Alasan Untuk Sesuatu

518 15 0
                                    

"Sebenarnya kita sedang apa di sini Ayah?"

Pagi ini aku terpaksa bangun pagi. Ayah ku memaksaku untuk menemaninya ke sini. Iya memaksa, karena aku tidak mau menemaninya. Tentu kalian masih ingat kalau aku seorang pemalas kan?

Tapi dia selalu punya cara untuk membuatku menurutinya. Dia mengancam tidak akan memberikan aku uang jajan lagi. Tentu saja aku langsung takluk. Memang kedengaran manja, tapi aku tak bisa menyangkal kalau aku masih sangat butuh uang dari orang tuaku. Aku yang sekarang masih belum bekerja, jadi aku tak bisa apa-apa kalau Ayahku memblok uang jajanku. Sering aku berpikir, aku orang yang tidak berguna. Tapi mau bagaimana lagi, pemalas sepertiku mencari pekerjaan itu susah.

Dan di sini aku sekarang, berjalan berdua melihat sekeliling, ada banyak orang di sini dan aku sama sekali tidak nyaman dengan keramaian yang hangat di pagi hari.

"Ini toko pakaian sekolah, dan kau pasti tahu orang yang datang ke sini ingin membeli pakaian." Ya, Aku tahu Ayah dari nama di depan toko ini saja aku sudah tahu, tapi untuk apa kita datang kesini! Dan aku hanya memikirkan satu kesimpulan.

"Aku tahu. Dan Ayah tahu kalau aku tidak mau sekolah."

"Hn." hn? Hanya itu jawabanmu? Menyebalkan! Tiap kali Ayahku ingin menghindari sebuah topik dia pasti akan berkata hn. Itu selalu berhasil, karena aku tidak pernah tahu harus bicara apa setelah dia berkata hn. Dan itu sangat menyebalkan!

Ayahku berhenti di depan gantungan yang di penuhi seragam sekolah laki-laki, kini kulihat dia sedang memilah baju yang akan dia beli. Dan sebenarnya dia tak perlu memilahnya karena semua baju yang digantung di sana memilik satu jenis, yaitu seragam sekolah laki-laki. Dan aku tahu mengapa dia berlama lama memilah baju. Di depannya ada wanita cantik yang ku lihat masih muda, walau ku tahu dia sudah ibu ibu. Karena di sampingnya ada anak kecil laki laki, umurnya mungkin sekitar 24 tahun. Tentu saja umur wanita itu, bukan anak kecil itu. Ayah ku terus saja memilah baju, dan membuatku tidak sabar melihatnya.

"Ayah, bisakah kau cepat. Aku ingin cepat pulang." Saat aku mengatakan ingin cepat pulang, tentu saja aku benar benar ingin pulang. Dan aku tahu Ayahku mengerti kalau aku tak suka terlalu lama di luar rumah, bukan.. bukan di luar rumahnya yang aku tidak suka, tapi melihat orang orang yang berkumpul dan membicarakan orang lain membuatku muak. Tentu aku bukan orang yang anti sosial, aku bisa saja setiap hari main dengan anak-anak komplek. Tapi mengingat kalau hidup tenang dan tenggelam dalam dunia sendiri lebih nikmat aku tidak melakukannya. Pernah teman - temanku mengunjungi rumahku, dan aku merasa terganggu kehadiran mereka. Tentu saja aku tidak mengusir mereka, aku hanya diam seharian di kamar dan menguncinya seharian hingga mereka pergi dan tak kembali lagi. Jangan mengira kalau mereka memusuhiku, aku dan mereka masih akur dan menganggap teman. Dan karena itulah aku tidak merasa kesepian meski aku setiap hari mendekam di rumah, karena kalau aku mau, aku bisa bermain dengan teman-temanku.

"Iya iya baiklah." Syukurlah Ayahku menurut.

Akhirnya sesi belanja kami selesai, walau tidak bisa di sebut kami, karena aku hanya mengantar saja.

Hari ini cuaca cerah, hari yang pas untuk bersantai. Menikmati sinar pagi hari yang orang bilang menyehatkan bagi tubuh. Tentu ini masih pagi karena baru pukul 10.

Ayah ku dan aku kini tengah berjalan pulang, setelah kami turun dari bus. Dari halte sampai ke rumahku jaraknya tidak jauh, hanya sekitar 600 meter.

Sesekali aku membalas sapaan orang orang yang melewati ku dan menyapaku duluan. Orang yang tidak menyapaku akan kuanggap angin lalu saja. Kalau mereka pura pura tidak melihatku, mengapa aku harus menyapanya? Aku tidak suka menyapa orang duluan walau terkadang aku melakukannya tapi hari ini aku sedang malas, walau setiap hari memang begitu.

MalasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang