tujuh

306 51 17
                                    

“Itu si kribo kenapa bisa ada di sekolahan kita sih?”

“Mungkin lagi study tour.”

“Tapikan sekolah kita bukan tempat wisata. Pantesan sebelum berangkat sekolah gue keingetan ayat kursi terus. Ternyata untuk menyambut kedatangan dia.”

“Oh ya?! Gue juga, Do! Hampir sama sih, bedanya pas gue bangun tidur tiba-tiba muncul firasat buruk. Jantung gue berdegub kenceng banget! Kayaknya hari ini terjadi kesialan. Terus gue mohon-mohon sama nyokap gue buat nggak sekolah. Ternyata....ckckck”

Melisa dan Aldo tak henti-hentinya membicarakan kemunculan Chika yang menggemparkan sekolah. Penampilan nyentriknya membuat semua mata memandang ke arahnya. Tapi yang reaksinya paling heboh adalah dua orang itu. Merek terus-terusan mencuri pandang dan mengawasi setiap gerak-gerik Chika. Seperti saat ini, mereka menatap penuh benci si target yang tengah bergelayutan manja di lengan Arjuna.

“Kalian berdua ternyata orang baik ya. Nggak membicarakan orang di belakang tapi di depannya langsung. Kuping aku sampe panas loh denger pengamatan kalian. Tapi kenapa semuanya jelek? Lagipula rambut aku nggak kribo kok, Aldo.”

Aldo langsung mendecih begitu namanya disebut Chika. Rasanya nama 'Aldo' terdengar jelek setelah keluar dari mulut gadis itu. Pulang sekolah nanti Aldo berencana meminta orangtuanya untuk mengubah namanya. Dan Aldo mengusulkan nama Albert sebagai gantinya.

Dia membisikan sesuatu ke Melisa yang duduk di sebelahnya. Melisa menyipitkan mata sinis lalu mengangguk remeh ke arah Chika.

Bima dan Sera datang membawa pesanan, keduanya terlihat kesusahan karna pesanan yang mereka bawa cukup banyak. Sekarang mereka tengah berada di kantin untuk menghabiskan jam istirahat. Awalnya Jisella tidak mau meninggalkan kelas berniat ingin tidur. Tapi Melisa memaksanya ikut jadilah dia di sini sekarang. Tanpa semangat sama sekali.

“Cuma perasaan gue atau kita jadi pusat perhatian sih? Dari tadi punggung gue kaya ditusuk-tusuk.” ujar Regan risih.

“Gimana gak pada ngeliatin toh ada tiga makhluk hitam mengelilingi meja kita. Wajarlah.”

Memang benar apa yang dikatakan Sera. Penyebab mereka menjadi pusat perhatian seketika karna bodyguard Chika berdiri mengitari meja mereka dalam posisi siaga. Risih? Tentu saja! Ingin menyuruh Tuannya mengusir para pengawal itu tapi alangkah lebih baiknya Chika-nya saja yang lenyap. Sayangnya bagaikan sudah menempel dengan kursi, Chika tak berniat bergerak dari duduknya. Ingin pindah meja, semuanya penuh tidak ada yang tersisa. Jadi mereka hanya bisa pasrah.

Jisella hendak menuang saus ke dalam mangkuk berisi bakso namun Arjuna menahan tangannya. Dia menaikkan satu alis bertanya kenapa.

“Jangan pake saos banyak banyak. Lo punya magh.”

“Iya dikit doang.”

“Nggak percaya. Dikitnya lo tuh banyak sampe penuh.”

“Ck gak bakal, bawel banget sih.”

“Udah sini,”

Jisella menggeram sebal karna lagi-lagi Arjuna menahan tangannya. Lelaki itu merebut botol saus lalu mengambil mangkuk Jisella membuat sang empu menghela pasrah. Terserahlah Arjuna mau apa.

“Nih makan.” Arjuna mengembalikan mangkuknya sambil nyengir dan menaruh kembali botol saus ke tempatnya semula.

Jisella melirik baksonya malas. Yang benar saja Arjuna hanya menuangkan saus setitik. Apa enaknya makan bakso seperti ini?! Jisella mengacungkan jari tengahnya pada Arjuna lalu menyantap makanannya tanpa selera. Awas saja, dia akan membalas nanti.

Arjuna tertawa senang melihat raut masam Jisella yang menggemaskan membuat orang di sebelahnya tidak suka. Dia tidak pernah suka melihat interaksi kedua orang itu. Membuat dadanya panas. Apalagi melihat sikap Jisella yang seakan acuh pada Arjuna. Sombong sekali benar-benar gadis sialan! Seharusnya dia yang berada di posisi itu. Hanya dia yang pantas menerima perlakuan manis Arjuna.

FRIENDZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang