“Juuuneeeettt!” teriak Tiara didepan rumah Juna.
“Iya bentar!” balas teriak Juna dalam pekarangan rumahnya.
Tiara sedikit menjinjikan kakinya dan menyambangi rumah Juna lewat pagarnya dan melihat Juna sedang memakai sepatunya.
“Woi! Cepetan!” teriak Tiara namun Juna hanya menatap Tiara, tidak menjawab.
Selepas memakai sepatu, Juna langsung melangkah menuju luar pagar rumahnya, ibu dan ayahnya belum juga pulang, hingga Juna agak sedih karena merasa kesepian dirumah.
“Ya udah, yuk!” Ajak Juna setelah menggembok pagar rumahnya dan memasukkan kunci pagar kedalam saku seragamnya.
“Kok lu kayak nggak semangat gitu?” tanya Tiara.
“Nggak apa, Ra,” jawab Juna singkat.
“Lo cerita aja sama gua, gua kan sahabat lu, apapun masalah lu, gua bantu deh,” bujuk Tiara.
“Gua kesepian dirumah, nyokap baru pulang lusa, sedangkan bokap entah kapan.”
“Ya nggak usah sedih dong, kan ada gua! Nanti gua tepatin janji ke lu deh, kan katanya mau jalan-jalan bareng? Kita main kemana gitu mau nggak?” bujuk Tiara lagi.
“Oke deh, Ra,” jawab Juna singkat.
“Iiiih, senyum dong, masa raja bucin mukanya kusut gitu!”
“Aaah, lu bisa aja,” jawab Juna sambil senyum senyum malu dan menyenggol bahu Tiara.
“Sakit tau!”
“Tapi tak sesakit ditinggalkanmu,” jawab Juna.
“Dasar bucin!” balas Tiara dengan suara agak keras dan diucapkannya pas dua sentimeter diatas permukaan telinga Juna.
“Mulut lu kayak pengeras suara musalla! Keras amat,” ejek Juna sambil menggosok-gosok telinganya hingga Tiara tertawa ngakak dibuatnya, uuhh lesung pipitnya keliatan lagi.
“Demi apa pun juga, gua rasa gua benar-benar jatuh cinta sama sahabat gua sendiri” batin juna sambil tersenyum pada Tiara.
~(o0o)~
Terik siang menyentuh ubun-ubun kepala, saat ini adalah jam olahraga, pelajaran yang paling dibenci Juna selama bersekolah, bagaimana tidak, pelajaran yang harusnya menyenangkan dan menggembirakan, malah seperti latihan militer yang super melelahkan dari guru olahraganya.
“PRRRIIIITTTT!” teriak peluit Pak Randi.
“Kalian keliling lapangan sepak bola ini sepuluh kali!” tegasnya.
Seketika semua siswa langsung berhamburan berlarian menuruti perkataan Pak Randi, karena jika tak dituruti bisa saja disuruh push up atau sit up sebagai tambahan sepuluh kali lari di lapangan sepak bola.
“Gue capek! Nggak sarapan tadi!” kesal Juna pada Tiara, mereka kebetulan berlari bersama dengan tempo yang hampir sama.
“Aah, katanya laki, harus kuat dong!” Tiara menyemangati Juna.
“Iya, semangat! Seperti semangat mengejar cinta Tiara!” jawab Juna bersemangat hingga keceplosan.
“Ha ha ha, lu udah bucin stadium empat emang!” balas Tiara.
“Hehehe” jawab Juna. “Untung dia anggap becanda karena gua sering bucinin dia, hampir aja ...” batinnya.
*20 menit kemudian
“Udah paaaakkkk!”
“Caapeek Pak!”
“Haauuss pak!”
“Paannaass pak!”
“Istirahat dulu pak!”Demikianlah keluh kesah siswa yang terkapar setelah berlari sepuluh putaran, tak terkecuali Tiara dan Juna.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Is The King Of Bucin (TELAH TERBIT)
Teen Fiction#1 in Buciners (30 Juli 2019) #1 in Kerinci (8 Agustus 2019) #1 in Sungaipenuh (19 Maret 2021) Jika jatuh membuatmu cinta, jangan sampai cinta membuatmu jatuh