BlackRose [3]

780 69 2
                                    

Kedua mata milik Daun tengah melihat sesuatu barang yang ada di tangannya saat ini, Bukanlah barang mewah atau mahal justru biasa baginya

Bunga mawar hitam yang sedang bersamanya di meja belajar dengan sinaran cahaya menembus jendela, Matanya tidak bisa melepas dari kalung ini karena ada sesuatu yang penting... Yang membuatnya bingung

"Kalung ini mungkin milik Cahaya dan sementara kau jaga kalung ini dahulu"

Mula mula Daun pikir memang kalung ini milik Adik paling terakhir diantara Saudaranya yang terpopuler di Sekolah, Sudah pasti ketampanan Adiknya ini kalah ama Petir

"Bukannya Cahaya tidak suka pakai kalung apa lagi aksesoris..." Cahaya memang tampan tapi ia tidak tertarik memakai aksesoris yang membuatnya tidak nyaman jika dipakai, Ia hanya suka memakai kacamata orange favoritnya "Jadi ini punya siapa?" Sambil membolak balik kalung perak ini secara berulang ulang dengan pelan

Tangannya memegang bulat kecil yang ada di tengah tengah tali kalung perak ini, mengeja dan membaca tulisan yang ada disana tidak terlalu jelas karena tulisan itu dihias serta ada bercak cak darah yang menempel disana telah mengering

"Mungkin aku akan menyuci kalung ini dahulu"

~~~

"Kau seharusnya di rumah aja Petir"

Petir mengigil kedinginan di tengah jalan bersama Wanita yang selama ini bersamanya, Cuaca ini tidak dingin tapi Lelaki ini kedinginan tidak rasa panas atau hangat

Wajahnya pucat hingga bibirnya, Kedua lengannya memeluk dirinya sendiri, Tubuhnya gemetaran mengundang rasa khawatir Raisa ketika memegang dahi Petir yang merasakan panas

'Ngak tentu aku demam gara gara ngak pake selimut' Mengingat jika dirinya subuh pagi itu yang tidur bersama Tanah serta Angin di ruang tengah tanpa menggunakan selimut

Petir tidak berkata apapun, Kedua matanya hanya menatap tanah yang dipasang keramik coklat muda. Wanita yang umurnya lebih besar darinya hanya menghela nafas melihat dirinya yang terus diam

"Masih bisa tahan? Aku antar balik setelah ketemu Fang" Petir mengangguk melihat jalan yang dilintasi banyak kendaraan seperti motor, Ia merapatkan jaket kuning yang selama ia pakai

"Itu dia Fang!" Teriak Raisa ketika melihat Fang dan Sail yang berada di depan Market tengah berbicara sesekali mereka tertawa, Jika ingin menemui mereka berdua hanya perlu menyebrang jalan yang cukup banyak kendaraan melewati

Bersyukur aja kalau ada lampu lalu lintas berwarna merah membuat para kendaraan berhenti, Raisa duluan menyebrang jalan bertemu dengan Fang yang melambai kehadiran Wanita ini

Dan disisakan Petir yang berjalan tergontai gontai merasakan pusingnya semakin hebat bahkan pandangannya mulai buram tidak bisa melihat jelas sekitarnya

Ia tidak bisa lihat jelas, Namun ia bisa mendengar klason mobil yang terus berbunyi beberapa kali yang perlahan lahan mulai mendekatinya

Suara klason mobil itu tidak berbunyi lagi tapi dirinya seakan akan melayang dan merasakan amat sakit bagian tubuhnya. Terasa dirinya tengah berguling guling di tanah berbatu, Batu yang tertacap pada tubuhnya hingga menimbulkan bekas luka atau goresan

Dirinya tidak bisa bergerak, Merasakan sakit yang terus menyerangnya berkali kali lipat. Pandangannya mengelap dengan terakhir seseorang yang berteriak memanggil namanya

~~~

"Tidak mungkin..." Bisik Seseorang yang tengah berdiri dekat sofa yang terletak di ruang tengah yang tengah telepon seseorang, Kedua matanya berkaca kaca ketika mendengar pembicaraan lawannya "Dia masuk rumah sakit..." Bisiknya lirih

"Aku belum tau keadaannya sekarang, Dokter tengah berusaha semampunya" Suara bass yang kita kenali dan Orang itu yang dijuluki sebagai 'Landak Alien(?)' sudah pasti Fang "Pelaku menabrak Petir kabur dan Mobil itu tidak memasang plat nomor"

Tanah terdiam tangannya masih setia memegang ponsel yang masih berada di telinganya, Kedua lututnya lemas membuat ia terjatuh perlahan dalam posisi duduk. Air mata yang sukses mengalir di pipinya hingga kedua matanya memerah, Bibirnya bergemetar tidak tau mau berkata apa

Ia tidak tau gimana reaksi Adiknya jika dirinya memberitau bahwa Petir kecelakaan, Ia tidak tau keadaan Kakak tertuanya bagaimana...

