Jika sahabat telah berubah arah menjadi rasa cinta, tentu galau akan menerpa, pastinya itu adalah hal yang sering dialami beberapa orang, kita tak dapat memastikan perasaan kita dengan perasaannya berbanding lurus atau berbanding terbalik. Kita tak tahu perasaan yang terikat tersebut memiliki kutub magnet yang sama hingga semakin jauh jika didekatkan, kita juga tak tahu jika ia memiliki kutub magnet berbeda yang justru semakin dekat meski disekat kertas.
“Junet kelamaan deh jalannya!” ujar Tiara dengan nada lantang menarik tangan Juna.
“Eh, Tiara, tunggu!” cegat Juna melepaskan tangan Tiara.
“Apa lagi?”
“Kalau lu sendiri nggak apa-apa kan?” pelas Juna memegang perutnya.
“Lu kenapa?”
“He he he, mau memenuhi panggilan alam,” jawab Juna sedikit malu.
“Ya elah, sono gih! Entar meleber disini, lu juga yang malu!”
“Oke oke,” jawab Juna langsung berlari menuju toilet.
Tiara hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan melanjutkan perjalanannya ke perpustakaan untuk mencari beberapa bahan bacaan, katanya ada buku baru yang datang kemarin di perpustakaan, karena tak ada pilihan lain, akhirnya Tiara memilih sendiri pergi ke perpustakaan, karena tak mungkin menunggu Juna yang kebiasaannya menyanyi enggak jelas di kamar mandi.
“Mau ambil buku apa, ya?” batin Tiara melirik-lirik rak buku perpustakaan.
Pandangan Tiara berhenti pada buku “Love in Diary” karya Genta Hidayat Tullah.
Tiara meraih buku tersebut namun buku yang dipegangnya tertahan, Tiara melirik ke arah rak tersebut dan mendapati sosok Umar yang juga memegang buku itu.
“Maaf,” Tiara melepaskan pegangannya dan langsung menjauh dari rak tersebut, dia enggan untuk mengingat kembali tentang Umar yang karenanya Tiara jadi pindah kelas.
“Eh tunggu!” Umar berlari mencegat Tiara dengan memegang tangan Tiara, namun Tiara diam dan hanya menatap Umar dengan tatapan kebingungan.
“Maaf, aku hanya lihat-lihat saja ...” Umar melepaskan genggaman tangannya dan mengulurkan novel Love in Diary itu pada Tiara.
“Tak, apa, kan lu yang duluan.”
“Kamu duluan kok yang pegang,” Umar kekeh ingin memberikan buku tersebut dan akhirnya Tiara mengalah dan menerima buku tersebut
“Terima kasih,” jawab Tiara cuek namun Umar tersenyum manis kepada Tiara hingga Tiara menjadi tak tega untuk bersikap cuek pada Umar, Tiara hanya membalas sedikit senyum dari bibir tipisnya.
“Oh, ya, belum kenalan, kan?” tanya Umar.
“Udah tau kok, lu mau modusin gua, kan?” batin Tiara.
“Iya, gua tau, nama lu Umar,” Tiara memotong.
“Tapi hanya tau nama, kan?”
“Maksudnya?”
“Ya ... maksudnya, ajak temenan gitu, kan lebih baik daripada nambah musuh.”
“Hmm, iya,” jawab Tiara singkat sambil membuka novel yang diberikan Umar.
“Nama kamu ....”
“Tiara,” potong Tiara.
“Eh iya,” Umar agak kebingungan dengan sifat Tiara yang dingin padanya.
“Gua duluan, makasih novelnya,” Tiara menunjukkan buku tersebut dan beranjak ke meja pustakawan untuk menambahkan novel tersebut ke dalam list pinjamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Is The King Of Bucin (TELAH TERBIT)
Teen Fiction#1 in Buciners (30 Juli 2019) #1 in Kerinci (8 Agustus 2019) #1 in Sungaipenuh (19 Maret 2021) Jika jatuh membuatmu cinta, jangan sampai cinta membuatmu jatuh