Jangan lupa vote dan komennya ya. Makasih.
Happy reading!
==========
Tuhan! Bagaimana ini? Seseorang di luar sana tolonglah aku! Aku terus berusaha lepas dari cengkeraman Edgar.
"Edgar!" seruan yang terdengar sedikit parau sampai ke telingaku.
Ketakutan yang mengungkung jiwaku perlahan terkikis seiring derap langkah sang pemilik suara yang kian mendekat. Edgar turun dari tubuhku, kemudian duduk sambil menyugar rambutnya yang sedikit berantakan. Aku menurunkan kakiku dari sofa dan masih belum beranjak dari samping Edgar. Aku takut. Gugup. Di hadapanku kini berdiri ayah dari Edgar, Jason Harrison.
"Ada apa ke sini, Ayah?" pertanyaan dengan nada tidak senang keluar dari mulut Edgar. Pria ini sangat terganggu dengan kedatangan Jason. Di tengah hasrat Edgar yang sedang menggebu, lelaki tua berambut silver itu memorakporandakan semuanya. Namun, aku sangat bersyukur dengan kehadiran Jason.
"Edgar, menurutku, sebaiknya kalian cepat menikah saja," cetus Jason.
Apa?! Menikah? Aku bangkit dari dudukku secara otomatis. "Tuan Harrison, maafkan saya. Saya harus cepat pergi. Ada beberapa urusan yang harus saya selesaikan."
"Kalau kedatanganku ke ruangan ini mengganggu kalian, aku akan keluar." Jason seperti merasa sedikit bersalah sudah mengganggu aktifitas kami tadi. Padahal, aku sangat bersyukur dia mengganggu.
"Edgar, kita bicara nanti." Tatapan mata Jason kini beralih pada Edgar.
"Oh, tidak ... tidak! Anda bisa bicara dengan anak Anda sekarang, Tuan Harrison. Saya yang akan pergi. Saya masih banyak urusan," desakku.
Aku melirik pada Edgar. Kilat amarah terpancar dari mata coklatnya yang seakan mengancamku dengan kata, "Awas kau!"
"Aku permisi, Tuan Harrison."
Tidak membuang waktu lagi, aku segera angkat kaki dari ruangan Edgar. Tidak memedulikan hal lainnya, aku berjalan dengan cepat, bahkan nyaris berlari menuju lift.
Kulihat Carmen masih setia menungguku di lobi ketika pintu lift terbuka. Wanita itu duduk dengan anggun sambil membaca sebuah tabloid.
"Carmen!" seruku ketika tiba di hadapannya.
Carmen langsung melipat tabloid di tangannya lalu menatapku heran.
"Nona, ada apa? Kenapa tampangmu—"
"Tidak ada apa-apa," potongku.
Aku meraih tangan Carmen dan mengajaknya keluar dari gedung milik Harrison Corpporation. Aku melesatkan mobil yang kukendarai dengan cepat ke luar dari pelataran parkir salah satu gedung pencakar langit termegah dan termewah di Upper east Side.
"Nona, kita mau ke mana? Kenapa Nona terlihat sangat gugup begini? Apa perlu aku yang mengemudikan mobilnya?" Carmen terdengar sangat mengkhawatirkanku.
Aku menggeleng. Meskipun pandanganku masih tertuju ke padatnya jalanan Fifth Avenue, tetapi aku berusaha menanggapi pertanyaan Carmen. "Tidak apa-apa, Carmen. Well, mulai sekarang jangan panggil aku 'Nona'. Panggil saja namaku."
"Tapi, Nona—"
"Panggil namaku atau kupecat kau." Aku tidak sungguh-sungguh mengancam akan memecatnya. Dia asisten terbaikku dan aku suka pada gadis manis ini.
"Oke, Vana. N-Nirvana," ucapnya sedikit gugup.
Aku tahu, canggung bagi Carmen untuk memanggil bosnya dengan nama depan saja. Namun, aku tidak mau ada kasta yang memisahkan hubungan pertemanan kami hanya karena dia asistenku. Aku yakin gadis ini yang sudah banyak membantuku ketimbang yang aku sebut teman dan sahabat.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVERSION (The Sexy Bodyguard) 🔞
Romansa"Kau selalu membuatku takut. Takut akan jatuh cinta dan takut akan harapan yang terlalu tinggi untuk bisa meraih hatimu." ~Nirvana Dallas~ Di tengah pencarian jati dirinya, Nirvana Dallas, harus terjebak asmara dengan pengawal pribadinya. Menakluk...