"Tanah? Kok kau menangis?" Kakak ketiga setelah Tanah yang mendekatinya melihat dirinya menangis terdiam sambil memeluk kedua lututnya "Ada apa ini?" Ia meraih ponsel milik Tanah yang barusan pemilik itu memberikan padanya

Angin melihat layar ponsel yang tertanda nama 'Fang' disana yang masih belum menutup telepon, Ia meletakan di telinganya merasakan friasat buruk jika sahabatnya Petir itu menelpon Tanah hingga menangis

"Tanah? Tanah!" Suara yang terus memanggil Tanah berkali kali karena tadi Saudaranya itu tidak berkunjung menjawab tapi sekarang didengar oleh Angin "Apa kau baik aja?"

"Kalian lagi bahas apa... Sampai Tanah nangis"

"Ah Angin... Petir... Kecelakaan" Suara kecil seperti berbisik tapi Ia saat mendengarkannya membuat ia terdiam sejenak matanya langsung menyorot kosong ketika sudah tau kenapa Saudaranya menangis "Sekarang dia berada di Rumah sakit..."

"Bagaimana keadaannya sekarang..." Angin mendekati Tanah yang duduk di lantai dengan tubuhnya bersandar di balik sofa, Tangan satu lagi milik Angin yang bebas digunakan memeluk Saudaranya yang beda beberapa bulan menangis

"Aku juga tidak tau keadaannya, Pelaku itu berhasil lolos dan kabur... Aku melihat mobil itu yang tidak memasang plat nomor"

Angin terdiam sejenak lalu berpikir mendengar perkataan Fang itu, Raut wajahnya yang jahil, lucu itu berubah menjadi raut serius ketika ada sesuatu yang berhubungan dengan saudaranya sendiri

"Aku akan kesana bersama Tanah" Tanpa berkata apapun lagi, Angin langsung mematikan telepon sebelum Fang menjawab sesuatu perlahan lahan ia meletakan ponsel milik tanah di lantai keramik itu

Tubuh Tanah yang terus bergemetar ketakutan dan ini sudah kedua kalinya semenjak kejadian Cahaya dan sekarang Petir, Tanah yang bertanggung jawab atas Saudaranya dan paling perhatian diantara Dirinya dan Petir

Tapi sekarang ia berubah menjadi lemah, takut bukan seperti diri Tanah yang asli

"A-aku gagal... Lagi menja-ga Sau-daraku..." Angin tidak mau mendengar kata kata isakan Saudaranya yang cukup membuatnya sakit sembari kedua tangannya langsung memeluk erat Tanah yang menangis deras tidak tau mau apa lagi selain ia membalas pelukan Angin lebih erat

"A-ku... ti-dak mau... Kehi-langan siapa-pun... Pada-hal Aku su-dah ber-janji"

"Diam..." Balas Angin lirih berusaha memberhentikan lanjutan kata Saudarannya yang suara serak bercampur yang lain sehingga harus bersusah payah bicara, Mendengar suara milik Tanah yang pasrah dan hancur saja hatinya sepertinya hancur berkeping keping berhasil membuat mata Angin berkaca kaca sepertinya ini di ambang kehancuran keluarga "Cahaya dan Petir tidak suka melihatmu menyalahkan dirimu"

"Air telah berkata jika tugas menjaga serta perhatian bukan dirimu seorang ataupun Aku" Mengingat perkataan Air kemarin itu yang masih ia ingat, Adik yang paling mengerti keadaan apapun walaupun jika Air yang sering tidur tenang

"Itu tugas kita semua, Satu keluarga... Bukan dirimu saja"

"Aku tidak mau jika kau sendirian mengurus semua ini dan kau jatuh sakit"

"Dan biar aku yang lain akan ikut mengurus semua ini"

Tbc
Rasanya uda lama Update ya :)
Lagi kencan ama Pr, Padahal baru masuk sekolah disuruh kerjain Lks sampe abis

=-= Sempet sempet gila karena Pr sampe Hp jatuh, Mantep kali

Hello BlackRose?[√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang