Part 9

10 5 0
                                    


Satya sendiri menyaksikan bagaimana Joshua datang dan berbicara dengan Alice. Ia tak tahu persis apa yang mereka bicarakan didepan pagar rumah Alice. Namun entah kenapa itu membuatnya merasa tidak senang. Kenyataan bahwa Alice mau bertemu dengan Joshua, sementara Alice bahkan tidak membalas pesannya, membuat Satya merasa tidak tenang.

Satya membunyikan bel rumah Alice, namun tak kunjung ada jawaban dari dalam rumah. Alice seolah meniadakan dirinya, bahkan saat Satya meneleponnya pun Alice tak menjawab. Satya mendengus kesal, Benar-benar kejam. Gerutu Satya.

Alice tersentak bangun, ketika suara guntur pecah seolah di depan jendela kamarnya, saat ia bangun sekeliling terlihat gelap dan hujan deras turun disertai guntur dan petir yang bersahutan diangkasa.

Alice lantas teringat pada Satya yang memiliki trauma tersendiri pada suasan hujan petir dan listrik yang padam. Alice tak berpikir panjang lagi diambilnya ponsel sebagai penerang, dan lari sekencangnya kerumah Satya. Ia menggerutu kesal saat pintu pagar Satya sudah tertutup sementara ia sudah basah kuyup menerjang hujan, yang ada dipikirannya kini hanya Satya. Ia langsung memanjat pagar rumah Satya dan secepat yang ia bisa masuk kerumah dan mencari lelaki itu dilantai 2 berbekal senter ponselnya. Perkiraannya tidak salah lelaki itu tengah meringkuk di pojok ruangan dengan tubuh gemetar dan kedua tangannya menutupi kedua telinganya. Alice langsung merengkuh tubuh Satya kedalam pelukannya, Satya yang menyadari kehadirannya lantas balas memeluknya lebih erat, ia seolah takut tubuh itu menghilang. Alice menenangkan Satya dengan mengelus-elus kepalanya dan menepuk-nepuk punggunya.

"Tenanglah aku sudah disini," kata Alice seraya masih memeluk tubuh Satya. Satya masih terdiam, beberapa saat mereka masih terdiam dalam posisi berpelukan.

"Ayo kembali ketempat tidur, aku akan menyalakan penerangan untukmu," Alice melepaskan pelukannya, tetapi Satya enggan melepaskan rangkulannya dari tubuh Alice.

"Sebentar saja, mungkin ada di laci itu," Kata Alice. Satya akhirnya menurut, ia melepaskan pelukannya tapi tetap menggenggam tangan Alice. Alice membiarkan tangan Satya mengikuti tangannya, sambil tangan kirinya mencari-cari benda didalam laci yang bisa diandalkan untuk penerangan. Tak perlu waktu lama, selusin lilin berukuran besar ada di laci lengkap dengan pemantiknya, Alice langsung menyalakan lilin itu dan meletakkannya diatas lantai.

"Apa sudah cukup terang bagimu?" Tanya Alice.

Satya menggeleng, Alice kembali menghidupkan 1 lilin lagi.

"Terlalu banyak lilin juga bisa berbahaya,". Ucap Alice.

Usai menghidupkan lilin, Alice kembali duduk disamping Satya. "Sekarang kau sudah tenang, seperti nya aku bisa pergi," ucap Alice.

Satya merespon dengan mengeratkan genggaman tangannya. Alice menghela napas, padahal ia sedang tak ingin menemui Satya, tapi dia tak akan tega membiarkan Satya sendirian. Alice memandangi cowok itu lamat-lamat di bawah cahaya lilin yang remang-remang. Ia tahu betul betapa Satya berjuang melawan trauma masa kecilnya, tapi hingga kini saat mereka sudah dewasa. Trauma masa kecil Satya tetap menghantuinya. Bagaimana pun kesalnya hati Alice pada Satya namun saat ini Lelaki dingin dan temperamen itu tiba-tiba berubah menjadi anak kecil penakut yang tak bisa menjauh darinya. Hati Alice menjadi iba karenanya. Baiklah aku akan pergi setelah tertidur.

Tiba-tiba suara Guntur menggelegar memecah malam ditemani suara deras hujan. Tubuh Satya melonjak kepangkuan Alice. Alice menjadi gugup karenanya. Secara refleks Alice menyentuh terusannya yang tersingkap sedikit keatas pahanya, ia baru sadar bajunya basah semua karena menerobos hujan tadi.

Tak ada pilihan lain selain menunggu Satya terlelap, agar ia bisa pulang kerumahnya. Alice mengelus-elus pelan kepala Satya yang menekuk dipangkuannya, ia menatap Lelaki yang tertidur itu, dibawah remang-remang lampu ia bisa melihat wajah Satya, alisnya yang tebal, hidung mancungnya dan bibirnya yang tipis itu "Aku merindukanmu, selalu," bisik Alice.

Alice mencoba melepaskan genggaman tangan Satya. Tapi lelaki itu malah mengeratkan genggaman tangannya. Alice terkesiap, baiklah sebentar lagi pikirnya. Namun suara hujan dan keheningan malam malah membuat mata Alice memberat.

***

You Are My SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang