Syafiq POV
Aku baru saja mandi, aku bergegas menuju meja makan, akan tetapi aku tidak begitu berselera untuk sarapan hari ini, aku segera bergegas berangkat menuju kampus seperti biasa melaksanakan tugasku. Tugasku dan adikku tidak jauh berbeda, kami sama-sama pendidik, akan tetapi tugasku tak jauh lebih hebat dari adikku, aku hanya mengajar mahasiswa sedangkan adikku mulai dari mendidik, mengajar, mengasuh, dari yang tidak bisa mengaji ia jadikan Hafidz 30 juz semua ia lakukan dengan sendiri.
Samar-samar aku mendengar suara dari ruang tamu, awalnya aku tak menghiraukannya, akan tetapi suara isakkan itu begitu mengganggu, aku mencoba mendekatinya.
“Shalima belum bisa pulang ma, nanti kalau udah saatnya pasti shalima pulang, lagipula shalima tidak bisa tinggal pada lingkungan yang selalu membuat shalima terluka, shalima minta maaf ma...” isakknya diiringi dengan sebutir bening telah terjatuh dari pemiliknya.
Entah mengapa hatiku begitu benci pada setiap orang yang lebih mementingkan egonya ketimbang memperbaiki kesalahannya, hanya orang-orang pengecut yang lari dari masalah.
“Ohh.. rupanya kau seorang pengecut...” Ujarku dengan nada mengejek.
Wanita itu terlihat gugup, perlahan ia berdiri, melihatku sekilas lalu menunduk, aku begitu ingin menampar wanita yang sok lemah padahal hanya ingin diperhatikan saja.
“Kukira kau sudah berangkat, maaf jika suaraku mengganggu mu...”-Shalima
“Dan kukira aku juga sudah salah menilaimu,...”jawabku
“Maksudmu?” wajahnya terlihat bingung
“Kukira kau orang yang baik, yang sengaja datang untuk membantu adikku mrndidik, tapi ternyata kau hanya orang yang sedang mencari pelarian, harusnya kakakku tidak membawamu kesini, tapi psikiater, kau tidak pandai menyelesaikan masalahmu sendiri bagaimana akan mendidik.” ujarku
Shalima tertunduk, ia meremas sisi jahitan gamisnya sekuat tenaga lalu mencoba menatap mataku, aku melihat ketakutan, kesedihan sekaligus keraguan disana, aku tidak suka orang yang menatap mataku untuk mencari perhatian, sudah kubilang bahwa aku membenci wanita melow.
“Jangan menatapku seperti itu!” bentakku kasar.
“Aku mohon jangan usir aku...” setelah berucap itu, shalima tak sadarkan diri, aku berusaha mencari kebenaran tentang keadaan itu, dan ternyata shalima memang benar pingsan. Aku berusaha menghubungi shalima, tapi tidak di angkat, aku putuskan untuk menghubungi kak eufraj.
“Kak,... Shalima pingsan, kirim ambulan secepatnya...” ujarku saat telponku tersambung.
”Baiklah tunggu sebentar...” telpon kumatikan.
aku juga menelpon pihak kampus agar asisten dosen ku menggantikanku mengajar di kelas semester 3-7. ada rasa bersalah didalam hatiku, jika aku tidak menyakitinya mungkin keadaannya tidak akan seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everlasting
SpiritualJika cinta selalu membahagiakan maka takkan ada kisah cinta Syafiq dan Shalima di dunia ini, tapi ada banyak kisah yang serupa. Mencintai tapi kehilangan dan mencintai tapi ditinggalkan, sanggupkah Mereka bangkit?