CHAPTER 6 - Back to Reality

82.1K 8.6K 587
                                    

Liburan selesai back to reality, kapten!

Jujur rasanya nggak pengen balik, pengen tinggal di sana aja. Tapi ya gue sama Manug bukan pasangan Nia Ramadhani sama Ardi Bakrie yang duitnya nggak berseri. Mereka napas aja baunya dolar. Kelamaan di sana bangkrut juga laki gue.

Lagian kerjaan udah pada manggil-manggil, banyak kasus yang ngantre buat ditangani. Kayak sekarang kami duduk di meja makan. Sibuk dengan kerjaan masing-masing. Gue lagi ngerjain memori banding untuk kasus waris yang ikut gue tangani bareng Mbak Yeni salah satu lawyer kantor, sedangkan Mas Nugra lagi meriksa BAP kasus pembunuhan yang disangkakan pada kliennya.

Sejak resmi pindah ke firma hukum Mas Nugra dan mulai aktif dalam menangani perkara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak resmi pindah ke firma hukum Mas Nugra dan mulai aktif dalam menangani perkara. Setelah jam makan malam, meja makan sering beralih fungsi jadi meja kerja. Kalau kerjaan lagi banyak-banyaknya, kami sering bawa pulang dan ngerjainnya di sini bedua. Kayak sekarang ini.

"Kamu lihat pulpen Mas?"

Kepala gue tegak menoleh dari laptop ke arah Mas Nugra. "Hah?"

"Kamu lihat pulpen Mas, Nggak?" Mas Nugra mengulang pertanyaannya sembari mengangkat laptopnya mencari pulpen yang hilang. "Kok hilang ya. Perasaan tadi Mas taruh di sini." Katanya lagi sambil membolak-balik berkas BAP.

Gue senyum sambil geleng-geleng, mengangkat bokong sedikit agar condong ke depan. Tangan gue terulur kekupingnya, mengambil benda yang di maksud Mas Nuga. "Ini?"

Mas Nugra menyentuh kupingnya sebelum menerima pulpen itu. "Ya ampun, Mas cari-cari ternyata malah di sini."

"Butuh aqua apa kopi bos, kayaknya udah nggak fokus lagi nih."

Gue lirik jam digital di sudut kanan bawah laptop. Pantas, sudah jam setengah dua belas.

Mas Nugra menyender di punggung kursi, memijat pelipisnya sendiri. Dia kelihatan capek banget, kasus kali ini memeras tenaga dan otaknya sampai habis. Sudah hampir seminggu ini Mas Nugra lembur, nggak cuma ngurus satu kasus itu aja tapi beberapa kasus sekaligus. Gue sendiri baru malam ini lembur, itupun gara-gara Mbak Yeni yang teledor. Padahal besok tenggat ngajuin banding tapi dia lupa belum ngerjain memori bandingnya. Sialnya dia baru ngasih tau gue jam sepuluh malam. Sebagai junior yang baik (sudah jelas karena terpaksa) akhirnya gue yang jadi tumbal harus ngerjainnya malam ini. Apes!

"Air putih saja, kalau kopi nanti Mas malah nggak bisa tidur. Besok pagi Mas ada sidang."

Gue beralih ke dapur mengambil gelas dan menuangkan air kedalamnya. "Nih diminum."

"Makasih, sayang." Mas Nugra menurunkan tangannya, menerima gelas dan meminumnya.

"Capek banget ya? Sini aku pijitin." Ia kembali bersandar di punggung kursi. Menikmati jari-jari gue yang bergerak di seputaran pelipis dan jidatnya. "Jangan diporsir banget entar malah sakit."

"Nggak apa-apa, sudah biasa."

"Sakitnya?"

"Kerjanya, Junia."

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang