Bab 3

5.9K 325 35
                                    

Kamar bernuansa maaron dan putih itu terasa senyap. Hanya terdengar suara detak jam yang terpasang pada salah satu dinding kamar.

Emily masih belum sadarkan diri. Helen dan Aaron menunggu dengan cemas pemeriksaan yang dilakukan Brian terhadap gadis itu. Keduanya hanya melirik satu sama lain, dan tidak mengeluarkan sepatah kata sedikit pun. Sengaja menciptakan suasana yang tenang agar Brian mampu berkonsentrasi penuh saat memeriksa Emily.

Rasa penasaran Helen tak dapat dibendung lagi setelah Brian mulai melepas stetoskop. "Bagaimana kondisinya?"

Brian menoleh pada Helen dan Aaron seraya menghela napas panjang. Ia mengangkat tangan kiri, memberi isyarat pada Helen agar menahan diri sebelum kembali berbicara. Brian bermaksud memberikan penanganan terlebih dahulu kepada Emily.

"Kita bahas nanti di ruang tamu." Brian mulai memakai sarung tangan medis, lalu mengeluarkan sebuah alat suntik dan botol kaca berukuran kecil. "Aku harus memberikan suntikan obat penenang untuk Emily."

Bibir Helen terbuka hendak menyela, tetapi Aaron lebih dulu meraih tangannya. Pria itu menganggukan kepala, isyarat agar Helen menuruti perkataan Brian.

"Bibi, aku mengerti bagaimana perasaanmu. Aku pun sangat mencemaskan kondisi Emily, tapi kita harus bersabar." Aaron melirik Brian yang mulai memberikan suntikan obat penenang pada sepupunya. "Percayakan semuanya pada Brian. Dia tahu yang terbaik untuk Emily."

Perkataan Aaron berhasil menenangkan Helen. Wanita itu tidak lagi bertanya dan mengikuti saran sang keponakan.

Selesai melakukan tugasnya, Brian mulai membereskan peralatan medisnya. "Ayo." Ia lalu mengajak Helen dan Aaron untuk pindah ke ruang tamu. Waktunya memberikan penjelasan pada mereka terkait kondisi Emily.

"Apakah kondisi Emily parah?" Kesabaran Helen tidak dapat dibendung lagi. "Kau sampai memberinya suntikan obat penenang."

Aaron hanya tersenyum tipis melihat ketidaksabaran Helen. Mereka bahkan belum duduk di sofa, tetapi wanita itu sudah mencecari Brian dengan pertanyaan. Aaron mendiamkan saja karena memaklumi bagaimana kekhawatiran Helen sebagai ibu Emily. Seorang ibu pasti akan khawatir bila terjadi hal buruk pada putri mereka.

"Detak jantung Emily cepat dan tidak beraturan. Ketika melihat raut wajahnya, beberapa kali Emily mengernyitkan dahi dan menggerakkan kepala. Seperti orang yang sedang bermimpi buruk," jawab Brian. "Dengan suntikan obat penenang, kita bisa membantu meredakan kecemasan yang dialami Emily."

Wajah Helen berubah pias. Reaksi serupa terlihat pada Aaron yang tidak mampu menyembunyikan rasa bersalahnya.

"Sejujurnya, kondisi semacam ini adalah hal yang paling aku takutkan setelah Emily ditunjuk menggantikan posisi Paman Peter," lanjut Brian. Raut kekhawatiran menghiasi wajah pria ini.

"Apa maksudmu?" tanya Helen bingung.

"Sebagai dokter pribadi Emily, sejak awal aku tidak setuju dengan penunjukan Emily untuk memimpin Wayne Corp." Nada bicara Brian mulai meninggi. "Emily memiliki trauma masa kecil yang membuatnya kerap merasa was-was untuk berinteraksi dengan orang lain. Memang salah satu cara mengatasi traumanya adalah memperbanyak interaksi dengan orang lain. Tetapi, itu butuh proses dan tidak dalam lingkungan perusahaan besar seperti Wayne Corp. Apalagi dengan tekanan yang Emily dapatkan selama menggantikan posisi Paman Peter."

Helen dan Aaron kompak menunduk.

"Apa yang terjadi pada Emily?" Brian berdecak kesal. "Kau tidak mau menceritakannya padaku, Aaron?"

"Maaf, aku belum bisa menceritakannya. Aku pikir lebih baik Emily yang mengatakannya padamu jika kondisinya sudah membaik." Kepala Aaron semakin tertunduk dalam. "Aku minta maaf karena sudah lalai menjaga Emily. Aku janji, kejadian semacam ini tidak akan terulang kembali."

Just for You [Lanjut di Dreame/Innovel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang