Persiapan

106 112 14
                                    

       "Mel, kau udah dapat izin atau belum?"
"Udahlah. Kau kek mana?"
"Sama."
"Oke. Fix kita bertiga berangkat. Jangan lupa nanti pulang sekolah kita cek kesehatan. Oke," ucapku sambil memegang kedua pundak sahabatku itu.

    "Tapi, kita nanti bawa apa aja ya. Belanja dulu kita yuk. Ada yang mau aku beli nanti."
"Sama. Aku juga."
"Oke-oke. Nanti kita belanja. Yuk ke kelas dulu. Nanti kita bahas sama yang lain mau beli apa saja."

   "Yu, kau jangan lupa nanti bawa powerbank." Pintah Melani.
"Fa, kau bawa mantel yang tebal yak buat aku. Kan aku gak kuat dingin."
"Udah-udah. Itu nanti aja kita bahas. Sekarang nyimak dulu pelajarannya."

   Sifa dan Melani paham dan mulai berkonsentrasi pada pelajaran. Waktu terasa begitu cepat. Sekarang sudah waktunya istirahat. Kami pun menuju kantin dengan riang sambil menyanyikan lagu BTS.

   Sebenarnya Sifa tidak terlalu suka pada K-pop. Hanya aku dan Melani saja yang suka. Karena persahabatan tadilah akhirnya Sifa menyukai BTS.

   "Sayang, kamu dibolehin kan sama mertuaku muncak?" tanya Muda yang tiba-tiba mengagetkan kami.
"Astaga sayang bikin kaget aja. Alhamdulilah dikasih izin," jawab Melani senang.

   "Yu, Fa kalian kek mana. Diizinkan?" Muda balik bertanya.
"Alhamdulilah," jawab Sifa sambil meneguk jus mangga kesukaannya.
"Kalau dia mah nggak usah ditanyain lagi deh. Kan udah Mama Rimba, haha." Sifa terkekeh dan disusul Melani.

   "Namanya juga hobi. Dan yang paling penting itu adalah niat kita dari awal. Kalau baik, kita aman-aman aja. Tapi kalau buruk ya jangan coba-coba. Bisa dikerjain nanti," Aku menyantap mie goreng kesukaanku dengan sangat rakus. Karena aku memang lapar.

    "Itu doyan atau lapar sih,"
"Laper lah," jawabku cuek.
"Ehem. Sepertinya Anda tidak sopan makan seperti itu. Apalagi Anda perempuan."
  
   Sepertinya aku mengenal suara itu dan langsung menoleh ke atas. Yup, benar saja. Itu Wahyu.  Aku bersikap biasa saja. Toh, ini jadwalnya makan siang, bukan dalam keadaan menjalankan tugas.

   "Kenapa. Kamu mau ya? Dari tadi tengok-tengok terus." Aku berhenti mengunyah.  Dia hanya diam mematung.  "Tak usah malu-malu. Sini duduk, biar makan bareng kita." Aku mempersilakan dia duduk di sampingku.

    Tak butuh waktu lama. Aku menariknya dan langsung terduduk. "Haha, biasa aja lagi ekspresi wajahnya. kayak gak pernah dipegang cewek aja," ledek Melani sambil tertawa ringan.

  "Atau jangan-jangan emang gak pernah ya?" Timpal Sifa.
"Haha, lagian mana ada cewek yang mau sama orang kayak gini."
Aku tertawa sekali-kali.

  "Buka mulutnya. Aaa."
"Bandal betul sih dibilangin. Buka cepat."
Wahyu masih tidak mau membuka mulutnya. Dia malu atau memang gengsi. Dasar aneh.

   Tangan Muda segera menggelitikki pinggang Wahyu dan otomatis mulutnya terbuka. "Hap, akhirnya kamu makan juga. Jangan sok nolak deh aku suapin."
"Haha." Melani dan Sifa tertawa sambil memegang perutnya. Si Muda menggebrak meja dan aku masih melanjutkan ritual makanku.

   "Lucu ya?" Ujar Wahyu tak terima. Langsung berdiri meninggalkan kami yang masih terkekeh. Tak lama setelah itu aku pun mendapatkan pesan agar aku segera ke ruangan OSIS. Aku mendengus kesal.

   "Woi, kenapa lu. Mukanya kusut gitu. Perasaan barusan aja ketawa-ketiwi," teriak Melani sambil menyiapkan Muda bakso.

  "Iya, kenapa Yu. Ada masalah kah?"
"Masalah bangat. Huh." Aku mengerutkan dahi.
     
                  ***
     "Eh, apa kata Wahyu? Dia marahin kau atau malah ngomel-ngomel dia?" ucap Melani penasaran.
"Cerita dong Yu. Penasaran tau," Ujar Sifa yang menggoyang-goyangkan badanku.
 
   "Bisa gak sih kalian diam. Aku lagi sebel tau. Bete plus kesal. Lengkap deh." teriakku sambil menendang bangku yang ada dihadapanku.

   "Santai bos. Jangan marah-marah. Itu kaki dipakai lama loh." Melani meletakkan kursi itu ke tempat semula.

   "Gimana aku gak bete coba. Pulang sekolah nanti aku harus nemanin dua cowok sekaligus." ucapku sambil terisak.

   "Seriusan? Siapa tuh cowoknya. Cakap nggak. Kalau cakap aku ikut dong."
Senyumanku pun langsung mengembang. "Cakep, ganteng lagi. Nanti kau bebas mau belanja apa aja Mel. Ditraktir kok sama mereka. Kalian ikut ya, plis." Aku mengerdipkan mata manja memohon agar kedua sahabatku ini mau menemaniku.
   
     "Siap." Kami pun berpelukan.

Fifteen Seconds (On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang