Lampu sorot yang menghiasi seluruh langit-langit panggung mulai meredupkan cahayanya. Bangku penonton yang di siapkan untuk orang-orang yang sangat ingin melihat penampilan sang balerina dengan julukan Sang Dewi Semesta itu sudah penuh terisi. Hampir 1.000 pasang mata sudah menatap tidak sabar kearah panggung yang masih di tutupi oleh sebuah gorden yang besar.
Tepuk tangan yang riah mengiringi terbukanya gorden besar itu dan menampakkan sosok perempuan bertubuh mungil dengan kostumnya sedang terdiam. Suara alunan musik Giselle mulai terdengar, membuat jantung seluruh penonton berdebar tidak karuan.
Kaki mungil perempuan itu mulai menari mengikuti alunan musik. Tubuhnya yang gemulai membuatnya tampak sangat indah di atas panggung itu.
Sang lawan main dari perempuan itu memasuki pelataran panggung dan ikut menari sesuai dengan alunan musik. Tarian kolaborasi perempuan dan laki-laki itu sangat membuat takjub banyak pasang mata.
Kedua pasang balerina ini menampilkan kisah tentang seorang gadis petani bernama Giselle, yang meninggal karena patah hati setelah menemukan kekasihnya, Albrecht, yang bertunangan dengan yang lain.
Wilis, sekelompok wanita mistik dan supranatural yang menari pria hingga mati, memanggil Giselle dari kuburnya. Mereka menargetkan kekasihnya untuk mati, tetapi cinta besar Giselle membebaskannya dari genggaman mereka.
Wilis adalah karakter yang sangat menghantui. Mereka adalah roh gadis-gadis perawan yang meninggal sebelum menikah.
Balerina lain yang berperan sebagai Wilis mulai memasuki pelataran panggung. Atmosfer gedung pertunjukan balerina ini mendadak tegang. Terasa sunyi dan dingin. Sang Dewi Semesta yang memerankan tokoh utama—Giselle benar-benar memerankannya dengan penuh emosi. Membuat seluruh penonton menahan isak tangis mereka.
Kehadiran Wilis dimaksudkan untuk menciptakan suasana hati yang menakutkan yang dibangun saat balet berlanjut dan mereka melampirkan pada Albrecht. Mereka kejam dan benci laki-laki karena mereka semua telah mati karena patah hati.
Giselle menemukan pengampunan di dalam hatinya untuk Albrecht, tetapi dia tahu Wilis tidak akan melakukan hal yang sama. Tujuan mereka jelas dan mereka tak kenal lelah dalam pencarian mereka.
Dalam menyelamatkan Albrecht, Giselle pada saat yang sama menyelamatkan dirinya dari menjadi salah satu dari mereka.
Riuh tepuk tangan para penonton mengakhiri penampilan kisah Giselle pada babak pertama ini. Semua penonton memberikan standing applause untuk seluruh balerina yang berperan meskipun baru babak pertama dan akan ada babak selanjutnya.
"Beri tepuk tangan yang meriah sekali lagi untuk para balerina!" seru seorang pemandu acara begitu kakinya memijaki lantai panggung. Sang pemandu acara ini tidak ada hentinya memberikan senyuman yang lebar dan kedua bola matanya yang berkaca-kaca.
"Okay, nggak perlu waktu lama mari kita undang Giselle kita hari ini untuk memberikan sepatah-dua-patah dari penampilan babak pertamanya ini," lanjutnya begitu tepuk tangan penonton mulai mereda. "Ladies and gentlemen, please welcome, Kaila Armaylin!"
Pemeran Giselle yang bernama Kaila itu menaiki panggung tempatnya tadi memerankan perannya. Diiringi oleh tepuk tangan penonton ia membawa senyuman merekahnya yang membuatnya disebut sebagai Sang Dewi Semesta.
"Selamat sore semuanya," sapa Kaila kepada seluruh penonton yang menatapnya dengan tatapan bangga. "Saya Kaila Armaylin, berperan sebagai Giselle. Disini saya mewakili teman-teman balerina yang lain mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh hadirin yang sudah hadir pada hari yang special ini. Haduh, saya nggak tahu harus ngomong apa lagi,"
Pemandu acara terkekeh melihat tingkah lucu Kaila, "jadi Sang Dewi Semestanya ini yang grogi. Harusnya saya ini." Canda pemandu acara yang membuat seisi gedung pertunjukan tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral
Teen FictionBertutur tentang kisah seorang ibu yang kehilangan, sekumpulan sahabat yang merasakan kekosongan di dada, dan tentang cinta yang tak akan luntur.