Seorang wanita anggun duduk dibangku kereta jurusan lahat, muara enim dan lubuklinggau, matanya menatap jendela tanpa henti, tangannya berulang kali terlihat mengusap matanya dengan kasar, jari-jarinya terukir henna yang begitu indah hingga ketelapak tangannya. Pada adat kami (Palembang) henna atau mahendi merupakan salah satu ritual yang tak boleh ketinggalan pada kedua mempelai saat pernikahan, instingku mengatakan bahwa wanita ini adalah pengantin baru, namun, berbeda pengantin baru pada umumnya, wanita ini terlihat begitu menyedihkan, matanya sayu, lingkaran hitam dan sedikit membengkak dimatanya seolah membuktikan bahwa ia kurang tidur dan terlalu banyak menangis.
Aku mencintaimu setulus hatiku
Aku menyayangimu dengan sepenuh jiwaku
Aku mengasihimu sepanjang usiaku
Aku menginginkanmu lebih dari apapun
Sebuah tembang milik Naff mengalun merdu dari ponsel wanita disebelahku ini
“Apalagi?” ujarnya setelah menjawab telponnya.
“............”
“Maafmu tidak akan merubah apapun!”
“............”
“Kau tidak perlu tahu dimana aku berada!”
Setelahnya telpon itu dimatikan dengan kasar, matanya kembali basah, tapi dengan cepat pula ia menghapus airmatanya dengan lengan bajunya, sepertinya aku mulai mengerti letak permasalahannya.
“Mbak mau kemana?” aku mencoba beradaptasi akan tetapi yang ditanya hanya menggeleng lemah.
“Saya turun di Lubuk Linggau mbak, kalau mbak bersedia, mbak bisa ikut saya....” Aku sama sekali tidak memiiki perasaan apapun tapi entah mengapa kata-kata itu meluncur begitu saja, mungkin karena aku pernah mengalami patah hati maka aku bisa merasakan apa yang sedang wanita ini rasakan. Diam-diam aku bersyukur, aku pernah dipatahkan hatinya, jika tidak, mana mungkin aku akan bersikap seperti ini. Wanita itu menatapku curiga.
“Mbak tidak usah takut, saya tidak akan macam-macam, ini kartu nama saya...” ujarku sambil menyerahkan benda kecil berbentuk segi empat itu.
“Anda Dokter...?”
“Iya, saya bekerja di salah satu rumah sakit di Lubuk Linggau...”
“ohh... dimana?”
“Begini saja, mbak nanti tinggal di pesantren adik saya saja di Lubuk Linggau, sekaligus mbak bisa mengajar disana, nanti biar saya bilang ke adik saya dulu, bagaimana?” Ia mengangguk antusias, syukurlah, setidaknya untuk hari ini aku sudah membantu seseorang yang membutuhkan bantuan.
“Tapi Darimana anda tau saya seorang pendidik?”
“Emm... tidak ada, hanya menebak saja, jika benar syukurlah kalau begitu..”
“Terimakasih...” Wanita itu tersenyum sangat manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everlasting
SpiritualJika cinta selalu membahagiakan maka takkan ada kisah cinta Syafiq dan Shalima di dunia ini, tapi ada banyak kisah yang serupa. Mencintai tapi kehilangan dan mencintai tapi ditinggalkan, sanggupkah Mereka bangkit?