasar lelaki bajingan. Pasti tetap mengejar yang dibawah pusat." Lirih Keysia.
Bersambung