Informasi Rahasia

297 51 56
                                    

Cerita ini hanyalah fiktif dan murni berdasarkan imajinasi penulis. Jika ada kesamaan nama dalam bentuk apapun, bukanlah unsur kesengajaan. Pemilihan setting tempat hanya berdasarkan minat dan imajinasi penulis. Tidak pernah ada kejadian serupa di tempat sebenarnya. Beberapa institusi, istilah, dan sistem mungkin tidak sesuai dengan konteks Indonesia yang sebenarnya. Organisasi Secret Detectives juga merupakan karangan. Segala aturan yang diceritakan juga hanyalah fiktif.

----------------------------------------

10.20

Karis menaiki tangga warnet pokemon dengan raut gusar. Ada sesuatu yang sejak tadi menganggu pikirannya. Dia menggeleng, mencoba tetap tenang dan tidak gegabah sambil meletakkan kelima jarinya pada pendeteksi sidik jari untuk membuka pintu.

Hai, lovebird!” sapaan konyol dari Jassen langsung menyambutnya.

“Ciee yang habis sarapan sama Naura,” Abdul menyahut.

“Kamu yang nyuruh! Bukan kemauanku sendiri!” bantah Karis. Abdul hanya terkekeh melihat Karis yang selalu sensitif jika diajak membahas soal wanita.

“Kalian cuma berdua?” tanya Karis kemudian.

“Mario lagi boker,” jawab Abdul sambil menunjuk arah toilet. “Doni masih sibuk bikin laporan soal kasus di Seturan kemarin. Candra, ya seperti biasa sama si bos. Arsyad, nggak tau tadi katanya mau ketemu orang—,”

“Ketemu Alma?” sahut Karis sebelum Abdul melanjutkan kalimatnya.

“Was-was banget kalau Arsyad ketemu dokter Alma,” sindir Abdul.

“Nggak. Cuma memastikan,” bantah Karis.

“Arsyad ketemu orang dari tim gegana. Gak tau mau ngapain, reuni mungkin," jelas Abdul akhirnya.

Sejurus kemudian, terdengar suara pintu toilet terbuka diikuti helaan napas lega dari Mario. “Udah lega?” tanya Abdul.

“Alhamdulillah,” jawab Mario membuat Abdul dan Jassen terkekeh.

“Gimana, Naura? Ada sesuatu, Ris?” tanya Jassen.

"She is smarter than my expectation. Dia sama sekali nggak kejebak sama pertanyaanku,” keluh Karis. Ya, sepanjang perjalanan dia mengajak Naura mengelilingi Jogja tadi setelah sarapan, Karis memang menanyai Naura banyak hal tapi gadis itu menjawab semuanya tanpa terpeleset.

“Sassy girl, aku boleh tau nama lengkap kamu?" Tanya Karis.

"Naura Amanda," jawab Naura berbohong.

"Kamu nggak nanya aku balik?"

"Enggak, kan aku udah lihat data diri Mas Hamid di Pak RT. Hamid Hardiono, dua puluh sembilan tahun," jelas Naura.

"Curang kamu, sassy girl!"

Naura terkikik. "Mas Hamid udah tua ya ternyata. Udah mau tiga puluh."

"Jangan ngatain aku, sassy girl! Emang kamu masih muda?"

"Jelas aku masih muda. Aku baru dua puluh dua."

"Sassy girl, kerjaan calon suami kamu apa sih? Kok dia kaya banget bisa nyogokin keluarga kamu,” tanya Karis.

“Mana aku tau? Aku juga nggak peduli,” jawab Naura.

“Ya kamu kan calon istrinya. Masak nggak tau?”

“Mas Hamid do’ain aku ketangkep dia terus dinikahin?”

Beberapa potongan percakapan tadi melintas di otak Karis. Sungguh, semua tidak ada yang mencurigakan. “Jawaban dia selalu lugas. Nggak ada nada bergetar atau ekspresi ragu,” kata Karis. “Tapi ada satu yang ganggu pikiranku,” lanjut Karis ragu. “Jam tangan Naura mirip gadis pelempar ranjau.”

Beyond the Mission (Sudah Terbit- Part Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang