Prolog

8.5K 397 20
                                    

Emily menatap gugup bangunan hotel yang menjulang tinggi di hadapannya. Pandangan Emily beralih pada orang-orang berpakaian formal yang mulai memasuki hotel. Hanya sekali melihat, Emily bisa menebak jika tujuan mereka sama, yakni menghadiri sebuah pesta yang digelar di dalam ballroom.

Sejenak Emily menunduk, memeriksa penampilannya untuk kesekian kali. Ia mengenakan gaun cocktail warna gold, dengan korset yang dilapisi renda. Kedua kakinya dibalut dengan wedge heels berwarna hitam yang dihiasi dengan manik-manik. Sebagai aksesoris pelengkap, Emily membawa clutch berwarna senada.

Emily mulai berjalan memasuki hotel untuk menghadiri pesta salah satu mitra perusahaan ayahnya. Ia menelusuri lorong panjang yang dihiasi karpet merah menuju ballroom yang dijadikan tempat berlangsungnya pesta ulang tahun G&D Corp.

Sesampainya di ballroom, rasa gugup Emily semakin bertambah. Ini adalah kali pertama bagi Emily menghadiri acara resmi yang berkaitan dengan perusahaan. Jangankan menghadiri pesta dari perusahaan lain. Pesta yang digelar oleh perusahaan ayahnya sendiri pun, Emily selalu absen.

Bukan tanpa alasan mengapa Emily menolak untuk hadir dalam acara semacam itu. Ia memiliki trauma masa kecil yang membuatnya kerap merasa was-was saat berinteraksi dengan orang lain. Ironisnya, kondisi ini sudah berlangsung selama 10 tahun. Emily sampai harus melakukan terapi untuk mengatasi rasa traumanya.

Berkat terapi yang dia jalani. perlahan Emily bisa mengatasi trauma masa kecilnya, walau belum 100% sembuh. Dalam situasi tertentu, terkadang trauma Emily bisa kambuh hingga membuatnya mengalami serangan panik.

Emily mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia menelan ludahnya gugup saat wajah-wajah asing itu mulai menyadari keberadaannya. Emily merasa risih dengan tatapan penuh penilaian yang dilayangkan oleh mereka. Ia kembali melangkahkan kakinya melewati orang-orang untuk mencari Aaron, kakak sepupunya yang turut hadir dalam pesta ini. Emily harus segera menemukan pria itu sebelum traumanya kambuh. Jika bukan karena statusnya yang kini memimpin Wayne Corp sebagai pengganti ayahnya yang jatuh sakit, Emily tidak akan ada di sini.

"Aaron ...." Emily mulai frustasi karena kesulitan mencari keberadaan Aaron. Ballroom itu sangat luas dan banyak orang yang hadir dalam pesta. Tangannya sedikit gemetar saat mengeluarkan ponsel dari clutch. Emily baru akan menelepon Aaron ketika seorang pria tiba-tiba datang menghampirinya.

Emily mendongak, memperhatikan perawakan pria yang sudah berdiri di hadapannya dengan senyuman penuh arti. Sesaat, Emily dibuat membeku karena merasakan aura dominan yang menguar dari pria itu.

"Mau berdansa denganku, Nona?"

🌹🌹🌹

Richard memainkan gelas cocktail yang ada di tangannya. Suasana pesta membuatnya bosan, khususnya para wanita yang secara bergantian mendekat dan mengajaknya bicara. Richard hanya membalas singkat obrolan mereka, dan akhirnya memutuskan untuk menepi. Keluar dari kerumunan orang-orang yang memenuhi bagian tengah ballroom.

"Hei, kenapa diam saja di sini?" Joshua-sahabat Richard sekaligus rekan kerja, menghampiri dengan wajah keheranan. "Tidak mengajak salah satu wanita untuk berdansa?"

Richard menggeleng. "Aku bosan," jawabnya singkat.

Joshua mengerjapkan matanya tak percaya. "Sejak kapan seorang Richard Parker bosan dengan pesta? Aku pikir ini sudah menjadi tempat favoritmu karena kau akan selalu pulang bersama wanita selesai pesta."

"Tidak ada yang menarik."

Dahi Joshua mengernyit mendengar jawaban Richard. Ia amati para wanita yang hadir dalam pesta ini. Menurut Joshua, mereka memiliki paras cantik dan berpenampilan menarik. Ia tidak mengerti mengapa Richard menilai tak ada satu pun yang menarik dari mereka. Padahal para wanita itu terus mencuri pandang ke arah Richard, seolah memberi sinyal untuk pendekatan dengan Richard. Sekali tunjuk, Richard bisa membawa salah satu dari mereka untuk pulang bersama.

Just for You [Lanjut di Dreame/Innovel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang