"Mas," panggil Sandra yang baru saja muncul dari balik tembok dapur. "Bisa anterin pesanan ini ke kantor yang ada di sebrang nggak? Ibu lagi repot kalau harus antar pesanan ini. Mau 'kan?"
Samudra tersenyum kemudian tanpa berpikir panjang ia mengangguk, menandakan jika bersedia melakukan permintaan Sandra. Pandangannya berkelana kearah sekitar restoran milik Sandra yang sedang ramai. Terselip sebuah perasaan bangga dari dirinya untuk Sandra yang berhasil mengelola restoran ini seorang diri.
"Aku aja mas yang antar pesanannya." Pinta Raila tiba-tiba begitu ia melihat Samudra sudah menggenggam beberapa plastik berisikan kotak makanan.
"Mas aja."
Raila tersenyum sembari memperhatikan sekitarnya, "mas hebat deh. Kalau warung yang jaga mas, pasti jadi mendadak ramai kaya gini." Ujar Raila menggoda Samudra.
Samudra menyipitkan matanya tanda ia tidak suka diperlakukan seperti itu. Kemudian ia mulai beranjak dari dalam restorannya untuk ke tempat yang sudah diberitahu oleh Sandra.
Semua pandangan tertuju kepadanya seiring kakinya melangkah. Celemek milik restorannya yang masih menanggal pada tubuhnya memberikan kesan yang lebih pada penampilannya kini. Disertai beberapa plastik kotak makanan, membuat siapapun yang melihatnya menjadi ingin sesegera mungkin mengunjungi restorannya untuk mencicipi masakan Sandra dan juga melihat Samudra.
"Permisi," salam Samudra begitu ia sudah memasuki ruang kantor yang ia tuju.
Seorang laki-laki menoleh dan menyilahkan Samudra untuk masuk ke dalam ruang kantor yang sedang dipenuhi oleh karyawan yang masih berkutat pada kerjaannya masing-masing. Senyumnya merekah begitu melihat wajah Samudra. Karena ia tahu, pasti Samudra membawakan makanan yang mereka pesan untuk makan siang hari ini.
"Antar makanan ya?" Tanya laki-laki itu yang dijawab senyum simpul oleh Samudra.
Tangan laki-laki itu terulur untuk mengambil beberapa plastik berisi kotak makanan itu yang berada di genggaman Samudra. Diletakkannya di atas salah satu meja untuk mulai membagikan jatah makanan kepada seluruh karyawan.
"Wah! Makan siang sudah sampai ya?" Seru laki-laki lain yang baru saja keluar dari salah satu ruangan.
Laki-laki yang berada di samping Samudra mengangguk dengan cengirannya. "Iya, pak. Mari makan pak! Sudah saya pesan juga buat bapak."
"Tunggu, tunggu. Ini pertama kalinya saya lihat kamu. Karyawan baru?" Tanya laki-laki yang disebut pak kepada Samudra.
Samudra tersenyum simpul. "Saya anaknya bu Sandra."
"Oalah! Pantas wajahnya tampan sekali," ujarnya yang tanpa sadar disetujui oleh para karyawan wanita yang sedang bersembunyi dibalik komputer mereka sembari memandang kagum kearah Samudra. "Tapi kok saya kaya pernah lihat kamu ya? Dimana ya?"
"Ah! Waktu itu kita pernah bertemu si pinggir jalan dekat halte bis. Pas hujan. Adik saya nggak sengaja tabrak kamu." Serunya begitu ia dapat mengingat wajah Samudra yang sudah pernah ia lihat sebelumnya.
Samudra mengernyit mencoba ikut mengingat yang dikatakan oleh laki-laki itu. Bibir tebalnya sedikit terbuka begitu ia mengingatnya. Laki-laki ini adalah laki-laki yang mengejar Kaila pada saat itu.
"Saya Kanu Irdiansyah. CEO perusahaan penerbitan Mentari." Lanjutnya memperkenalkan diri.
"Samudra."
"Yasudah, saya mau permisi ke dalam dulu ya. Ada yang harus saya kerjakan." Final laki-laki bernama Kanu itu, kemudian masuk ke dalam ruangan yang sebelumnya ia keluar dari sana.
Samudra mengangguk pelan kemudian ia berpamitan untuk kembali ke restorannya begitu ia sudah mendapatkan uang untuk pesanannya itu. Dalam hati ia terus bertanya-tanya. Siapakah Kanu di dalam hidupnya Kaila?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral
Teen FictionBertutur tentang kisah seorang ibu yang kehilangan, sekumpulan sahabat yang merasakan kekosongan di dada, dan tentang cinta yang tak akan luntur.