tiga

349 65 12
                                    

Pukul 10.00 pagi

Sehabis bel pertanda istirahat selesai, kelas Jisella –11 IPA 2– bersiap-siap mengganti seragam dengan setelan olahraga. Hal yang sama juga dilakukan oleh kelas Arjuna –11 IPS 3– yang secara kebetulan mendapat jadwal yang sama.

Selesai menguncir rambutnya tinggi-tinggi, tangan Jisella disambar Melisa menariknya keluar kelas diikuti Sera di belakang. Jisella menyipitkan matanya dan mengerang pelan saat hawa hangat yang lumayan menyengat menerpa kulitnya. Padahal hari belum se-siang itu, namun teriknya sudah seperti ini.

Dia menoleh kala rombongan Arjuna memasuki lapangan. Jisella mendelik jijik melihat tengilnya gaya jalan Arjuna, diikuti teman-temannya di belakang. Dasar.

“Kata pak Danang semua guru lagi rapat, jadi kita bebas.” ujar Sera yang baru kembali setelah pergi menghadap pak Danang guru olahraga bersama ketua kelas. Sera ini sekretaris.

“Hamdalah nggak jadi keringetan gue.” Melisa berujar lebay dengan kedua tangan mengadah ke atas.

“Yaudah balik aja ke kelas, perut gue masih kembung.” kata Jisella setengah meringis menepuk perutnya.

Kalau bukan karna kalah dari permainan bodoh yang Melisa buat, dia tidak akan kembung seperti ini. Permainan bodoh itu mengharuskan siapapun yang kalah menuang sambal sebanyak tujuh sendok ke dalam mangkuk baksonya. Jisella tidak tahan pedas, dia sampai membeli tiga botol air mineral untuk melawan rasa pedas sialan.

Sera menggeleng, “Nggak boleh ke kelas harus tetep di lapangan. Pak Danang nyuruh kita olahraga bebas. Mau main bola kek, basket atau olahraga matras. Terserah.”

“Yaudah yuk kita duduk-duduk aja sambil olahraga lidah.” seru Melisa.

“Ghibah maksud lo?” tebak Jisella yang langsung mendapat anggukan cepat dari gadis berponi itu.

“Yoi kan termasuk olahraga mulut.”

Sera tampak berpikir sebelum mengangguk setuju, “Iya juga ya. Kita duduk di sana aja kalo gitu.”

Melisa tersenyum lebar dan mengapit lengan Jisella menuju tempat yang dimaksud Sera. Hanya sebuah pohon rindang yang tampak sejuk berada di dekat mimbar. Terlihat cocok dijadikan tempat bersantai.

Sementara itu, Arjuna dan para dedemitnya tengah terbahak-bahak di sisi lain lapangan setelah berhasil mengerjai siswi kelasnya dengan menaruh ulat hijau gemuk –yang ditemui Aldo– di bahu siswi tersebut. Teriakan nyaring yang menggelegar membuat mereka puas.

“Gila si Putri kalo teriak bikin makhluk hidup pada kejang-kejang, luar biasa!” seru Arjuna memandang takjub sosok Putri yang masih mengumpatinya.

“Kasian uletnya benyek. Padahal gue mau mempertemukan dia sama kembarannya. Nggak tau terimakasih banget.” ujar Aldo berlagak kecewa seolah kebaikannya ditolak.

“Lo berdua sama-sama sinting. Tapi itu kasian bego si Fira nyungsep gitu ke selokan gara-gara ke dorong Putri. Makanannya jadi kebuang dah,” Regan menggelengkan kepala dengan sisa tertawanya.

Arjuna dan Aldo kembali tertawa. Sedangkan Bima hanya menghela nafas dan menggelengkan kepala melihat kelakuan teman-temannya yang kelewat jahil. Memang sih tadi dia sempat tertawa kencang sampai perutnya sakit. Namun saat kesadarannya kembali, Bima langsung menghentikan tawanya dan membantu Fira yang melosok ke selokan.

FRIENDZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang