The Fault In Your Eyes

15.5K 887 43
                                    


Vale memanaskan VW beetle-nya. Ia melirik arlojinya, lantas mengeluh seraya mendengus kesal. Ini bahkan masih terlalu pagi. Matahari masih tampak malu untuk memancarkan sinarnya. Jarum pendek itu kini masih bertengger pada angka 6! Sepertinya Vano tidak akan mau pergi di pagi buta begini, keluh batinnya.

Vale lantas mematikan mesin mobilnya. Ia berniat untuk kembali ke kamar dan melanjutkan tidur nyenyaknya. Memimpikan kembali pangeran khayalannya, yang telah diberi pencerahan oleh Tuhan bagaimana rupa asli sosok tampan itu.

Vale tersenyum seraya menggigit bibir bawahnya. Bayangan lelaki itu dengan tanpa permisi terlintas begitu saja dalam benaknya. Menari liar seolah membekukan syaraf gadis itu. Seketika sebuah ide muncul dalam kepalanya, membuat seulas senyum di wajahnya terukir berseri.

Benar. Kenapa baru terpikirkan sekarang?! Vale menggerutu sendiri tapi tak urung ia tersenyum kembali. Ya, ia akan menemui Vano sekarang. Ia melirik mobilnya seraya mengelus kap mobil itu.

"Kitty, sepertinya untuk kali ini aku harus pergi seorang diri tanpamu," Ia mengecup pelan spion mobilnya. "Bye Hunny!"

***

"Valecia?"

Senyum Vale mengembang saat pintu besar dihadapannya terbuka, menampakkan sosok malaikat terseksi yang pertama kali baru ditemuinya. Oh, ayolah Vale, jangan bergurau. Rutuk batinnya.

"Bagaimana kau tahu?" Ia pura-pura heran, dengan bersikap biasa, seolah jantungnya saat ini tidak berdetak lebih cepat!

"Tidak ada lagi orang yang menggangguku di pagi buta seperti saat ini," ujar Vano datar.

Vale mengerucutkan bibirnya, "Aku mengganggumu?"

Kedua mata lelaki itu tersenyum samar, "Jika aku menjawab itu benar, apa kau akan beranjak pergi dari sini, hm?"

Bola mata gadis itu bahkan nyaris keluar mendengar ucapan Vano. "Kau benar-benar mengusirku, Vano?" Vale mengigit bibir bawahnya. Demi Tuhan, ini sungguh memalukan! Malu sekali.

"Aku suka pertanyaanmu." Kini bibirnya ikut tersenyum, tipis. "Masuklah."

Vano ini benar-benar! Vale hampir saja merasakan malu yang... Kalian tahu itu! Lagipula, memang Vano tidak pernah mengusirnya bukan? Namun, mengapa gadis itu selalu dikatakan sebagai 'pengganggu'?!

Baiklah. Mungkin dalam hal lain, kata "mengganggu" akan senantiasa di sanjungnya. Seperti: "Vale selalu mengganggu pikirannya". Kalimat ini pasti akan begitu dihargainya. Benar-benar membuat gelisah yang teramat mendebarkan dada. Namun kini masalahnya bukan tentang bagaimana hati-gelisah-akibat-seseorang-yang-selalu-mengganggu-pikirannya! Tapi kata 'mengganggu' yang dapat membuat Vale menangis saat itu juga menahan malu! Ya, bila itu memang benar terjadi.

Seandainya. Namun sayangnya hal itu tidak pernah terjadi, bukan?

Melihat Vano yang sepertinya memang benar-benar baru bangkit dari alam bawah sadarnya saat Vale menunggunya, membuat Vale sedikit terpana. Ah, tidak sedikit. Tapi sangat terpana! Vano yang tubuhnya tinggi menjulang hanya dibalut dengan T-shirt putih polos serta celana pendek Chino. Rambutnya yang sedikit berantakan membuatnya terlihat seksi. Ugh, semoga air liurnya tidak menetes saat ini juga. Ia benar-benar merasakan ritme jantungnya terpompa sepuluh kali lebih cepat. Gosh!

"Tidak usah, aku disini saja."

Vale berdesis samar kemudian mengusap ujung bibirnya. Ia takut pikirannya yang berlebihan itu benar terjadi. Dan benar saja, ia merasakan sedikit basah pada bagian sudut bibirnya. Suasana diantara keduanya semakin hangat terasa, entahlah mungkin hanya dirinya yang berlebihan. Astaga! Aku butuh oksigen!

Eyes OpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang